Epilog

472 36 6
                                    

Jakarta, Desember 2019

Suasana pemakaman umum siang itu sangat sepi. Cahaya mentari yang bersinar terik mengiringi langkah kaki Larevta dan Ivander menuju satu makam yang baru berumur satu tahun.

Makam milik Genan.

Bersimpuh, Larevta meletakkan bunga yang dibawanya. Tangannya menyusuri batu berukir yang menerakan satu nama: Genandra Daelan. Nama pria yang telah menjadi penyelamat Larevta. Nama pria yang mencintainya tanpa syarat. Juga nama pria yang selamanya akan menempati tempat istimewa di hatinya.

"Aku datang, Genan," sapa Larevta lirih.

Menarik napas, Larevta melanjutkan, "Maafkan aku atas segala hal yang tidak bisa kulakukan. Dan ... terima kasih. Terima kasih karena sudah memberiku cintamu. Aku tidak pantas mendapatkannya, tetapi aku bahagia karena pernah memilikinya. Aku harap kau bahagia juga, Genan. Aku harap kau bahagia, karena aku sudah bahagia sekarang."

Sementara itu, Ivander tidak mengatakan apa pun. Hanya merangkul Larevta dan menunggu hingga Larevta selesai. Setelah itu mereka melangkah pergi, tanpa menyadari selembar foto yang Larevta selipkan di dalam buket bunganya terbang terbawa angin.

Foto padang ilalang yang Genan janjikan akan selalu mereka datangi kapan pun Larevta mau. Di baliknya, tertulis:Terima kasih karena sudah mencintaiku. Aku akan selalu bersamamu, di padang ilalang itu.

"Ke mana kita akan pergi?" tanya Larevta begitu Ivander melajukan mobilnya meninggalkan pemakaman.

"Ke tempat di mana kita akan bahagia," jawab Ivander ringan.

Larevta tertawa dan sisa perjalanan itu mereka nikmati bersama.

***

Los Angeles, Maret 2020

Halaman belakang rumah itu terisi canda tawa ketika sang pemilik rumah melangkah keluar. Tak percaya dengan penglihatannya, Avera menoleh pada suaminya.

"Apa yang sudah kau lakukan?" tanya Avera.

"Aku membawa semua orang untuk merayakan kehamilanmu," jawab Cal lugas. Sontak kor menggoda terdengar.

Wajah Avera memerah dan Cal menciumnya.

Dari balik kamera, Larevta tersenyum. Tangannya terus menekan tombol. Lalu lensanya beralih pada Jill dan Daniel yang sedang menggendong anak perempuan mereka. Suara perdebatan membawa Larevta kembali menggeser fokusnya hingga mengabadikan Hester dan Dareson dalam satu frame. Pasangan itu akan menikah dalam waktu dekat dan Hester meminta bantuan khusus untuk sebuah sesi foto pribadi. Meski tidak yakin dengan permintaan Hester yang diiringi senyum mencurigakan itu, Larevta menyanggupi.

Selanjutnya, Larevta memotret kakak Hester—Javier—dengan keluarga kecilnya. Anak laki-lakinya sudah berusia hampir dua tahun dan istrinya tengah mengandung besar. Larevta benar-benar ingin bertanya bagaimana mereka bisa pergi menyeberangi samudera dengan perut sebesar itu.

Sienna dan Patricia yang sibuk menggoda Avera menjadi sasaran selanjutnya. Larevta tersenyum, kembali mengabadikan gambar dengan benak berlari pada Genan.

Kau harus melihat ini, Genan. Mereka bahagia dan aku bahagia, batin Larevta.

Tiba-tiba dada bidang yang terbalut kemeja hitam menghalangi lensa kamera Larevta. Kemudian sebuah bibir meninggalkan kecupan basah di sana. Membuat Larevta memekik kesal dan segera menurunkan kameranya.

"Aku tidak percaya kau melakukan ini pada kameraku! Lagi!" seru Larevta tanpa sadar.

Seluruh perhatian mengarah pada mereka, tetapi Larevta tidak menyadarinya. Ia mengerucutkan bibir dengan ekspresi kesal. Ivander mengerutkan kening. Sudah beberapa waktu belakangan ini, Larevta mudah marah padanya. Menarik kedua pipi Larevta, Ivander membawa istrinya itu untuk menatapnya.

"Kau selalu marah padaku belakangan ini. Apa yang sudah kulakukan?" tanya Ivander.

Larevta menggigit bibirnya. Mengingat benda berwarna putih yang diberikan Avera tadi pagi. Benda yang menunjukkan dua garis. Haruskah Larevta memberitahu Ivander saat ini?

Namun, belum sempat Larevta berkata apa pun, Avera sudah berseru memanggil Ivander dan melemparkan bendayang baru saja dipikirkan oleh Larevta.

Ivander menatapnya dengan bingung. Lalu sebuah pemahaman hadir dalam benaknya bersamaan dengan seruan seluruh keluarganya.

"Kau akan menjadi ayah!"

"Selamat, Ivander!"

"Aku ikut bahagia untukmu...."

Ivander tersenyum lebar dan memeluk Larevta. Mengabaikan seruan Larevta yang meminta untuk menurunkannya, Ivander tetap bertahan dalam posisinya.

"Terima kasih, Larevta. Aku mencintaimu...." bisik Ivander sepenuh hati.

Larevta tersenyum. "Kali ini kita akan menjaganya dengan baik," ucap Larevta sungguh-sungguh.

"Aku akan menjaganya dengan hidupku." Ivander berjanji.

Momen mereka terpecahkan oleh seruan-seruan lain. Tertawa, Ivander melepaskan Larevta dan membiarkan para sepupunya memberikan pelukan juga ucapan selamat.

"Kali ini warna kamarnya akan benar-benar hijau, Larevta!" Ivander beseru penuh keyakinan.

Larevta tertawa dan mengirimkan ciuman jauh untuk Ivander.

Sisa hari itu mereka habiskan dengan tawa bahagia. Menyembuhkan setiap hati yang terluka. Merekatkan kembali jiwa-jiwa yang patah. Menyempurnakan hidup penuh cinta yang berhasil mereka dapatkan.

TAMAT

Memories of Love (Unbroken #3)Onde histórias criam vida. Descubra agora