Sebatas Impian

188 23 1
                                    

Tak lama pintu terbuka, menampilkan Ivander yang terlihat berantakan. Matanya kehilangan cahaya, bibirnya melengkung ke bawah, dan jelas ia harus bercukur.

Mereka terus bertatapan dalam diam. Membuat Larevta bertanya-tanya kalimat apa yang akan keluar dari mulut Ivander dengan kedatangannya yang tiba-tiba ini. Namun, Ivander tetap diam. Ia justru membuka pintu apartemennya lebih lebar dan memberi jalan bagi Larevta untuk masuk.

Larevta menghentikan langkahnya begitu melihat keadaan apartemen Ivander yang terlihat seperti baru saja diterjang tornado. Pakaian kotor, bantal sofa, bahkan kotak-kotak bekas makanan cepat saji menumpuk dan berbaur menjadi satu di ruang tamu.

Tanpa kata, Larevta meletakkan tasnya dan mulai membenahi segala barang yang terserak. Gadis itu menjelajahi setiap sudut apartemen, meletakkan setiap barang pada tempatnya, dengan sepasang mata gelap yang terus mengikuti gerakannya.

Setelah selesai, Larevta menghela napas lega. Ia berbalik menatap Ivander yang masih berdiri di tempatnya semula. Menjadi patung rupawan berwajah pucat.

"Kau sudah makan?" tanya Larevta.

Ivander mengangguk, lalu menggeleng. Membuat Larevta mengerutkan kening.

"Aku tidak ingat," jawab Ivander akhirnya. Suaranya parau.

"Ingin aku buatkan sesuatu?" Larevta menawarkan seraya berjalan menuju dapur.

Ivander menghentikan Larevta dengan sebuah gelengan. Kali ini gadis itu tidak bisa menahannya lagi. Berada begitu dekat dengan Ivander sementara kondisi pria itu begitu mengkhawatirkan akhirnya menghancurkan pertahanan Larevta. Kakinya melangkah mendekat dan kedua tangannya terulur, membawa Ivander ke dalam pelukannya.

Satu helaan napas terlepas dan Ivander membalas pelukan Larevta. Rasanya begitu menenangkan. Berada dalam pelukan Larevta mematikan segala pemutaran gambar buruk yang sudah menghantui Ivander selama satu minggu. Untukkali pertama sejak melihat ayahnya membunuh ibunya, Ivander bisa bernapas.

Ivander tidak menangis, tetapi ia tidak juga bergerak. Hanya terus memeluk Larevta bersama sunyi yang menenangkan.

"Ivander ... kau baik-baik saja?" bisik Larevta cemas.

Ivander mengeratkan pelukannya dan membalas, "Ya. Sekarang aku baik-baik saja."

Jawaban itu membuat Larevta mengubur wajahnya di dada Ivander.

Aku ingin menghentikan waktu. Berada selamanya dalam pelukanmu.... Memastikan kau bahagia dan baik-baik saja. Membuatmu tersenyum.... Hati Larevta berbisik sedih.

Entah berapa lama mereka terus membisu dengan tubuh yang menyatu, hingga akhirnya Larevta berusaha melepas pelukannya. Namun, Ivander menolak.

Dengan nada yang begitu lirih, Ivander berkata, "Jangan pergi. Untuk satu malam ini saja. Tinggal bersamaku. Jangan pergi."

Larevta dirundung ragu. Hatinya bimbang. Ia ingin tinggal dan menghibur Ivander, tetapi ia tidak bisa. Satu nama terukir jelas di benaknya: Genan. Benar, Larevta tidak bisa melakukannya pada Genan.

"Aku mohon, Larevta. Hanya satu malam. Biarkan aku memilikimu malam ini. Aku berjanji tidak akan melakukan apa pun. Aku tidak akan membuatmu mengkhianati Genan. Kita tidak akan mengkhianati Genan. Aku hanya ingin bersamamu. Aku ingin melupakan gambar mengerikan dalam kepalaku yang terus hadir tanpa henti. Aku mohon. Jangan pergi."

Melihat kesungguhan yang begitu besar dalam wajah Ivander membuat Larevta menyerah. Mereka tidak akan melakukan apa pun. Larevta hanya akan menemani Ivander dan memastikan pria itu beristirahat dengan tenang malam ini. Setelah itu, ia akan pergi dan melupakan malam ini pernah ada.

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now