Terpatri

180 27 0
                                    

Jakarta, Januari 2018

Larevta menggantung pakaian terakhirnya di lemari bersama helaan napas panjang. Selama sesaat pikirannya berkelana, menyelami setiap kemungkinan dalam hidup barunya.

Ya, hidup barunya di kota kelahiran Genan. Kota yang memiliki Ivander di dalamnya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Pertanyaan itu menyentak Larevta. Kepalanya menoleh ke arah asal suara, pada Genan yang kini berdiri di pintu kamarnya. Pikiran terakhir yang hinggap di benaknya adalah sebuah kesalahan. Larevta tidak mungkin menjawab bahwa ia baru saja memikirkan adik Genan. Maka Larevta hanya tersenyum.

Genan melangkah mendekat, lalu bertanya, "Kau menyukai kamar barumu?"

"Tentu saja. Kau mengecat kamar ini dengan warna merah muda," jawab Larevta dengan nada antusias terbaik yang dimilikinya.

Setelah sekian lama berusaha, akhirnya Larevta bisa memalsukan segala senyum, nada suara, juga ekspresinya. Dengan itu, Genan tidak akan pernah mencurigai apa pun. Karena hal terakhir yang Larevta inginkan adalah mengecewakan Genan.

"Kamarku memiliki tempat tidur yang lebih besar," ucap Genan dengan senyum menggoda.

"Aku tidak tertarik," balas Larevta seraya berbalik menghadap lemarinya.

Tangan Genan bergerak cepat menutup pintu lemari hingga kini Larevta berdiri di hadapan cermin dengan Genan di belakangnya. Kedua tangan Genan mengurung gadis itu, sementara tubuhnya mendekat hingga mereka rapat.

Genan menundukkan kepalanya dan berbisik, "Aku yakin bisa membuatmu berubah pikiran."

Tangan Genan yang mengurung Larevta berpindah pada bahunya, lalu memutar Larevta hingga kembali menghadapnya. Dalam hitungan detik, bibir Genan mendarat di bibir Larevta. Itu adalah ciuman pertama mereka. Setelah hampir satu tahun resmi menjadi sepasang kekasih, itulah saat pertama Genan memberanikan diri mengambil satu langkah ke depan. Genan sama sekali tidak menyadari gadis dalam pelukannya sedang berusaha sekuat tenaga untuk bertahan.

Tubuh Larevta beku. Rasa takut yang begitu besar melingkupinya, tetapi ia tidak akan berkata tidak pada Genan. Setelah banyak waktu yang Genan gunakan untuk menunggunya, juga banyaknya pengertian yang Genan berikan, Larevta tidak mungkin menolak keinginan Genan. Apa pun itu, termasuk menyerahkan tubuhnya.

Namun, tetap saja, Larevta merasa takut. Tangannya terasa dingin dan napasnya terhambat. Bibirnya yang masih berada di antara bibir Genan pun mulai bergetar.

Genan yang akhirnya menyadari kebekuan Larevta, segera melepas bibirnya. Pria itu memundurkan tubuhnya dan melihat wajah pias Larevta memberikan pukulan telak bagi hatinya.

"Leaf, bernapas. Kau mendengarku? Tarik napas. Aku tidak akan melakukan apa pun yang tidak kau inginkan. Kau dengar aku? Aku tidak akan pernah menyakitimu," ucap Genan seraya mengusap pipi pucat Larevta.

Selama sesaat mereka terdiam. Menunggu napas Larevta yang perlahan mulai normal.

"Maafkan aku...." bisik Larevta. Setetes air mata mengalir dan gadis itu mengubur wajahnya pada dada bidang Genan.

"Tidak apa-apa, Leaf. Aku akan tetap menunggumu. Aku tidak peduli berapa lama, aku bahkan tidak peduli jika aku harus menunggumu seumur hidup. Karena aku mencintaimu. Kau dengar aku? Aku mencintaimu dan aku akan melindungimu," ucap Genan seraya membelai rambut Larevta.

Kalimat terakhir Genan membawa Larevta semakin dalam pada tangisnya. Bagaimana bisa Larevta tidak mencintai Genan? Setelah segala hal yang diberikan pria itu, mengapa ia tidak mampu? Larevta sungguh tidak pantas bersanding dengan pria sebaik Genan, tetapi ia adalah gadis egois karena ia tidak sanggup melepas Genan. Larevta membutuhkan rasa aman yang ditawarkan Genan. Tanpa sadar, ia sudah menggantungkan seluruh hidupnya pada Genan. Dan itulah tepatnya yang menjadi perdebatan tak berkesudahan dalam hatinya.

"Leaf, semua akan baik-baik saja. Aku akan menjagamu. Aku tidak akan pernah melepasmu," tambah Genan.

Lagi-lagi, kalimat terakhir Genan mengendap dalam pikiran Larevta. Tidak akan pernah melepaskan. Kalimat itu membuat Larevta menyadari bahwa seluruh hidupnya sudah terpatri. Ia akan menghabiskan sisa waktunya dengan Genan. Larevta akan menjadi milik Genan selamanya.

Perlahan, Larevta melepas pelukannya. Membiarkan Genan menghapus air matanya, kemudian gadis itu berjinjit dan menyentuhkan bibirnya pada bibir Genan.

Genan tersentak mundur, sementara tangannya menggantikan tempat di mana bibirnya baru saja berada.

Genan menatap kedua mata Larevta yang tertutup sempurna diiringi napas yang berkejaran. Senyum Genan terulas, lalu dengan lembut ia memberikan satu kecupan ringan di bibir Larevta. Pada bibir itu juga, ia mengucapkan pengakuan yang belum pernah dibalas dengan pengakuan yang sama satu kali pun.

"Aku mencintaimu."

***

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now