💌۵

279 65 13
                                    

Meskipun hari minggu dikenal sebagai hari libur, tetapi di pesantren tetap saja banyak kegiatan yang dilakukan. Istilahnya, meski libur tetap harus produktif. Contohnya saja, minggu pagi ini para santri ada kegiatan bersih-bersih di pesantren. Sebelumnya, ustazah membagikan tugas dahulu kepada mereka. Ketika tugas sudah dibagi rata, maka baru mereka bisa menjalankannya.

Kali ini Khairin ditugaskan untuk menyapu halaman pesantren. Namun, ia juga tidak sendiri. Ada beberapa teman yang menjadi tim bersih-bersihnya.

"Khai, kamu nyapu di sebelah sana, ya!" seru Hayna, teman seasramanya seraya menunjuk halaman pesantren yang menghadap asrama putra. "Aku yang bagian sini. Biar cepet selesai. Gimana?"

Khairin berhenti sejenak dari aktivitas nyapunya, memikirkan saran dari Hayna. "Oke, aku kesana."

Kebetulan Khairin sedang mempunyai suasana hati yang baik, maka ia mengikuti saja saran dari Hayna. Lagipula, di sana Khairin bisa lebih dekat dengan Inara yang diberi tugas mencabut rumput dekat gerbang asrama putri. Memang Khairin ini tidak bisa jauh-jauh dari temannya yang satu itu. Ngomong-ngomong tentang Inara, Khairin tidak melihat Najwa ada di mana. Tugas yang berbeda-beda membuat mereka terpisah.

Tidak tahu bagaimana respon Hayna lagi, Khairin menyeret sapu lidinya untuk dibawa ke tempat sesuai arahan Hayna tadi. Betul saja, Khairin langsung melihat Inara yang sibuk sendiri mengumpulkan rumput untuk dimasukkan ke karung.

"Kamu kok sendirian aja, Nar. Mana tim kamu?" tanya Khairin.

Inara membalikkan badannya, yang sempat berbeda arah dengan Khairin. "Loh, sejak kapan kamu di sini, Khai?" Pertanyaan yang dijawab oleh pertanyaan.

"Aku bagi-bagi tugas sama yang lain," balas Khairin.

"Oh. Sama, dong."

Setelah mengobrol singkat, mereka kembali kepada tugasnya. Setiap kali ada kegiatan bersih-bersih, Khairin merasa matahari tidak pernah berpihak padanya. Padahal masih pukul tujuh lebih sepuluh menit, tetapi matahari seperti berada di atas puncak kepala. Gadis itu tidak bisa lama-lama berada di bawah matahari. Sesegera mungkin ia menyelesaikan tugasnya supaya tidak pingsan di tempat.

Khairin menyapu halamannya dengan kekuatan super. Tidak tahu benar-benar bersih atau tidak, yang terpenting Khairin sudah menyelesaikan tugasnya. Sekarang tinggal menunggu petugas lain untuk mengambil sampah yang telah ia kumpulkan menjadi satu.

Di dekatnya ada pohon besar yang cocok untuk tempat berteduh. Dari situ Khairin pun juga bisa melihat tempat asrama putra. Ia bisa melihat jika santri putra di sana juga sedang melakukan kegiatan yang sama. Melihat santri putra, Khairin jadi mengingat Aqlan.

Diam-diam Khairin mengamati setiap gerak-gerik dari santri putra. Ada seseorang yang ingin ia cari, tetapi lupa seperti apa wujudnya. Yang ia ingat hanya bentuk fisiknya yang tinggi dan mata sipit. Jika dari dekat mungkin bisa mendeteksi, tapi kalau jauh gini mana bisa. Yang bisa terlihat hanya warna pakaiannya saja.

"Hayo! Lihat siapa?"

Tanpa sepengetahuan Khairin, ternyata dari tadi Inara juga melihatnya yang sedang mengamati asrama putra.

"Enggak ada, sih. Aku cuma lagi istirahat," elak Khairin.

"Masa, sih?"

"Gak percayaan amat."

"Lha, abis kamu lihat sana terus."

"Emang gak boleh?" Khairin mulai sewot menanggapinya.

"Boleh."

"Nah! Yaudah."

Sejenak Inara melanjutkan tugasnya yang masih belum selesai. Ia membuang rumput-rumput di tempat sampah besar yang ada di depan, lalu kembali lagi ke tempat di mana ada Khairin di sana.

TERUNTUK KHAIRIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang