Sekarang dan Masa Lalu

198 23 0
                                    

Denver, Juli 2019

Ivander membuka lemari es dan sedetik kemudian melempar tatapan pasrah pada istrinya yang sedang memotong wortel.

"Larevta, ada apa dengan seluruh bubuk kopi ini?" tuntut Ivander seraya menunjukkan salah satu dari sekian banyak mangkuk kecil yang kini menghuni lemari es dua pintunya.

"Beberapa hari ini aku sangat suka harum kopi," jawab Larevta tenang.

Ivander menutup pintu lemari es dan menghampiri istrinya. Memeluknya dari belakang, lalu menghirup aroma manis yang menguar dari tubuh gadis itu. Tak peduli seberapa sering Ivander melakukannya, ia masih dihinggapi perasaan tidak percaya bahwa gadis itu kini telah menjadi istrinya. Larevta Daelan. Miliknya.

"Jangan menggodaku, Ivander. Aku sedang memasak makan malam untukmu dan tiga naga peliharaan di dalam perutmu," tukas Larevta seraya melepas pelukan Ivander.

"Naga?" balas Ivander. "Aku tidak memelihara naga. Hanya satu orang di dunia ini yang kutahu sangat ingin memelihara naga dan orang itu bukan aku."

Larevta beranjak untuk membuka lemari es dan aroma kopi yang khas menguar di udara, membuat Ivander kembali mengernyitkan hidungnya.

"Aku tidak tahu mengapa kau begitu memuja kopi. Kau beruntung aku mencintaimu, kalau tidak aku pasti sudah membuang seluruh kopi yang ada di dapur ini," kata Ivander dengan nada menggerutu di akhir kalimat.

Larevta tertawa. Namun, seluruh tubuhnya mendadak lemas ketika sebuah kalimat terngiang di dalam benaknya.

Aku tidak suka kopi yang begitu kau puja, tetapi aku mencintaimu....

"Larevta? Ada apa? Kau sakit?" tanya Ivander khawatir. Kedua tangannya menyangga tubuh Larevta yang hampir jatuh ke lantai.

"Aku—"

Ucapan Larevta terputus ketika sebuah kalimat lain menyusul.

Maukah kau menjadi milikku?

Pandangan Larevta yang kabur mulai terfokus dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah cemas Ivander. Kedua tangan Ivander yang menyangganya kini beralih membopongnya. Dengan mudah pria itu membawa Larevta ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.

"Kau terlalu lelah. Mengapa kau tidak beristirahat?" ucap Ivander cemas.

Larevta mencebikkan bibir. "Mengurusmu sama sekali tidak melelahkan. Aku suka menjadi ibu rumah tangga."

Mendengar itu Ivander tidak bisa menahan senyum. Hidup mereka selama dua bulan terakhir sangat membahagiakan, meski tidak banyak yang berubah. Ivander selalu sibuk dengan pekerjaannya, sementara Larevta masih berusaha menemukan hal yang benar-benar ia sukai untuk ditekuni.

"Ivander, aku baik-baik saja. Kemarilah, akan kutunjukan sesuatu," ujar Larevta seraya mengulurkan tangannya.

Ivander mendekat dan tangan Larevta otomatis melingkari lehernya. Bibir Larevta menyambut bibir Ivander dengan kehangatan yang manis dan tanpa daya pria itu pun menyerah. Memeluk tubuh Larevta, Ivander membiarkan hasratnya mengambil alih.

***

Larevta terbangun karena rasa mual yang menderanya.

Tergesa, ia bangun dari tempat tidur—setelah menyikut perut Ivander dalam prosesnya—dan tersungkur di depan toilet. Setelah memuntahkan apa pun yang masih ada di perutnya, Larevta bersandar pada Ivander yang sudah berada di belakangnya dan memegangi rambutnya.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang," ucap pria itu seraya membantu Larevta berdiri dan membersihkan mulutnya di wastafel.

