BAB 45: Keberanian Mengutarakan Niat Mulia

157 13 10
                                    

Alyssa

Pandangan netra hitam Alyssa bergerak menyapu taman belakang sekolah. Ada beberapa siswa duduk santai di sana sambil bercengkerama. Beberapa di antara mereka lesehan di atas rumput hijau yang bersih dan segar, sebagian lain duduk di kursi seperti dirinya dan Fatih sekarang.

"Makasih udah mau ngobrol, Kak," ucap Al memecah keheningan. Dia menoleh sekilas sambil mengulas senyum.

"Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan ya?" tebak Fatih to the point. Selama ini mereka hanya berkomunikasi jika ada hal penting yang ingin dibahas.

Al mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan. Dia berpikir beberapa detik sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Fatih berbicara.

"Mami dan Papi ... mau ketemu sama, Kakak," ungkap Al hati-hati.

"Katanya mau ucapin terima kasih karena udah tolong aku waktu itu," sambung Al cepat antisipasi jika Fatih salah paham.

Pemuda itu tertawa pelan membuat kening Al berkerut.

"Oke. Mau ketemu kapan?" sahutnya santai tanpa beban.

Al semakin dibuat melongo ketika tidak melihat raut keberatan di wajah Fatih. "Ka-kak mau datang?"

Fatih manggut-manggut masih tertawa pelan. "Kenapa? Kamu pikir aku nggak mau?"

Kepala Al bergerak pelan ke atas dan bawah.

"Lagian ada yang mau aku katakan kepada mereka."

Raut wajah Al semakin terlihat heran, sehingga bola mata hitam jernih itu membulat. "Kakak mau ngomong apa?"

"Nanti aja," balas Fatih singkat.

Al jadi cemberut karena rasa penasaran tidak terjawab. Dia kembali melihat pemuda itu beberapa saat.

"Tapi, Kak. Kayaknya aku harus kasih tahu ini deh biar Kakak nggak bingung nanti pas di rumah."

"Apa?" Fatih menoleh sekilas sebelum kembali melihat ke tempat lain.

"Tentang Mami." Al hening sebentar sambil mengendalikan diri saat dada terasa sesak karena memikirkan penyakit Iin.

Fatih masih menunggu perkataan Al selanjutnya.

"Mami menderita Alzheimer. Karena itulah waktu acara ultah pernikahan kemarin, Mami berpikir Abang El adalah Papi waktu masih muda," papar Al.

"Sudah kuduga," gumam Fatih membuat Al kembali menatap bingung.

"Maksudnya?"

"Aku sempat curiga, tapi nggak enak juga tanya sama kamu."

"Kakak tahu tentang Alzheimer?"

"Sedikit banyaknya begitu." Fatih menarik napas sesaat. "Orang tuaku memiliki usaha di bidang Travel Umrah dan Haji Plus. Aku pernah diminta beberapa kali ikut dengan rombongan umrah, biasa bantu-bantu gitu. Dulu pernah ada jamaah yang menderita Alzheimer. Pernah ada juga yang terkena Demensia. Dari situ aku belajar banyak tentang kedua penyakit tersebut."

"Wow! Keren banget," puji Al dengan tatapan berbinar.

Mata hitam Fatih menyipit sebentar.

"Maksudnya, pernah bawa rombongan umrah gitu. Sama bagian Kakak tahu tentang Alzheimer," jelas gadis itu lagi, "aku aja baru tahu waktu denger cerita Papi."

"Sayang sekali penyakit itu belum ada obatnya sampai sekarang," desis Fatih menatap sendu ke arah rumput.

Al menarik napas berat, lalu menengadahkan kepala melihat langit. "Mami itu orangnya baik banget, penyabar dan bijaksana. Nggak pernah sekalipun marah sama aku dan Abang, kalau kami salah," lirih Al dengan mata mulai berkaca-kaca.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now