Feeling

2.9K 463 35
                                    

Doyoung terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam. Beberapa lukanya sudah di obati, kepalanya juga sudah di perbani dengan baik oleh dokter. Kini laki-laki itu sudah bersih dari darah.

Pelan-pelan matanya terbuka, mengernyit tipis juga sakit yang menyerang kepalanya. Doyoung menoleh sekitar, melihat ruangan sepi tanpa ada siapapun.

Ketika tangannya bergerak, suara rantai terdengar. Doyoung melihat ke arah tangannya yang terbogol tersambung ke sisi ranjang. Helaan nafas keluar dari bibirnya, saat dia tidak bisa mencengkeram kepalanya.

Oximetri sudah terpasang di jarinya. Doyoung merasa, jika dia seperti sudah di tangani dokter.

Tapi apa Haru semudah itu memaafkannya? Padahal Doyoung tidak mengucapkan satu kata pun permohonan. Dia kira, dia akan mati kehabisan darah di bak, karna kebrutalan Haru. Juga depresi berat di jiwanya yang melihat kepala buntung di depan matanya.

Benar. Iblis memang tidak hanya menyakiti fisik, tapi juga jiwa.

Lelaki itu menghela nafas, dengan matanya yang terpejam pelan-pelan.

ceklek.

Dia kembali membuka mata sedikit, melirik seseorang yang berdiri di pintu. Seseorang yang terlihat sangat mengerikan kemarin. Sosok yang kejam dan tidak memiliki hati.

Haru de' ilario. Dia melangkahkan kaki masuk ke dalam, berdiri di sebelah Doyoung. Lelaki Kim itu memejamkan mata rapat, dengan gelekan ludah.

"Masih belum kapok menguji kemarahanku?" Haru bertanya dengan suara berat. Menatap datar submissive-nya yang lemah di ranjang.

Haru berdecih. Dia menyerahkan sebuah surat, membuat Doyoung membuka matanya sedikit, mengintip.

"Ambil," Titah Haru kesal.

Tangan Doyoung yang di borgol, mencoba untuk mengambil kertas yang di berikan Haru.

"A-apa ini?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"A-apa ini?"

"Berisik. Buka saja." Balas Haru dengan kening mengernyit kesal. Dia membalikan badan lalu pergi dari kamar, meninggalkan keheningan di ruangan.

Doyoung menghela nafas. Tangannya yang memegang surat mencoba untuk membuka kertas itu mandiri dengan satu tangan. Ketika gulungan itu terbuka, Doyoung membacanya dengan alis berkerut.

'Apa kemarin aku terlalu kasar? Aku tau, aku cinta denganmu hanya karna mencintai rasa takutmu, kesakitanmu, dan lemahnya dirimu. Aku marah, aku benci, aku ingin membunuhmu saat itu juga, tapi aku masih mencintaimu. Aku ingin kau mengerti satu hal, kau memang manusia, wajar memiliki sifat keingintahuan yang tinggi, juga rasa sok hebat. Tapi bisa, untuk diriku, kau tidak perlu melakukan itu? Ingat, kau manusia, tapi aku tidak. Aku iblis, mencintaimu bukan pakai hati, tapi nafsu.'

Dia menjatuhkan lembaran itu dan kembali membaca lembaran kedua.

'Aku memaafkanmu, padahal seharusnya tidak. Itu karna aku cinta denganmu, masih menginginkan rasa ketakutanmu saat menghadapi kemarahanku. Tapi nanti, di saat aku tidak bisa menahan emosiku, maka biar aku sendiri yang membawamu ke jurang api bersamaku.'

"Bersamaku?" Doyoung menelan ludahnya membaca kata terakhir di tulisan Haru.

Dia menyipitkan mata melihat tulisan kecil di pojok.

'Kunci borgolmu di bawah bantal. Aku pergi, dan kau jangan melakukan apapun yang membuatku harus menyiksamu, cara.'

Buru-buru Doyoung mengambil kunci di bawah bantalnya, menggunakan kepalanya. Dia menggigit kunci itu lalu menegakan punggungnya pelan-pelan, dan mencodongkan tubuh ke borgol.

