BAB 5: Belajar Puasa

162 15 8
                                    

Arini dan Brandon

Dua bulan kemudian

Sepasang mata cokelat lebar mulai mengerjap. Tangan terangkat ke atas seiringan dengan kaki yang meregang menghalau pegal karena posisi tidur yang kurang pas. Senyuman terbit di wajah ketika melihat sang Suami masih tertidur pulas di samping.

"Gaya tidurnya dari dulu nggak pernah berubah," gumam Arini dengan wajah masih dihiasi senyuman.

Sebuah kecupan diberikan di bibir Bran. Sesaat kemudian, Iin meraih ponsel dari atas nakas melihat jam.

"Udah waktunya masak," desisnya ketika melihat waktu menunjukkan pukul 03.00.

Hari ini adalah hari pertama berpuasa. Ramadan pertama juga bagi Al puasa, sementara kali kedua bagi El.

Ketika ingin beranjak dari tempat tidur, tiba-tiba sepasang tangan telah mendekapnya erat. Senyuman kembali menghiasi wajah cantik Arini.

"Kamu udah bangun?"

Bran menganggukkan kepala di atas bahu kanan istrinya. "Waktu kamu cium bibirku tadi."

"Aku masak buat sahut dulu ya. Kamu tidur lagi aja, nanti aku bangunin kalau udah selesai masak." Arini melepaskan pelukan Brandon.

Pria itu menggelengkan kepala. "Aku temani kamu masak aja. Udah nggak ngantuk lagi."

Mata Iin melebar mendengar perkataan suaminya. Tampak raut keberatan di paras cantik itu.

"Nanti kamu gangguin aku, bisa telat anak-anak sahur nanti."

"Aku janji nggak gangguin kamu," tanggap Bran menyeringai.

"Bran?" Rupanya Iin tidak percaya begitu saja. "Kamu itu nggak pernah nggak gangguin aku kalau lagi masak. Yang ada nanti ...."

"Nanti apa?" tanya Bran mendekat ke wajah istrinya.

"Nanti kayak waktu awal-awal nikah."

"Ibadah loh, Sayang. Mumpung anak-anak masih tidur," sahut Bran menatap nakal.

"Bran?" Arini menggeleng dengan mata mendelik.

"Mau di sini aja?" goda Bran.

Arini mengembuskan napas, lantas menangkupkan telapak tangan di wajah Bran. "Nggak sempat sekarang, Suami. Satu jam lagi udah waktunya sahur."

Bran mendesah pelan, pasrah keinginan untuk bermesraan harus ditunda.

"Nanti malam aja ya," ujar Iin dengan raut wajah bersalah.

Bran mengangguk lesu, lalu memberi kecupan singkat di bibir istrinya.

Arini segera beranjak menuju dapur, diiringi oleh Bran dari belakang.

"Kamu berdiri di situ aja, jangan dekat-dekat," tegas Iin menunjuk ke arah dinding berjarak lima meter darinya.

"Iya, Sayang. Takut banget sih digangguin."

"Kalau nggak gitu masaknya nggak kelar-kelar, Bran. Aku tahu persis yang ada di pikiran kamu sekarang."

Bran hanya nyengir kuda ketika mendengar perkataan Arini. Dia tahu sulit untuk berbohong kepada istrinya. Dua puluh tahun bukan waktu yang singkat bagi mereka untuk saling mengenal satu sama lain.

"Ya udah, aku di sini aja." Akhirnya Brandon mengalah.

Arini memulai aktivitas memasaknya. Sementara Brandon memilih berdiri dengan jarak yang sudah ditentukan oleh sang Istri. Pria itu sangat menyukai ekspresi yang diperlihatkan Iin ketika berada di dapur. Tampak begitu telaten dan sabar.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now