Kekacauan

173 26 1
                                    

Beberapa jam kemudian, ponsel Emily berdering. Tanpa prasangka wanita itu menjawab teleponnya karena nama adiknya terpampang di layar.

"Halo?"

"Bukankah sudah kukatakan padamu jangan biarkan Ivander bertemu dengan Larevta! Mengapa kau tidak mendengarkanku, Ems? Semuanya semakin kacau!" seru Kyler dari ujung sambungan.

Mengerutkan kening, Emily merasa semakin waswas. "Apa yang terjadi, Kyler?"

"Sahabatku yang tidak punya otak ini berusaha membunuh dirinya lagi! Aku tidak tahu sudah berapa banyak minuman yang ditenggaknya ketika aku sampai di rumahnya. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku tidak datang ke rumahnya hari ini," sahut Kyler gusar.

"Ky...."

"Astaga, apa yang terjadi?!" seru suara wanita.

Emily mengerutkan kening.

"Ivander! Apa yang kau lakukan? Ivander!" Suara wanita itu kembali terdengar.

Kali ini Kyler. "Hentikan, Daelan! Berhenti bersikap bodoh! Tingkah lakumu ini benar-benar konyol. Apa yang salah denganmu? Hei! Berhenti!"

"Ky, jangan—" Emily memulai, tetapi terlambat, karena Kyler sudah mengucapkannya. Seperti biasa, mulut adiknya itu tidak bisa ditutup.

"Demi Tuhan, Daelan! Dia hanya seorang gadis! Kau bisa mendapatkan penggantinya! Jika dia tidak mau kembali padamu, maka kau hanya harus membiarkannya! Apa yang kau pikirkan dengan otak bodohmu itu? Hanya karena seorang gadis kau menyia-nyiakan hidupmu? Sadarlah! Gadis itu tidak sebanding dengan seluruh kekacauan ini! Gadis itu tidak berharga!"

Detik berikutnya suara hantaman terdengar. Ponsel terlepas. Selama sesaat hanya ada seruan dan suara-suara lain yang membuat Emily cemas, hingga akhirnya suara wanita yang tadi didengarnya bicara.

"Halo? Aku Avera. Apa kau teman mereka? Aku mohon cepatlah datang. Mereka saling memukul dan aku tidak bisa memisahkannya," ucapnya panik.

"Aku akan segera ke sana," balas Emily.

***

Avera menurunkan ponsel dari telinganya dan berdiri sejauh mungkin dari dua pria yang sedang bergulat di ruang tamu itu. Yang satu terus menyerang sementara yang lain hanya berusaha menghindar.

"Kau tidak mengerti! Hanya Larevta satu-satunya yang kumiliki! Hanya dia yang tersisa dalam hidupku!" teriak Ivander. Tinjunya melayang dan hanya menembus angin. Kyler bisa menghindar meski jaraknya cukup mengkhawatirkan.

"Aku tidak bisa hidup tanpanya dan dia tidak bisa hidup bersamaku! Apa yang harus kulakukan? Dia memintaku untuk melepasnya! Bagaimana mungkin aku melakukan itu?!"

Teriakan-teriakan Ivander sungguh jujur dan menyakitkan untuk didengar. Terlebih untuk Avera. Tidak disangkanya sama sekali, kunjungannya yang bertujuan untuk memberikan kejutan justru berakhir dengan melihat sepupunya terpuruk. Kali terakhir Larevta bicara dengan Ivander adalah beberapa hari lalu, ketika Ivander memberitahunya tentang kehamilan Larevta. Suaranya begitu bahagia sehingga Avera langsung mengatur jadwalnya agar bisa segera bertemu Ivander. Namun, kini....

Entah berapa lama kemudian, Larevta masuk ke dalam rumah diikuti seorang wanita dengan rambut dikucir ke belakang. Ivander sudah selesai meneriakkan isi hatinya dan kini tergeletak dengan luka memenuhi wajah. Avera harus menyaksikan tanpa daya ketika lawan Ivander mulai membalas dan sepupunya itu tidak bisa menghindari.

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now