Mysterious boy

2K 359 28
                                    

Lelaki itu bergerak gelisah di atas ranjangnya. Keringat dingin membasahi pelipis serta seluruh tubuhnya. Kedua tangannya mencengkeram kuat hingga urat dan tulang hasta-nya terlihat jelas di lengannya.

Suara tembakan terus terdengar di telinganya. Si kecil meringkuk dalam ruangan gelap, sendirian dengan tubuh yang terus gemetar ketakutan.

Hingga saat suara tembakan itu berhenti, anak laki-laki itu langsung berdiri dan berlari keluar untuk menemui sang Ayah. Namun, yang ia lihat hanya tubuh Ayahnya yang bersimbah darah dengan kepala terpotong.

Langkah kecil itu berjalan ke arah Ayahnya. Hingga ketika sampai, anak laki-laki itu langsung menarik kepala Ayahnya ke dalam pelukan, sembari menangis kencang.

Kini, hanya dia sendiri. Tidak ada siapapun yang berada di sisinya. Dia tidak memiliki Mama, juga sekarang tidak memiliki Ayah. Hidup sendirian, dengan orang-orang yang membenci dirinya.

Kim Doyoung lahir dari keluarga yang di kenal dengan status keluarga penuh dengan narapidana. Ayah dan Ibunya merupakan buronan yang selalu mencuri, juga membunuh orang. Hingga itu semua di salurkan pada putra mereka, yang lahir tanpa dosa namun di cap haram.

Lengannya dia gunakan untuk menghapus air matanya sendiri. Doyoung melirik sebuah kain hitam di tangan Ayahnya. Tangan kecil Doyoung terulur, dan mengambil kain sobekan itu.

Dia hanya menatap kosong, tanpa tau apa arti dari huruf-huruf yang terjahit di kain itu. Matanya memerah, kemudian kembali menangis dengan kepala tertunduk.

Doyoung membuka matanya lebar dengan nafas yang keluar dari bibirnya. Wajahnya tampak kelelahan dengan pelipis yang basah juga nafas yang tidak teratur.

Lelaki Kim itu duduk di atas ranjang sembari merundukan kepala, berusaha membuang nafasnya yang sesak juga setitik air mata yang tertahan di kelopak matanya.

Dia menatap kedua telapak tangannya yang gemetar tanpa dia kontrol. Matanya terpejam sakit, ketika ingatan menyakitkan itu kembali. Tragedi sadis belasan tahun, yang memperlengkap penderitaannya.

Bully-an yang datang padanya dengan cara yang begitu sakit meninggalkan bekas di fisiknya yang masih lemah. Sebuah ucapan keramat yang sudah menjadi kebiasannya sehari-hari, seakan jika tidak mendengarnya akan terasa aneh dan semakin mengerikan. Perlakuan buruk, menganggapnya bayangan hitam yang penuh dosa bagaikan iblis dengan wujud nyata.

Doyoung menghembuskan nafas, menangkan diri dan pikirannya. Lelaki itu menatap jam di dinding sebelum akhirnya turun dari atas ranjang, dan pergi ke kamar mandi.

Berdiri di depan westafel, Doyoung menatap pantulannya dengan tatapan kosong namun sayu. Bibirnya mengering juga wajahnya pucat ketakutan. Doyoung menyalakan kran, kemudian membasuh wajahnya sendiri dan kumur-kumur mulutnya.

Selesai membasuh wajah dan mulutnya, Doyoung kembali menegakan punggungnya kemudian terpaku melihat sosok anak kecil di belakangnya yang menatapnya dengan tatapan datar dan kosong.

Ntah kenapa badannya tidak bisa berbalik. Matanya terus menatap anak kecil itu yang menatapnya semakin datar dan kosong hingga perlahan anak kecil itu memberikan senyum lebar membuat Doyoung merinding.

Buru-buru lelaki Kim itu berbalik badan, dan melihat tidak ada siapapun. Doyoung menghembuskan nafas kasar sembari mengusap wajahnya sendiri.

Namun ketika usapannya berhenti, sosok anak kecil itu kembali berdiri di dekat pintu kamar mandi, menatapnya dengan tatapan mengerikan juga senyum datarnya. Kian lama, matanya melotot dalam sebelum akhirnya berlari cepat ke arah Doyoung yang mundur sampai punggungnya bertubrukan dengan westafel.

Sosok anak kecil itu menghilang begitu saja, sedangkan Doyoung langsung terduduk di lantai kamar mandi dengan nafas memburu juga pandangannya yang kosong terkejut.

