💌۱۲

119 40 16
                                    

Keeseokan hari. Setelah kejadian perdebatan antara Khairin, Inara, dan Najma, paginya hubungan mereka kembali menjadi baik. Memang benar adanya, mereka tidak bisa diam-diaman dalam waktu yang lama. Berteman selama setahun lebih ini membuat mereka paham akan sifat masing-masing.

Ketika berangkat sekolah tadi pun sudah tertawa, bercanda bersama. Khairin sendiri sengaja tidak membahas tentang Aqlan terlebih dahulu, supaya tidak memancing perdebatan lagi. Kalau debat mulu, capek juga. Mending tenaganya dimanfaatkan untuk yang lainnya, 'kan?

"Nanti ada setor hadalan hadis, nggak, sih?" tanya Inara, lebih ke memastikan apakah itu benar atau tidak.

Najma menjawab, "Iya."

Berbeda lagi dengan respon Khairin. "Eh, yang bener?" Justru ia terkejut, sepertinya lupa dengan jadwal.

Serentak Najma dan Inara mengangguk.

"Aduh." Khairin menepok jidatnya sendiri.

Bagaimana nasib Khairin nanti. Ia benar-benar lupa dengan jadwal hafalan Hadis hari ini. Mana tidak ada waktu lagi buat menghafal. Jadwalnya tepat setelah sepulang sekolah nanti. Khairin harus pintar-pintar mencuri waktu di sela-sela istirahat untuk menghafal.

Namun, ternyata waktunya itu pun tidak cukup bagi Khairin. Istirahatnya tidak sampai 30 menit. Sampai tiba waktunya untuk menyetorkan hafalannya, Khairin pun masih belum lancar. Membuatnya sangat panik. Saking paniknya, hadis yang tidak terlalu panjang jadi susah untuk dihafalkan.

"Aduh. Gimana, dong?" Khairin sudah seperti orang yang ketinggalan kendaraan saat mau study tour. Paniknya luar biasa. Kalau tidak hafal, Khairin bisa mendapatkan hukuman dari ustazah.

"Belum hafal, ya?" tanya Najma pelan.

Khairin menggeleng. "Belum, lah." Tangannya keringat dingin. Kebiasaan ketika sedang panik dan gerogi.

"Khairin Talita Abbasy."

Namanya terpanggil. Rasanya Khairin ingin izin saja kalau begini. Biar tidak dihukum juga. Biar aman sentosa, tetapi semuanya terlambat. Ia harus mempertanggungjawabkan hafalannya sekarang juga.

"Na'am. Sebentar, Ust." Khairin berharap ada keajaiban untuknya. Tidak ada yang mustahil, 'kan?

Berdiri dari tempat duduknya, lalu memegang tangan Inara dan Najma. "Doa'in aku, ya." Dibalas anggukan oleh mereka.

Khairin memberanikan diri untuk maju. Posisinya sekarang sudah di depan ustazah. Raut wajah paniknya tidak bisa tersembunyikan, tetapi mau gimana lagi jika sudah waktunya.

"Ayo, Khairin!" Hanum, selaku ustazahnya sudah memberikan aba-aba.

Bismillah. ucapan yang sangat kecil dari bibir Khairin.

"Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah, makaaa ...," ucapan Khairin menggantung, mengingat apa lanjutannya. "Maka, akan dilipat—"

"Tepatnya, tidak begitu, Khairin," potong Hanum.

"Barang siapa membaca satu Kitabullah yang akan ... eh." Khairin membekap mulutnya karena salah lagi. "Afwan, Ust."

Hanum menggelengkan kepala pelan. "Ustazah beri contoh, ya. Simak baik-baik!" Hanum bersiap terlebih dahulu. "Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka dia mendapatkan satu pahala, dan satu pahala itu dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. Begitu, Khairin. Ayo dicoba lagi!"

Khairin bingung. Kalau dilihat Hadisnya tidak terlalu panjang, tetapi kalau tidak ada persiapan juga bisa jadi berantakan.

Menganggukkan kepala seraya mengulangi. Namun, tetap saja yang didapat Khairin, ia lupa dan tidak bisa melafalkannya dengan tepat. Sudah dicoba sekitar tiga sampai empat kali.

TERUNTUK KHAIRIN ✔Where stories live. Discover now