Ingatan Pertama

227 24 0
                                    

Denver, September 2016

Larevta terlambat.

Bersama kakinya yang berlari menyusuri blok terakhir menuju rumah, Larevta tidak henti memaki dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Bagaimana bisa ia melupakan waktu? Mengapa pula ia merespons pria yang menghampirinya di taman tadi dan kini membuat dirinya sendiri berada dalam masalah?

Lima meter menuju pintu depan rumah, Larevta menghentikan langkah dan mengatur napas. Setelah yakin dirinya tidak mengeluarkan suara terengah lagi, ia masuk ke dalam rumah. Bau alkohol tercium di udara, bercampur dengan bau tidak sedap dari sisa makanan juga pakaian kotor. Larevta mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan berjalan mengendap menuju kamarnya. Namun, baru satu langkah, sebuah tangan menarik rambutnya dan mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

"Gadis sialan! Kau berniat pergi diam-diam setelah menelantarkanku seharian?" teriak Zach.

Larevta beringsut menuju sudut dan memeluk lututnya, bersiap menerima pukulan seperti yang sudah sering didapatnya selama tiga tahun terakhir. Pamannya berdiri dengan sebotol bir di genggaman, sepenuhnya mengintimidasi.

Larevta sudah belajar dari pengalamannya bahwa tidak ada gunanya mencoba membela diri, apalagi melawan. Pada akhirnya, semua itu hanya membuat pamannya semakin kalap dan memukuli Larevta semakin keras. Karenanya, ia memilih diam. Menahan setiap jerit dan tangisnya hingga pamannya selesai melampiaskan amarah.

Zach tertawa menggelegar melihat kebisuan Larevta. Tangannya tidak jadi terayun.

"Kau beruntung aku sedang dalam suasana hati yang baik hari ini. Cepat ganti bajumu dan pergi bekerja!" hardikZach. Ia berbalik, setelah memercikkan bir ke arah Larevta sebelumnya.

Hanya tinggal dua bulan lagi, batin Larevta.

Ya, Larevta hanya harus bertahan selama dua bulan dan ia bisa pergi. Setelah ulang tahunnya yang ke-21, Larevta bisa mengakses uang yang ditinggalkan orangtuanya dan ia akan pergi sejauh mungkin dari pamannya yang tidak waras.

Orangtua Larevta meninggal dalam kecelakaan mobil tiga tahun lalu. Meninggalkan Larevta dengan surat wasiat yang mengatakan bahwa seluruh harta kekayaan orangtuanya akan diberikan kepada Larevta saat usianya mencapai 21 tahun dan sebelum itu, Larevta harus berada dalam asuhan pamannya. Sungguh, Larevta tidak menyalahkan pilihan orangtuanya yang membuatnya tinggal dengan Zach. Orangtuanya tidak mungkin tahu Zach akan berubah menjadi pecandu minuman beralkohol beberapa bulan setelah pemakaman mereka.

Namun, Larevta tidak bisa menahan hatinya untuk membuat sebuah pengandaian. Seandainya saja orangtuanya masih ada. Seandainya saja Zach tidak berubah menjadi orang yang mengerikan. Pun seandainya Larevta ikut dalam mobil yang menewaskan orangtuanya itu.

Ya, Larevta sering berharap seperti itu. Di hari-hari terburuknya, saat Zach lepas kontrol hingga membuat Larevta tidak bisa bergerak dengan lebam-lebam memenuhi tubuhnya, gadis itu merasa lebih baik mati. Puncaknya, tiga bulan yang lalu, Zach memaksa Larevta untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah kelab malam yang dimiliki oleh temannya. Demi menyambung hidup, tentu saja. Dengan pola minum Zach yang bisa dikatakan 24 jam sehari, uang bulanan yang dijatah untuk Larevta tidak mencukupi. Terlebih Larevta masih kuliah. Maka tidak ada jalan lain selain menuruti permintaan Zach itu.

Meskipun pakaian minimnya sering kali menjadikan Larevta korban dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab, setidaknya ia hanya menjadi pelayan. Larevta masih memiliki tempat untuk pulang dan tidak harus mengeksploitasi tubuhnya dengan cara memalukan. Harga dirinya terselamatkan dan ia masih sanggup menanggungnya.

Memories of Love (Unbroken #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang