Physical

2K 349 1
                                    

Pria Ilario itu bersender di kursi eksekutif hitamnya sembari memejamkan mata dengan kepala mendongak tinggi. Jakunnya bergerak seiring dengan gelekan Saliva yang dia teguk tanpa sadar.

Dalam mata terpejam-nya, dia terbawa ilusi kegelapan-nya sendiri. Menjelajahi memori lama, mengingat betul apa yang sudah dia lewati hingga akhirnya dia bisa berdiri di atas kekayaan juga kekuasaan.

Tapi nyatanya, dia tidak pernah puas. Selalu ada rasa ingin mendapatkan lebih, menyamakan pikiran dengan haus akan ilmu. Semua harta, tahta, dan kekuasan-nya seakan tak cukup untuk mengakhiri hidupnya.

―karena balas dendamnya belum tuntas.

Pria Ilario itu membuka mata, menatap langit dengan tatapan kosong juga kursi yang terus bergerak. Pikirannya masih terbayang masa kelamnya membuat matanya seakan menampilkan rekaman masa kecilnya berwarna abu-abu.

"Haru mau tau sesuatu?"

Anak laki-laki berusia 5 tahun itu menoleh ke arah El dengan tatapan datar. "Apa?"

Bibir El mengukir senyum tipis yang tampak gencar menyalurkan rasa dendam pada bocah di sebelahnya. "Haru tau bagaimana Haru lahir ke bumi?" Tanya El.

Haru sejenak diam, kemudian kepalanya mengangguk. "Api?"

El terkekeh, mengusap punggung telanjang Haru yang berbekas kan luka cambuk. "Kenapa?"

"El bilang aku iblis. Dan iblis terlahir dari api." Jawab Haru seadanya, dengan nada rendah juga mimik wajah biasa saja.

Tiba-tiba pria Ilario itu terkekeh kecil mengingat masa kecilnya yang buruk. Haru menegakan punggung dengan sedikit lengguhan akibat peregangan di sekujur tubuhnya.

Tangan besarnya mengambil sebuah kertas. Matanya membaca deretan kalimat yang membentuk paragraf sampai bibirnya mengukir senyum puas.

Pria Ilario itu bangkit dari kursinya. Dia membenarkan dasi hitamnya sembari menatap pantulan tubuhnya di cermin fullbody tak jauh di depannya.

"Sebentar lagi, Corfion akan menjadi penguasa Korea." Senyum liciknya di ukir, dengan tangan menyibak rambut. "Tentu dengan cara iblis-ku." Kekeh-nya di akhir kalimat.

***
Doyoung duduk di sisi ranjang dengan dua kaki menjuntai ke lantai. Kepalanya merunduk, menatap jemarinya yang saling bergesekan. Satu hal yang membuat dia terus diam setengah hari ini, hanya karena rekaman samar itu.

"Apa tulisannya ya.." gumam Doyoung dengan helaan nafas kecil. Lambang itu.. Doyoung tidak mengingatnya. Sobekan kain di tangan Ayahnya hari itu, terdapat lambang. Tapi karena saat itu Doyoung masih kecil, lelaki manis itu tidak bisa mengingat apa lambangnya.

Jika saja Doyoung tau lambang itu, mungkin dia akan mengetahui orang yang membunuh Ayahnya.

Punggung lelaki itu di rebahkan di kasur. Pandangannya menatap atap kasur kemudian bibirnya kembali membuang helaan nafas kecil. Sesak rasanya ketika ingatan abu-abu itu tidak bisa dia ingat, namun pikirannya selalu terus memaksa agar mengingatnya.

Pintu di buka, membuat Doyoung mengalihkan atensi melihat Crana masuk ke dalam namun kali ini tidak menggendong Dobby. Anak perempuan itu masuk ke dalam kamar, kemudian menutup pintu dan berlari ke arah Doyoung.

"Ada apa?" Doyoung bertanya, memegang kedua bahu Crana di bawahnya.

Anak perempuan itu menggeleng sembari tersenyum kecil. "Ada yang ingin ku tanyakan sama Kakak."

Doyoung tersenyum kecil, mengangkat tubuh Crana hingga duduk di atas pangkuannya. "Tanya apa?"

"Kakak disini udah berapa lama?" Crana bertanya, membuat Doyoung terdiam. "Apa Kakak tinggal disini karena keinginan Kakak? Atau di paksa?"

[✓] THE DEVIL MAFIA (DE' ILARIO SEASON 1)Where stories live. Discover now