Undangan Pesta

194 26 0
                                    

Larevta menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah ringan yang bergema. Rumah sakit selalu mengingatkannya pada kecelakaan yang merenggut memorinya. Namun, Larevta menolak perasaan tidak nyaman yang mengancam untuk menyelubunginya.

Sudah satu minggu berlalu sejak ia mendapat kilasan itu dan kini Larevta berusaha membuat Ivander tidak terlalu mengkhawatirkannya lagi. Gadis itu bahkan melakukan terapi kognitif guna memulihkan ingatannya. Tentu saja tanpa sepengetahuan Ivander. Sudah dua sesi Larevta menjalaninya dengan salah satu psikiater di pusat kota, tetapibelum ada kemajuan. Psikiaternya mencoba segala macam pendekatan dan masih nihil. Larevta tahu ia harus bersabar demi mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang membelitnya. Gadis itu memang takut dengan ingatannya yang mungkin kembali, tetapi Larevta lebih takut jika ingatannya tidak akan kembali. Ia harus menemukan jawabannya dan ia tidak akan menyerah.

Ketika Larevta sampai di depan ruangan Ivander, ada suara percakapan dari dalam. Larevta mengetuk, lalu membuka pintu.

Ivander langsung menghampiri Larevta dan menyambutnya dengan kecupan ringan.

Seseorang yang menjadi lawan bicara Ivander bangkit berdiri, tanpa menunggu dipersilakan, orang itu memperkenalkan diri.

"Aku Kyler. Kau pasti Larevta. Benar, bukan?" ucapnya lugas.

Larevta menatap pria tinggi dengan rambut hitam serta mata biru itu. Wajahnya dilengkapi hidung mancung sempurna, tetapi ada bekas luka yang sangat jelas di bagian rahang kiri dekat telinga. Bukan berarti luka itu mengurangi pesonanya, karena pada kenyataannya luka itu membuatnya terlihat semakin menarik.

Tersenyum, Larevta membalas, "Ya. Kau benar. Dari mana kau tahu?"

"Selain fakta bahwa Ivander baru saja menciummu? Karena matamu. Ivander selalu membicarakanmu dan—"

"Bisa kau menutup mulutmu?" sela Ivander datar.

"... dan aku yakin hanya gadis secantik dirimu yang bisa memiliki nama seindah itu," lanjut Kyler sambil tersenyum penuh pesona.

Larevta tertawa sementara Ivander bergumam, "Aku tidak percaya kau merayu tunanganku dengan kalimat itu."

"Jadi, apa yang sedang kalian bicarakan? Apa aku mengganggu?" tanya Larevta.

"Tidak. Kedatanganmu justru membantuku," jawab Kyler bersemangat. "Aku akan mengadakan pesta malam ini dan aku baru saja mengundangmu juga Ivander. Kalian bisa datang?"

Larevta menatap Ivander yang memberikan sebuah gelengan, lalu menatap Kyler dan mengangguk.

"Bagus. Aku akan menunggu kalian. Sampai jumpa!" seru Kyler seraya melangkah keluar dari ruangan.

Ivander menghela napas dan mengacak-acak rambutnya. "Mengapa kau tidak pernah melakukan seperti yang kukatakan?" tanya Ivander frustrasi.

Larevta tertawa. "Aku suka melihatmu seperti ini. Dan Kyler benar-benar tampan."

"Larevta—"

"Meski tentu saja kau yang paling tampan untukku," lanjut Larevta manis.

Tawa kecil Ivander tidak bisa ditahan. Gadisnya benar-benar bisa menjadi semanis anak kucing ketika ingin dan Ivander tidak memiliki daya untuk menolaknya.

"Apa yang membawamu ke sini?" tanya Ivander.

Larevta membenarkan kerah kemeja Ivander dan menjawab, "Aku hanya ingin melihatmu. Tidak boleh?"

Selama satu minggu terakhir Ivander memang sangat sibuk. Ia pergi saat matahari terbit dan baru kembali setelah matahari terbenam. Tidak banyak waktu tersisa untuk mereka. Apalagi dengan jadwal operasi yang cukup banyak dan selalu menguras habis tenaga Ivander.

"Maafkan aku. Besok aku libur. Kita bisa pergi ke mana pun kau mau," ucap Ivander.

"Benarkah?"

Anggukan meluncur mulus dari kepala Ivander. "Tentu."

"Kalau begitu kita harus datang ke pesta Kyler malam ini. Aku ingin tahu seperti apa pesta yang dihadiri para dokter," balas Larevta dengan senyum ceria.

Ivander hanya bisa menghela napas pasrah.

***

"Larevta, kau sudah selesai?"

Sambil meletakkan lipstiknya, Larevta membalas, "Sebentar lagi!"

Larevta sedang berusaha menarik ritsleting di belakang gaunnya ketika tiba-tiba pintu kamar mandinya terbuka dan menampilkan sosok tampan Ivander. Mulut Ivander terbuka, tetapi kalimat apa pun yang akan diucapkannya segera lenyap begitu matanya memandang Larevta.

Gadis di hadapannya berubah. Tubuh semampainya terbalut gaun ketat berwarna hitam, sementara rambutnya tergerai sempurna. Riasan yang menghiasi wajahnya menonjolkan kecantikan alami, dilengkapi warna merah pada bibir. Tidak ada satu pun kata yang bisa menggambarkan Larevta.

"Bisakah kau membantuku?" tanya Larevta seraya menunjukkan punggungnya yang masih terbuka.

Ivander melangkah mendekat dan Larevta menyatukan rambutnya di bahu kiri. Tangan Ivander yang menarik ritsleting gaunnya menyentuh kulit telanjang Larevta dengan lembut. Sehingga ketika gaunnya sudah tertutup sempurna, napas Larevta tersendat. Tangan kiri Ivander menyentuh pinggangnya, sementara yang kanan membelai lengannya.

Erangan Larevta terlepas ketika bibir Ivander menyentuh pangkal lehernya. Bibir itu menyapu hingga daun telinganya, di mana Ivander berbisik, "Lihatlah cermin."

Susah payah Larevta membuka mata dan pemandangan di cermin hanya membuat tubuhnya semakin bergelenyar. Ivander berdiri di belakangnya dengan wajah terkubur di lekuk lehernya. Rona merah menjalari wajah Larevta, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun selain menyerap gambar mereka berdua yang direfleksikan cermin.

"Suatu hari nanti, setelah kau menjadi milikku seutuhnya, aku akan bercinta denganmu di sini. Di depan cermin. Agar kau bisa melihat betapa menakjubkan wajahmu ketika kau terlepas di tanganku," bisik Ivander.

Napas Larevta tersekat.

Ivander melepaskan Larevta. Ketika gadis itu menatapnya dengan malu-malu, Ivander mengedipkan sebelah matanya, lalu menarik tunangannya keluar dari apartemen. 

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now