BAB 23: Jalan Pulang Seharusnya

118 9 11
                                    

Arini

Setelah salat Subuh, Arini pergi ke kamar El. Seperti janji dengan Brandon, ia akan mencoba bicara dengan kedua buah hatinya. Wanita itu penasaran hal apa yang membuat mereka berubah menjadi dingin kepada Brandon?

"El?" panggilnya dari luar kamar setelah mengetuk pintu.

"Ya, Mi?" sahut El dari dalam kamar.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Senyum hangat tergambar dari wajah tampan Elfarehza.

"Mami pagi ini cantik banget," puji El memandangi ibunya.

Arini berdecak lalu menyipitkan mata. "Kamu persis kayak Papi. Pintar banget ngerayu Mami."

Tarikan lebar bibir El berangsur menyusut. Dia melangkah lesu ke dalam kamar, lalu duduk di pinggir tempat tidur.

Iin juga masuk ke kamar dan duduk di samping putranya. Dia mengusap lembut puncak kepala El sembari menatapnya lekat.

"Kamu masih marah ya sama Papi?"

Pemuda itu menundukkan kepala dengan pandangan tertuju ke lantai keramik berwarna putih gading.

"Nggak boleh gitu, Sayang. Papi larang pakai motor 'kan demi kebaikan kamu. Papi jual lagi motor itu ada alasannya juga," nasihat Arini.

Bahu El perlahan bergerak naik ke atas, kemudian turun lagi ke bawah.

"Andai kemarin itu Kakek nggak belikan motor, pasti sekarang kamu udah punya motor," sambung Iin kemudian.

Perkataan Arini mampu membuat El mengalihkan pandangan kepadanya.

"Maksud Mami?" desis El dengan kening berkerut.

"Waktu di Raja Ampat, Mami berhasil bujuk Papi agar mau belikan kamu motor." Arini menatap mata cokelat El bergantian. "Papi bilang mau belikan setelah kembali ke Jakarta. Tahu-tahu keduluan Kakek."

"Jadi Papi mau belikan aku motor?" tanya El tak percaya dengan mata membulat.

Arini menganggukkan kepala sambil tersenyum lembut.

"Trus kenapa Papi marah waktu Kakek belikan aku motor?"

Iin mengangkat bahu dengan bibir melengkung ke bawah. "Mungkin merasa dilangkahi sebagai ayah kamu. Apalagi Kakek belinya diam-diam, 'kan?"

"Jadi jangan marah lagi sama Papi ya?" Arini mengusap lembut pundak El. "Mami pengin kita kembali lagi kayak dulu. Jangan ada ambek-ambekan lagi di antara kita. Kalau ada masalah ngomong baik-baik."

Pandangan mata El berubah sendu sekarang. Netra tiba-tiba menjadi hangat saat ingat apa yang telah dilihatnya saat di Poris.

"Keadaan nggak lagi sama, Mi. Semua udah berubah," cetus El membuat kening Arini berkerut bingung.

"Maksud kamu gimana?"

"Papi udah se—" Kalimat El terhenti ketika kepalanya menggeleng tegas.

"Kenapa, Sayang? Apa ada yang kamu sembunyikan dari Mami?" selidik Iin tahu buah hatinya menyembunyikan sesuatu.

El kembali menggeleng cepat. "Nggak kok, Mi."

"Trus kenapa masih nggak mau berdamai dengan Papi? Dosa loh diemin orang tua kayak gitu," tanggap Iin dengan tatapan tak lepas dari paras El.

Sebagai seorang Ibu, dia tahu persis saat ini ada hal yang disembunyikan oleh putranya. Iin tahu ada yang aneh dengan gerak-gerik El belakangan ini.

Arini menangkupkan kedua tangan di pinggir wajah El, lalu memandang matanya bergantian.

"Mami nggak suka lihat anak-anak Mami kayak gini. Jangan bikin Mami serba salah, Nak. Yang satu suami dan satu lagi anak, Mami harus gimana dong?" Alis kanan Arini naik ke atas.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now