"Akh..." Ringis Doyoung merasakan sakit luar biasa di punggungnya. Kepalanya semakin berat saat dia menunduk sampai-sampai wajahnya memerah.

Tapi perjuangannya berhasil. Dia langsung membuka borgol lain menggunakan tangannya yang terlepas dengan cepat lalu segera menurunkan kakinya ke lantai yang dingin.

Doyoung berjalan pincang ke arah pintu. Membukanya, dan pergi ke tangga untuk segera pergi ke lantai bawah.

Saat di lantai bawah, Doyoung mendengar suara mobil juga percakapan Haru dan Lucire. Dia kembali berjalan dengan menyeret kakinya.

"Tapi Tuan, ini berbahaya."

"Diam. Berisik." Kesal Haru dengan dahi berkerut. "Kau jaga saja Kim Doyoung. Aku akan membunuhmu jika dia melakukan kesalahan lagi."

Lucire membuang nafas. "Tuan, saya hanya ingin anda tau jika disana-"

"Diam!" Teriak Haru menarik kerah Lucire dengan mata tajamnya. "Jaga saja Kim Doyoung. Kau tidak mungkin lupa jika dia memburu submissive-ku. Sampai Kim Doyoung terluka, kau ku buat lebih menderita."

Setelahnya Haru melepaskan cengkeramannya dan keluar dari rumah.

"Tunggu!"

Pria Ilario itu menghentikan langkahnya dengan tangan terkepal kuat.

"B-bisa kita bicara-"

"Tidak." Sela Haru hendak pergi namun dia berhenti bergerak saat mendengar Doyoung batuk berat di belakangnya. Haru berbalik badan, menatap Doyoung yang batuk darah.

Pria Ilario itu berdecak. Dia pergi ke arah Doyoung dan menarik dagu lelaki itu kemudian jarinya membersihkan darah di bibir Doyoung.

"Bicara,"

Doyoung berkedip, dia langsung blank atau lupa ingin berbicara apa.

"Aku.. minta maaf soal kemarin-"

"Tidak kuterima. Walaupun aku membebaskanmu, bukan berarti aku memaafkan kesalahanmu kemarin." Haru berucap kesal. "Kau tidak pernah berubah. Ah, kau manusia, tidak pernah belajar dari kesalahan. Sudah berapa kali kau membuatku marah, sampai ingin menyiksamu dengan tanganku? Tidak bisa kau diam saja, dan turuti aku sebagai dominan?"

Haru berdesis, "Aku tidak melakukan kebaikan, aku hanya memusnahkan sisi baik manusia."

Pria Ilario itu menarik jarinya dari bibir Doyoung namun Doyoung menahannya.

"Aku tau, aku memang manusia yang penuh dosa. Tapi kau harus tau, setiap manusia tidak luput dari kesalahan yang iblis bisikan." Doyoung menelan ludahnya. "Kau yang membuatku melakukannya."

Haru terdiam. Dia merasa jleb di hatinya. Apa yang Doyoung bilang seperti sebuah ucapan yang langsung mengenai hatinya.

Pria Ilario itu memalingkan wajah dengan alis tertekuk kesal. Dia menarik tangannya kasar yang di pegang Doyoung lalu pergi begitu saja dengan langkah cepat.

Sementara Doyoung menatap kepergian Haru dengan kedua tangannya yang terkepal. Dia tidak mungkin mengatakan hal yang dia ingin katakan tadi.

Apalagi tentang perasaan aneh yang dia umpatkan dalam-dalam. Perasaan yang dia buang jauh-jauh. Perasaan yang dia fikir adalah sebuah dosa baginya.

Lucire yang mendengar percakapan Haru dengan Doyoung hanya tersenyum miring. Dia cukup peka, dan tau meski matanya tertutup kain hitam.

"Salah satu ciri manusia yang paling khas adalah tidak menghargai apa yang masih ada, dan menangisi yang sudah pergi. Menyedihkan."

[✓] THE DEVIL MAFIA (DE' ILARIO SEASON 1)Where stories live. Discover now