💌۲۹

146 30 8
                                    

Hari ini Khairin ada jadwal memasak di pesantren, bersama Reva—teman sekamarnya. Ini salah satu kegiatan yang Khairin suka, karena memasak adalah bakat terpendamnya sejak dulu.

"Rev, tolong ambilin itu, dong!" pinta Khairin, melihat Reva yang lebih dekat dengan garam.

"Garam, ya?" ulang Reva memastikan tidak ada kesalahan dalam mengambil.

Khairin hanya mengangguk.

Setelah ia menerima garam dari Reva, maka Khairin kembali fokus untuk memasak. Memang masakan di pesantren ini tidak semewah makanan di rumah atau di restoran, tetapi apabila memasaknya pakai hati, pasti enaknya mengalahkan semua.

Reva diberi tugas Khairin untuk memotong tempe seperti bentuk dadu. Sementara, tugas Khairin sendiri membuat bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk mengolah tempenya. Tim mereka dalam memasak ini tidak hanya dua orang saja, terhitung biasanya sehari satu tim ada sekitar delapan sampai sepuluh orang. Jelas saja orangnya banyak, yang dimasakin pun bukan hanya sedikit orang. Apalagi, ini termasuk masak untuk santri putra juga.

"Ini tempenya, Rin." Reva menaruh potongan tempe itu ke meja yang dekat dengan Khairin, juga menyiapkan beberapa bahan yang akan dibutuhkan. "Kecap butuh, nggak?"

"Butuh," jawab Khairin cepat. "Sama lada bubuk juga, Rev."

"Oh, iya."

Semua bahan yang dimau Khairin sudah terkumpul, tinggal ia menjadikan bahan-bahan ini masakan yang bisa dimakan oleh santri. Biasanya setiap kamar memang mempunyai tugas membuat satu makanan. Jadi, ada yang memasak lauknya, sayur, dan nasi. Supaya tugas bisa cepat terselesaikan.

"Minyak mana, ya?" tanya Khairin seraya menepuk jidatnya. "Duh, lupa."

Dengan cekatan Reva mengambil minyak goreng di lemari persediaan, lalu memberikannya kepada Khairin. "Nih, Rin!"

Khairin menoleh. "Ah, iya. Makasih, Rev."

Reva mengangguk.

Jika saling membantu begini, tentunya pekerjaan akan terlihat lebih mudah dan selesainya pun tidak memakan waktu lama. Untungnya Khairin tiap kali memasak selalu mendapatkan tim yang enakan. Setidaknya walau pernah ada yang tidak enak, untuk tim di kamar Khairin semuanya enakan.

Beberapa menit Khairin habiskan untuk fokus memasak lauk. Menggorengnya terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bumbu dan kecap. Usai itu makanan pun sudah jadi. Reva mengambil mangkuk besar di rak.

"Hati-hati, Rin!" peringat Reva, melihat Khairin yang mengangkat wajan besar begitu bikin khawatir saja.

"Tenang. Ini gak terlalu berat, kok. Udah biasa juga."

"Tapi, tetep hati-hati."

"Iya."

Oke, selesai. Makanan yang dibuat oleh Khairin dan Reva sudah tersedia di meja. Tinggal menunggu makanan yang lainnya. Sepertinya, beberapa menit lagi semuanya selesai. Khairin membantu menyiapkan piring dan sendok di meja.

"Eh!"

"Untung aja, ih. Gak jatuh."

Khairin tidak sengaja menabrak teman dari kamar sebelah. Hampir saja terjadi kegaduhan, untungnya mereka bisa menyeimbangkan tubuh dengan baik. Sehingga, tidak sampai jatuh begitu.

"Maaf, ya," ucap Khairin tulus. "Kayaknya mataku meleng dikit tadi."

"Iya, gapapa."

Khairin melihat kekehan dari bibir temannya itu. Syukurlah tidak sampai marah-marah.

Ketika semua sudah disiapkan, para santri berbondong-bondong mengambil makanan di dapur. Tempatnya dibagi menjadi dua, yang sebelah kanan untuk santri putra, yang sebelah kiri untuk santri putri.

TERUNTUK KHAIRIN ✔Where stories live. Discover now