💌۲۶

129 33 17
                                    

Malam kembali datang, menggelapi bumi yang sempat terang benderang. Kegiatan di pesantren hari ini sudah hampir selesai. Para santri juga sudah selesai melaksanakan salat Isha. Mereka kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat.

Namun, Khairin dan Najma masih menikmati udara segar di luar. Mereka sengaja tidak ke kamar dulu, kecuali Inara yang pamit untuk pergi.

"Khai, kamu mau tau nggak, tadi aku ngobrol apa aja sama ustazah Yasmin?" Tiba-tiba Najma menawari Khairin untuk mengetahui pembicaraannya dengan ustazah Yasmin.

Memang benar kalau Khairin kepo, tetapi ...

"Boleh, Naj. Tapi kalo rahasia, gapapa gak dikasih tau, sih." Khairin juga tahu diri, kalau rahasia tidak mungkin dipaksakan untuk diceritakan.

"Ehm ... gimana, ya?" Nada bicara Najma menjadi sedikit resah. "Harusnya emang jadi rahasia, tapi aku gak bisa nyembunyiin terus-terusan dari kamu."

Melihat raut wajah Najma yang banyak pertimbangan, Khairin jadi tidak ingin kepo lebih dalam. Namun, tidak dapat dipungkiri kekepoannya itu juga sangat mendalam. Entah mengapa rasanya ia begitu pengin tahu obrolan itu. Padahal, sepertinya tidak sepenting itu juga kalau Khairin tahu nantinya. Mungkin.

"Eh, tapi apa ada hubungannya sama aku? Kok, kamu bilang begitu?" heran Khairin yang baru saja paham dengan kata-kata terakhir dari Najma.

"Se–sebenarnya ada, Khai," jawab Najma ragu-ragu.

Aduh. Yang seperti ini bisa membuat Khairin semakin penasaran. Obrolan apa yang sampai ada sangkut pautnya dengan dirinya. Khairin merasa, ia sudah tidak mempunyai masalah lagi dengan ustazah Yasmin.

Lagi berpikir, tiba-tiba tangan Khairin ditarik oleh Najma untuk dibawa ke bawah pohon besar dekat tangga. Di sana ada tempat duduk yang teduh dan pencahayaan yang terang. Suasananya juga tidak terlalu ramai, cocok untuk ngobrol berdua.

Najma duduk lebih dulu, disusul dengan Khairin yang duduk di samping kanannya. Walau udaranya agak dingin, tetapi masih terasa menyegarkan.

"Jadi, ada apa, Naj?" Khairin memulai pembicaraan, setelah diam-diaman beberapa menit. Ia tahu, masih ada keraguan di diri Najma untuk memberitahu obrolan itu. Seperti ada sesuatu yang ingin dikatakan, tetapi enggan.

"Naj, aku bilang aku gak maksa, loh," celetuk Khairin, mengingatkan Najma supaya tidak terbebani. Lagipula, Khairin tidak pernah meminta untuk diceritakan jika memang itu rahasia.

"Sebentar, Khai."

Baik, Najma meminta waktu kepada Khairin. Mungkin butuh mempersiapkan diri sebelum memberitahu semuanya, eh tetapi memberitahu apa? Kayak yang penting banget.

Khairin mendengar Najma mengembuskan napas pelan. "Gini, Khai ...," Najma memegang kedua tangan Khairin, mengelus dengan lembut. "Ee ... tapi sebelumnya aku minta maaf dulu, ya, Khai." Wajah Khawatir dari Najma tidak bisa disembunyikan.

"Ada apa, sih, Naj?" Yah, jujur saja ini semakin membuat Khairin begitu penasaran. "Kamu bikin aku kepo banget. Malah sekarang deg-degan karena minta maaf juga."

Beberapa menit lamanya saling diam, akhirnya Najma berusaha memberanikan diri untuk berbicara kepada Khairin.

"Bismillah," ucap Najma pelan, bersiap-siap memberitahu Khairin sesuatu. "Oke. Jadi gini Khai, mengenai orang yang ngelaporin kamu ke ustazah Din—"

"Kamu tau orangnya, Naj?" potong Khairin cepat. "Siapa? Kalo aku malah sempet curiga sama anak kamar sebel—"

"Khairin," Najma semakin menggenggam tangan Khairin lebih erat. "Dengerin dulu!"

TERUNTUK KHAIRIN ✔Where stories live. Discover now