Menghadapi Monster

189 28 0
                                    

"Kau masih hidup rupanya."

Itulah kalimat sapaan pertama yang diberikan Zach Graham kepada Larevta. Setelah itu ia duduk di hadapan Larevta dengan sebuah kaca yang menjadi pemisah.

"Pria itu suamimu, bukan? Ia berhasil menyelamatkanmu. Seharusnya kau lihat ekspresinya hari itu. Ia benar-benar kehilangan akalnya karena melihatmu terluka," ucap Zach dengan seringai di wajahnya.

Larevta melihat sayatan mengerikan yang terpatri di wajah pamannya. Hasil dari amarah yang terpendam dalam hatinya selama tiga tahun. Lihat, betapa mengerikan efek yang dibawa oleh amarah itu. Larevta menyesal sudah melakukannya. Karena dengan melakukan itu, apa yang didapatnya? Hanya dendam yang terus menyambung dan akan terus meminta balasan. Tidak membawanya ke mana pun.

"Kau tahu, ini aneh. Namun, aku lega melihatmu hidup."

Penyataan itu membuat Larevta bertanya, "Mengapa?"

Zach tersenyum. "Karena dengan begitu kau akan terus merasakan siksaan sang waktu sepanjang hidupmu. Kehilangan.... Kau kehilangan bayimu, bukan? Rasa itu adalah satu-satunya rasa yang menghancurkan. Dan kau tidak akan pernah utuh lagi."

Nanar, Larevta memandang pamannya yang tetap saja begitu kejam. Namun, kedatangan Larevta hari ini adalah untuk menuntut jawaban. Lalu memaafkan, jika memungkinkan.

"Mengapa kau begitu membenciku?" tanya Larevta.

Ekspresi Zach mengeras.

"Karena kau mengingatkanku pada Macey. Karena kau membuatku terus bertanya-tanya, jika kalian begitu serupa, mengapa bukan kau yang mati? Mengapa harus Macey-ku?"

Napas Larevta tersekat. "Hanya itu? Kau menghancurkan hidupmu dan hidupku, hanya karena satu alasan bodoh itu?" seru Larevta tertahan.

Tanpa diduga Zach tertawa. "Kau menganggapnya sebagai alasan bodoh, tetapi tunggulah hingga kau merasakannya sendiri. Rasa kehilangan itu. Waktu akan melipat gandakan rasa sakitnya dan kau akan mengerti."

Larevta memejamkan mata. Seluruh penderitaan juga pertanyaan yang membayangi setiap langkahnya ... hanya itu alasannya? Hanya itu jawabnya?

Serta-merta Larevta bangkit berdiri. Dengan lemah ia berkata, "Aku merasa kasihan padamu. Kau menyia-nyiakan hidupmu hanya untuk sesuatu yang tidak berharga. Kau membuang hidupmu hanya karena kau tidak mampu menanggungnya. Namun, aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan menjadi sepertimu. Semoga kau menemukan kedamaianmu, Paman. Selamat tinggal."

Dan Larevta pergi. Dengan hati yang tak lagi marah, apalagi menyimpan dendam. Ia sudah merelakannya. Ia berhasil memaafkan. Membiarkan salah satu bab dalam hidupnya tertutup tanpa pernah ia buka lagi.

***

Larevta berjalan menyusuri trotoar dengan rasa sepi yang kembali menghantui. Tidak pernah ia sangka hatinya akan terasa ... kosong. Ia merasa lebih tersesat dibanding ketika hilang ingatan dulu.

Menghela napas, Larevta membuka pintu dan Emily juga Kyler yang sedang saling melempar topping pizzamenyambutnya.

"Larevta! Cepat ke sini. Bantu aku mengalahkan pria tidak berotak ini!" seru Emily dengan wajah semringah. Satu potongan paprika tersangkut di rambutnya.

Kyler menyela, "Kau akan membantuku, bukan? Aku adalah pria paling memesona di muka bumi ini. Mustahil kau akan menolakku."

Tersenyum, Larevta ikut duduk dan mengambil sepotong pizza. Menjawab pertanyaan kakak-beradik di hadapannya, Larevta berkata, "Aku lapar."

Namun, tidak lama, tetes demi tetes air mata mengaliri wajah Larevta. Menangisi pilihan yang sudah dibuatnya tiga tahun lalu. Menangisi akhir kisahnya dengan Genan, yang membuatnya semakin terpuruk karena hingga akhir pun, Larevta masih tidak mampu mencintai pria itu. Juga menangisi kehampaan dalam hatinya, yang tidak pernah berhenti menjeritkan nama Ivander.

Tangisan Larevta semakin hebat hingga tubuhnya bergetar. Emily langsung memeluknya.

"Aku akan baik-baik saja. Aku hanya ... akan menangis... satu kali ini saja. Setelah ini ... aku akan baik-baik saja...." isak Larevta.

Ucapannya itu adalah sebuah janji. Larevta berjanji pada hatinya yang sudah memaafkan juga merelakan, bahwa ia akan berjuang untuk kebahagiaannya. Seperti yang selalu diinginkan Genan. Membawa Larevta pada hidup barunya yang benar-benar tercipta atas kehendaknya. Menerakan warna baru, meski tanpa Ivander di dalamnya.

***

Memories of Love (Unbroken #3)Where stories live. Discover now