Lelaki itu memejamkan mata sembari menetralkan pernafasannya. Tangannya terangkat, berpegangan pada ujung westafel kemudian tubuhnya berdiri pelan-pelan. Sejenak Doyoung memperhatikan pintu, sebelum akhirnya bergerak keluar dari kamar mandi.

Anak kecil itu seperti tak asing.

***
Doyoung turun dari lantai atas sembari memperhatikan Crana yang bermain di ruang tengah bersama Dobby. Doyoung tersenyum kecil, memperhatikan Crana dan Dobby yang tampak bersenang-senang.

Tatapannya kemudian terpaku pada El yang membersihkan barang-barang di atas meja. Mungkin memang itu pekerjaan El disini, tidak ada yang perlu di fikir-kan.

"Pagi Kak Doyoung!" Sapa Crana tersenyum lebar. "Sini main sama aku sama Dobby!" Ajak anak perempuan manis itu membuat Doyoung terkekeh kecil, sebelum akhirnya menghampiri Crana di ruang tengah.

Doyoung duduk di atas sofa, memperhatikan Crana yang sibuk menggendong Dobby yang menjilati bulunya sendiri.

"Kak, kira-kira, misalkan ada yang mati, aku duluan atau Dobby?" Pertanyaan random Crana membuat Doyoung kaget.

"Maksud kamu?" Doyoung bertanya, dengan nada sedikit tidak suka.

Crana menyengir, memberikan senyuman giginya. "Kan aku tanya doang." Kemudian bibirnya terkatup rapat lalu cemberut. "Kalo misalkan aku duluan, Kakak mau jagaian Dobby kan?"

"Kenapa ngomong kaya gitu?" Doyoung bertanya, mengernyit semakin tidak suka. "Jangan mengucapkan kata-kata seperti itu. Kamu pasti berumur panjang, Dobby juga."

Crana mengangguk mengerti. Dia mengelusi bulu Dobby dengan senyuman polosnya. "Kamu dengarkan Dobby, aku sama Dobby bakalan hidup lama." Dia terkekeh kecil, sembari mengelus bulu Dobby dengan pipinya.

Doyoung hanya memperhatikan anak perempuan itu sebelum akhirnya membuang nafas dan berdiri dari sofa.

"Kakak mau kemana?"

"Aku mau ke dapur sebentar." Jawab Doyoung tersenyum kecil. Crana menganggukan kepala, kembali sibuk mengelus bulu-bulu Dobby dengan jari kecilnya.

Sementara Doyoung, yang pergi ke dapur, melewati ruang tengah, tempat televisi besar itu di taruh. Kakinya melangkah ke ruangan itu, dan berdiri tepat di depan sebuah benda emas kecil yang pernah Lucire ceritakan.

Pandangannya menatap dalam benda itu. Kemudian kepalanya langsung terserang rasa pusing yang tinggi membuat Doyoung mundur tanpa sadar, dengan dua tangannya yang memegang kepalanya kuat.

"Ini emasnya Tuan.."

"Bagus."

"Akh.." erang Doyoung dengan mata terpejam menghasilkan kernyitan tajam di keningnya, seolah memperdalam ingatannya lebih jauh.

"Habisi saja, yang penting ambil emas itu."

"Habisi. Saja."

"Habisi."

"Saja."

"Akhh!!" Teriak Doyoung memukul kuat kepalanya, mencoba mengalihkan rasa sakit yang mengeraskan otaknya sangat kuat sampai rasanya kepalanya hampir pecah.

Kemudian sebuah tangan menarik pergelangan tangannya dari belakang. Doyoung terdiam, dengan mata terbuka kosong.

"Jangan sakiti dirimu sendiri."

"Em-emas itu.."

"Ah, apa aku pernah memberi tau-mu jika emas itu adalah milik siapa?" Lucire tersenyum miring. "Sesuatu yang paling Tuanku rahasiakan, justru di tempatkan di depan pandangan semua mata. Agar mereka berfikir, jika hal itu adalah hal biasa."

Kemudian Lucire melepaskan lengan Doyoung dan kembali berdiri tegak.

Doyoung bangkit, berbalik badan menatap Lucire dengan pandangan kosong namun seperti meminta penjelasan lebih. Lucire hanya terkekeh, dengan senyum miringnya.

"Apa.. Tuanku pernah memberi tahu-mu? Jika kehidupannya bukan seperti Joker, orang baik yang tersakiti. Nyatanya, Tuanku adalah manusia yang lahir dari api dan di besarkan oleh iblis."





















































confused? Tenang, jawaban komplit di ending.

[✓] THE DEVIL MAFIA (DE' ILARIO SEASON 1)Where stories live. Discover now