BAB 28: Melepaskan Tangis

111 10 3
                                    

Arini

Pagi hari Arini menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan rumah sebelum berangkat kerja. Selesai menunaikan salat Subuh, ia sudah bergerak ke dapur membuatkan masakan yang disukai oleh suami, anak-anak dan mertuanya. Wanita itu mulai menuliskan resep makanan kesukaan mereka semua di dalam sebuah buku, karena khawatir jika suatu saat nanti lupa.

Brandon hanya bisa mengamati perubahan sikap istrinya sejak kemarin, hingga saat ini ketika berada di dalam mobil. Dia memilih diam dan menunggu hingga Arini mau berbagi cerita.

"Nanti siang mau makan di mana, In?" tanya Bran sambil menggenggam jemari istrinya dengan tangan kiri. Pandangannya beralih beberapa detik ke samping kiri, kemudian fokus lagi melihat jalan.

"Terserah kamu aja," jawab Iin singkat.

"Makan Tteokbokki mau nggak? Udah lama 'kan nggak makan masakan Korea," saran Brandon.

"Boleh," sahut wanita itu singkat.

Arini terus memandang sebelah kiri jalan sembari mengingat kosa kata seperti yang dianjurkan oleh dokter. Dia mengucapkan kata sifat di dalam hati.

"Kapan mau beli tiket ke Swiss, In?" Brandon kembali mencari topik pembicaraan.

"Masih lama 'kan ke sana? Enam bulan lagi loh." Iin menoleh sebentar, kemudian melihat lagi ke sisi kiri jalan.

Brandon menganggukkan kepala.

"Bran," panggil Arini melirik ke arah suaminya.

"Ya. Kenapa, Sayang?"

"Bulan depan kamu yang pegang rekening buat transfer uang ke Ayu ya?" ujar Arini berusaha tersenyum.

Pria itu memalingkan paras dengan kening berkerut. "Kenapa? Kamu aja yang pegang. Aku males berurusan sama Ayu."

"Aku takut lupa kayak kemarin. Bisa-bisa dia ngerecokin Papa lagi."

Brandon menggeleng tegas.

"Bran, please," pinta Iin penuh harap.

"Nggak, In. Kamu aja yang pegang dan transfer."

Arini menarik napas berat, kemudian berkata, "Ya udah gini aja. Kamu transfer ke Farzan, biar dia yang kirim ke Ayu."

"Sebaiknya kamu aja, Sayang. Kalau lupa nanti aku ingetin. Bisa pakai alarm juga, gampang 'kan?" saran Brandon tanpa beban.

Wanita itu menutup bibir rapat-rapat ketika ingin menyanggah lagi perkataan suaminya. Dia menarik napas panjang, kemudian memilih diam daripada jadi berdebat.

Mobil perlahan berhenti di parkiran basemen gedung. Setelah kendaraan sedan itu terparkir sempurna, Arini dan Brandon segera turun. Seperti biasa mereka berjalan sambil berpegangan tangan menuju lift. Begitu pintu kotak besi terbuka, keduanya segera masuk. Tidak ada orang lain di dalam lift khusus VIP tersebut.

Begitu pintu lift tertutup, Bran langsung menarik sang Istri ke dalam pelukan. Setelahnya pria itu memberi kecupan bertubi-tubi di bibir Iin.

Apapun masalah yang sedang dirahasiakan, aku harap kamu mau berbagi denganku. Kalimat itu hanya bisa diucapkan oleh Bran di dalam hati.

"I love you, In," ucap Bran tepat di depan bibir Arini.

Senyum lembut tergambar di paras cantik Iin. "I love you too," balasnya memeluk erat Brandon.

Mata cokelat Arini terpejam erat berusaha menahan bulir bening yang ingin berlarian di pipi.

Maaf kalau aku simpan ini sendiri, Bran. Aku nggak mau bikin kamu khawatir. Udah kebayang gimana paniknya kamu kalau tahu tentang penyakit ini, gumam Iin memberi kecupan singkat di dada Bran yang dilapisi kemeja berwarna hitam.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt