💌Extra Part ۳

116 27 0
                                    

Pondok Pesantren Darussalam, Solo.

Secepat itu bermulanya kehidupan Aqlan di pesantren. Bahkan, ini sudah menginjak semester ke dua, kalau dengan sekolah biasa setara dengan kelas sepuluh SMA. Bedanya, ketika di pesantren lebih banyak kegiatan yang dilakukan daripada di sekolah biasa. Dari pagi sampai malam pasti ada saja aktivitas. Mereka benar-benar istirahat ketika mau tidur.

Ketika di pesantren, ingatan Aqlan tentang Khairin tidak pernah hilang alias sampai sekarang pun ia masih suka memperhatikan Khairin dari jauh. Seringkali mereka berpapasan, tetapi Khairin tidak akan tahu jika Aqlan hidup di dunia ini.

Aqlan melamun, memandang asrama perempuan yang ada di seberang. Rumit sekali memendam perasaan yang belum terungkapkan. Mau diungkap, takutnya Khairin bingung, karena tidak saling mengenal. Ah, apa Aqlan harus mencoba saran dari Farrel?

Dari beberapa minggu lalu, Aqlan mendapat saran dari Farrel untuk mengirimi Khairin surat. Menurutnya, itu saran yang kuno dan konyol sekali. Sekarang zaman sudah semakin maju, masa mau pakai surat untuk mengungkapkan perasaan.

"Kebanyakan mikir mulu, tapi nggak bertindak. Itulah Aqlan."

Terdengar dengan jelas bahwa itu suara Farrel yang sedang menyindir dirinya. Aqlan berdecak pelan. Wajahnya memutar ke arah Farrel yang duduk di sebelah pintu kamar.

"Kamu pikir bertindak seperti itu gampang?"

"Ya, gampanglah," jawab Farrel tanpa beban.

"Seenaknya aja," cibir Aqlan, kesal. "Banyak risikonya juga kali."

Namanya juga pesantren. Sudah pasti banyak peraturan yang harus dipatuhi. Dengan sekolah yang ber-basic agama Islam, mereka tidak mau para santri sampai berhubungan dengan lawan jenis. Bahkan, saling mengirim surat saja, ketika ketahuan akan mendapat hukuman dari guru BK. Mengerikan. Namun, sepertinya Farrel tidak berpikir sejauh itu.

"Gini, loh. Kalo kamu setiap hari cuma ngeliatin doang dari jauh ... ya, kapan dia akan tau perasaan kamu. Mending saran dari aku itu dijalankan. Ngirim surat juga bukan pelanggaran yang berat kalo nggak ketauan," terang Farrel gemas.

"Kalo enggak ketauan," ulang Aqlan. "Kalo ketauan?"

"Ya, dihukum."

"Aduh!"

Baru saja tangan Aqlan melayang, menempeleng kepala Farrel dengan sedikit agak keras. Benar kata Aqlan, Farrel ini tidak pernah berpikir jauh. Cowok itu juga tidak peduli kalau sekarang Farrel sedang mengusap kepalanya yang kesakitan.

"Kalo aku dihukum, berarti kamu juga," tantang Aqlan seraya duduk di samping Farrel.

"Bisa, gitu?"

"Kamu yang ngasih aku saran begitu, 'kan?"

"Dikasih saran kok gak mau."

"Bukan gak mau, tapi pikirin juga ke depannya bakal gimana?"

Aqlan gemas sendiri dengan Farrel. Ingin rasanya ia mengacak-acak rambutnya sampai berantakan.

"Kalo bisa jaga rahasia, gak bakal ketauan elah."

"Hmm."

Otak Aqlan sedikit mencerna. Benar juga, kalau saling jaga rahasia memang bakal berjalan lancar, tetapi ...

"Lagipula banyak santri yang surat-suratan, loh."

Hening. Aqlan masih sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Dan, mereka bisa berhubungan tanpa ketauan," lanjut Farrel semakin memanasi. "Mereka aja berani ambil tindakan atas perasaannya, masa kamu enggak?"

TERUNTUK KHAIRIN ✔Where stories live. Discover now