💌۲

531 94 32
                                    

Khairin hendak menemui Layla di sekolah, untuk menanyakan siapa pengirim surat itu. Bahkan, ia rela berangkat lebih awal, supaya tidak tertinggal jejak Layla. Halaman sekolah pagi ini terlihat masih sepi. Khairin melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan, menunjukkan pukul 06.15. Artinya, kegiatan belajar masih 45 menit lagi.

Hampir 20 menit berdiri di samping gerbang sekolah, membuat kaki Khairin pegal. Sampai saat ini Layla juga belum kelihatan batang hidungnya. Tidak mungkin jika Layla sudah masuk kelas. Khairin benar-benar teliti melihat satu persatu santri yang lewat.

Ketika hendak pergi dari tempat itu karena lelah menunggu, justru Khairin melihat Layla di jarak yang lumayan jauh sedang berbincang dengan seorang santri putra. Khairin menyipitkan mata, ingin mengetahui siapa lelaki itu. Ia curiga jika lelaki itu ada hubungannya dengan surat yang kemarin ia terima.

Beberapa menit usai bercakap-cakap, Layla berjalan ke arahnya dengan santai. Khairin langsung mengalihkan pandangannya sejenak. Saat Layla mulai dekat, Khairin langsung mencegat dan mencekal tangan Layla. Ini lebih seperti orang yang sedang menangkap maling.

"Eh! Khairin. Ada apa, ya?" tanya Layla dengan kebingungan, melirik tangannya yang dicekal secara tiba-tiba.

Perlahan Khairin melepaskan tangan Layla yang terlihat kesakitan. Padahal hanya dicekal secara pelan. Ini Layla yang terlalu lebay atau Khairin yang kejam?

"Sorry!" Walau pun begitu, Khairin tidak lupa untuk minta maaf. "Kamu abis ngobrol sama siapa tadi di sana?" Dagu Kharin menunjuk ke arah tempat tadi.

Otomatis Layla pun mengikuti arahannya. "Oh. Tadi itu saudara aku, Rin. Kenapa, ya?"

"Kemarin kamu ngasih surat ke aku, kamu inget, 'kan?"

Layla mengangguk dengan berkata, "Iya."

"Itu suratnya dari siapa?" Khairin tidak punya waktu lagi untuk basa-basi. Mengingat kegiatan belajar akan dimulai beberapa menit lagi.

"Ee-emh ...."

Layla terlihat berpikir sebelum menjawab. Seperti berat sekali rasanya jika memberitahu pengirimnya kepada Khairin.

"Siapa, Lay?" Sementara Khairin sangat tidak sabaran. Memanggil Layla dengan kata "Lay", Khairin jadi ingat lagu lay lay lay lay lay lay panggil aku si Jablay. Aduh, otak Khairin tidak beres. Harusnya ia bisa fokus ke Layla saat ini.

"Jangan-jangan orang yang tadi, ya?"

"Bu-bukan."

Aneh. Jika memang bukan, mengapa jawabnya tergagap, membuat Khairin semakin curiga.

"Boong itu dosa tau."

"Beneran, Rin!" ujar Layla sungguh-sungguh. "Aku juga gak dibolehin buat ngasih tau kamu."

"Ish! kok, gitu?" desis Khairin sebal. "Kamu bisa ngasih tau aku tanpa dia tau. Asal kamu jangan ember aja, sih."

"Tapi ...."

Melihat Layla yang banyak berpikir, membuat Khairin geregetan.

"Layla, kayaknya kamu tau ... kalo membuat orang penasaran itu dosa, lho. Emang kamu mau dapat dosa hanya karena itu?" Khairin mulai memancing dengan cara yang panas, "Gak elite banget, 'kan?"

"Emh ...."

Meskipun sudah diancam, Khairin melihat raut wajah Layla masih penuh pertimbangan untuk memberitahu pengirim suratnya.

"Gimana kalo aku kasih petunjuk aja?" putus Layla pada akhirnya.

"Eee ... boleh, sih."

Khairin tidak sabar mendengarkan petunjuk dari Layla. Mungkin dari petunjuk itu nanti Khairin bisa menemukan siapa pengirimnya.

TERUNTUK KHAIRIN ✔Where stories live. Discover now