Ketika Larevta membuka mulut untuk protes, Ivander menyela, "Tidak boleh membantahku. Aku sudah jatuh dalam rayuanmu semalam. Astaga, Larevta, apa yang kupikirkan? Kau sedang sakit dan aku—"

Larevta menarik kedua pipi Ivander dan berkata, "Aku akan pergi ke rumah sakit denganmu. Berhenti memarahiku."

Gadis itu sudah bersiap untuk melangkah, ketika tiba-tiba sesuatu melintasi pikirannya.

Mestruasinya terlambat.

Mengabaikan pertanyaan suaminya, Larevta bergegas mengambil ponsel, lalu membuka fitur kalender. Periode terakhirnya datang satu minggu sebelum pernikahan. Dan setelah itu....

Larevta menyentuh perutnya yang tidak menunjukkan perubahan apa pun. Jika perhitungannya benar, maka kehidupan baru dalam tubuhnya itu sudah tumbuh tanpa disadarinya.

"Ivander, kita harus pergi ke dokter kandungan sekarang," bisik Larevta lirih. "Aku rasa ... aku hamil."

Ivander meletakkan tangannya di atas tangan Larevta. Ekspresinya tidak terbaca.

"Aku tidak yakin, tetapi sepertinya jadwal menstruasiku terlambat," lanjut Larevta.

Satu jam kemudian, Larevta dan Ivander sudah sampai di rumah sakit. Di ruang praktik dokter kandungan, tepatnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Kyler. Sialnya, tidak ada dokter lain selain Kyler pagi itu. Sontak Ivander menolak, meminta Larevta untuk pergi mencari rumah sakit lain.

Kyler yang melihat kepanikan Ivander tertawa terbahak-bahak hingga sudut-sudut matanya berair. Tidak pernah disangkanya akan datang hari di mana Ivander bersikap sekonyol itu. Ivander yang datar dan tertutup sudah menguap entah ke mana.

"Aku benar-benar tidak sabar bertemu dengan calon keponakanku. Larevta, karena aku adalah dokter pertama yang memeriksa kandunganmu, maka sampai bayi ini lahir kau akan terus terikat bersamaku." Kyler berkata dengan riang.

"Terus katakan itu dan kau akan berkeliaran di rumah sakit ini menggunakan kursi roda," ancam Ivander.

Ivander bukannya bersikap tidak masuk akal. Jika dokter lain yang mengurus Larevta, meskipun berjenis kelamin pria, Ivander tidak akan keberatan. Namun, Kyler? Sangat sulit memercayakan apa pun pada sahabatnya yang terlalu santai itu. Dan Ivander tidak suka dengan pemikiran Larevta berada dalam bahaya, sekecil apa pun.

"Aku hanya bercanda. Aku tidak pernah main-main dengan pasienku. Kau tahu itu," ucap Kyler.

Ivander menghela napas. "Aku tahu. Hanya saja segala hal yang berhubungan dengan Larevta selalu membuatku bersikap tidak masuk akal."

Larevta menjentikkan jarinya. "Berhenti bicara seakan aku tidak ada di sini," omelnya.

Suster menarik selimut hingga pinggul Larevta, lalu menyingkap blus yang dipakainya dan menampilkan perutnya.

Kyler meratakan gel di atas perut Larevta, kemudian mendekatkan alat USG dan keheningan merayap setelahnya. Ivander berdiri di sisi Larevta seraya menggenggam tangannya, sementara setiap pasang mata menatap ke arah monitor dengan konsentrasi penuh.

"Ah, itu dia." Kyler bergumam antusias.

Larevta masih tidak bisa melihat janinnya, tetapi perubahan genggaman Ivander yang mengerat membuat Larevta tahu suaminya bisa melihat apa pun yang ada di monitor gelap itu.

"Selamat, Larevta. Lihat, itu dia Daelan Junior. Usianya sekitar tujuh minggu," ucap Kyler. Lalu ia melanjutkan, "Dalam waktu empat bulan, kita akan mengetahui jenis kelaminnya."

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now