BAB 44: Pengakuan

175 12 4
                                    

Brandon dan Arini

Arini sedang memandang suaminya yang masih tertidur lelap. Dia memeluk erat Brandon, lalu memberi kecupan di dada bidang itu.

"Maaf udah ngerepotin kamu akhir-akhir ini, Bran. Aku mulai lupa banyak hal, tapi kamu yang sering ingetin," bisik Arini mendongakkan kepala.

Dia tersenyum ketika ingat Bran tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Dua hari yang lalu Iin sempat lupa mematikan kompor ketika memasak di dapur. Alhasil sekarang Brandon melarang dirinya membuatkan makanan.

"Aku 'kan udah bilang akan jadi pengingat saat kamu lupa, Sayang," gumam Bran dengan mata tertutup.

"Kamu udah bangun ya?"

Brandon mengangguk, lalu mengangkat tubuh ramping itu ke atas sehingga kepala mereka sejajar. Netra sayunya perlahan terbuka. Senyum lembut tergambar di parasnya.

"Hari ini kita jalan-jalan yuk! Ajak anak-anak sekalian," usul Brandon.

"Mau jalan-jalan ke mana?"

"Ke puncak? Anak-anak juga udah selesai ujian 'kan?"

"Udah. Tapi Al katanya mau ngomong sama kita." Arini menarik napas dalam. "Apapun yang akan dikatakannya tentang malam itu, kamu nggak boleh marah ya."

Pria itu diam beberapa detik, sebelum akhirnya mengangguk.

"Udah jam berapa sih sekarang?" tanya Brandon melirik ke arah jam dinding.

"Masih bisa satu ronde dong," sambungnya lagi setelah mengalihkan pandangan lagi kepada Arini.

Iin berdecak lalu tertawa. Tanpa diberi komando, dia mulai memberikan treatment yang mampu membuat Brandon melayang. Ternyata penyakit tidak membuat keahlian wanita itu hilang. Arini masih mampu membuat suaminya kewalahan. Dia akan terus seperti ini hingga kondisi fisiknya mengalami kemunduran.

***

Alyssa melihat kedua orang tuanya dengan rasa takut. Kini ia duduk berhadap-hadapan dengan Brandon dan Arini di ruang kerja. Seperti yang pernah diutarakan sebelumnya, gadis itu ingin menceritakan apa yang terjadi pada malam hari itu kepada mereka.

"Aku minta maaf karena baru berani cerita sekarang sama Mami dan Papi," ujar Al di sela hati yang ketar-ketir.

Arini dan Brandon mengangguk serentak.

"A-aku sebenarnya pergi dengan empat orang teman ke,"— Al menjepit bibir sebelum melanjutkan ceritanya,—"klub malam."

"Astaghfirullah," ucap Arini dengan hati yang hancur.

Dia menggenggam erat tangan Brandon yang tampak mengepal di atas paha. Arini khawatir jika suaminya naik pitam mendengar pengakuan Alyssa.

"Laki-laki itu salah satunya?" tanya Brandon berusaha menahan geram.

Al menggeleng cepat khawatir Bran salah paham. "Bukan, Pi. Justru Kak Fatih yang datang menolongku waktu itu."

"Sama saja! Dia juga datang ke sana, 'kan? Berapa kali Papi katakan hati-hati dalam bergaul. Itu saja udah berani ajak kamu ke klub malam."

"Sumpah, Pi. Kak Fatih nggak salah. Dia datang ke sana tanpa sepengetahuan Al," bela Alyssa tak rela Fatih menjadi kambing hitam.

"Tetap saja, dia—"

"STOP!!" sergah Arini mulai meradang dengan suaminya. "Kamu bisa dengar dulu nggak penjelasan Alyssa?!"

Sorot mata wanita itu tampak menakutkan, sehingga Brandon langsung tak berkutik.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now