Savior

2.6K 436 19
                                    

Bibir pink keputihan itu bergetar mengeluarkan desisan sakit. Beberapa kali dia mengeluh, menggerakkan badannya tidak karuan. Kepalanya kembali memberat dan pusing seperti di pukul oleh besi dengan kencang.

"Agh.."

Dia mengepal kuat tangannya berusaha menahan sakit yang menyerang dadanya lagi. Kakinya terus menggesek berat, di lantai yang dingin.

Doyoung batuk darah, memuncratkan banyak bulir merah kental dari dalam mulutnya ke langit sampai terjun kembali membasahi wajah dan tubuhnya sendiri.

Matanya yang terbuka, menatap langit dengan tatapan menahan sakit. Tangannya terus terkepal kuat dengan air matanya yang turun, ketika dia berjuang sendirian melawan rasa sakit.

"Tolong.. hiks.. sak-kit.."

Lelaki itu memejamkan mata lalu terbatuk. Seluruh tubuhnya bergetar, juga batuknya yang semakin berat sampai lama-lama serak. Wajah Doyoung memerah, sakit terus-menerus batuk.

"Ag-gh.. tolo-ng.."

Doyoung menangis, tidak kuat. Beberapa kali dia meringis meminta tolong, mengatakan dirinya sakit, memanggil siapapun nama yang terlintas di benaknya.

"H-haru.. h-hiks.."

Nafasnya semakin sesak. Tangannya yang seperti lumpuh, mencoba untuk bergerak, mencapai dadanya sendiri, dengan susah payah.

"Saya tekan pelan ya? Kamu coba meraup oksigen dari mulut."

Teringat akan ucapan Dokter tadi pagi, Doyoung berusaha menerapkannya mandiri. Ketika tangannya sudah di dada, Doyoung pelan-pelan menekan dadanya sendiri dengan ia yang mengambil oksigen dari mulutnya. Terus dia lakukan berulang, sampai dadanya meringan sedikit.

Lepas dari sakit di dadanya, kepala Doyoung justru semakin pusing. Dia memejamkan mata, dan ntah kenapa memori masa lalunya kembali terputar begitu menyeramkan.

Suara tembakan yang tiada henti saat itu di malam hari, membuat Doyoung kecil harus terus ketakutan mendengar suara itu sendirian, di dalam gelap.

Tubuh kecilnya bergetar. Matanya memerah menahan tangisan. Tubuhnya meringkuk di dalam kegelapan, keheningan, dan kesendirian, bagai terkurung dalam penjara iblis.

Hingga ketika suara tembakan tidak lagi terdengar, Doyoung buru-buru bangkit dan pergi keluar dari ruangan. Dia berniat ingin memeluk Ayahnya karena saat ini dirinya ketakutan dan butuh sosok Ayahnya.

Namun itu semua pupus kala melihat Ayahnya terbaring di lantai dengan bersimbah darah. Kepala Ayahnya bahkan sudah terlepas dari tubuhnya, juga tidak ada satupun bagian yang tidak rusak.

Kaki kecilnya bergerak pelan-pelan menghampiri Ayahnya. Hingga manik cokelat Doyoung menatap kepala Ayahnya dengan mata terbuka lebar. Darah bagai mengechat wajahnya, membuat Doyoung langsung menghampiri kepala Ayahnya dan memeluk bagian yang sudah terpotong itu dengan tangisannya yang menyesakan dada.

"Ayah.." Doyoung menangis dengan mata terpejam erat. Bibirnya tidak berhenti mengeluarkan darah, menandakan rasa sakitnya belum usai.















DOR!
DOR!
DOR!














ceklek

Pria itu masuk ke dalam ruangan, dengan memakai jubah tertutup juga masker. Dia menggendong tubuh lemah Doyoung, kemudian membawanya keluar dari ruangan.

Sampai akhirnya dia keluar dari gedung itu, kakinya berhenti bergerak melihat pria dengan pistol di tangannya sedang terarah ke arahnya.

"Lepaskan.. Kim Doyoung." Desis Haru tajam, menatap Grealio yang menggendong submissive-nya yang sudah basah oleh darah.

Grealio terkekeh, dia mengganti posisi bridal dengan menjuntaikan kaki Doyoung ke bawah, dengan satu tangannya yang memeluk tubuh kecil Doyoung sampai terangkat.

"Dia akan mati sebentar lagi."

Haru semakin mengepalkan tangan kuat dengan maniknya yang menggelap. "Lepas, atau kau akan membayarnya tanpa pengampunan."

"Ha. HAHAHAHAHA!!!" Grealio tertawa kencang, meremehkan ancaman Haru. "Bunuh saja, kau akan menyesal."

Haru menaikan satu alisnya tidak mengerti.

Melihat ekspresi itu, Grealio mengangkat ujung bibirnya. "Antibodinya.. ada padaku.." Dia tersenyum licik, melihat wajah Haru yang mengeras.

Tatapan Haru terus melirik submissive-nya yang merundukan kepala, tidak berhenti batuk darah. Tubuhnya yang lemah membuat Haru  marah, dan semakin emosi.

Grealio tersenyum miring. "Sekarang, ikuti perintahku. Jangan membantah ataupun lama bertindak jika tidak ingin submissive-mu mati." Pria itu kini tersenyum licik. "Jatuhkan pistol-mu, dan tunduk di depanku."

Haru benar-benar menjatuhkan pistolnya. Dia mengangkat celana formalnya sedikit sebelum menekuk satu kakinya hingga lututnya bersentuhan dengan tanah.

Melihat itu Grealio tersenyum, namun dia langsung membelalakkan mata ketika sebuah anak panah meluncur di depannya.

Terlambat untuk menghindar, anak panah itu menusuk dalam, bahkan menembus jubah yang di pakainya hingga ke perut, sehingga pria itu langsung muntah darah.

Tidak berhenti di situ, Grealio menatap ke langit-langit dimana sudah ada beribu anak panah api yang siap mendarat di sekitar rumahnya. Anak panah itu berjatuhan bagai hujan, sampai membakar seluruh rumah pria Irahara itu.

Grealio berdesis. Tapi kemudian dia terpaku ketika melihat sebuah bom jatuh dari langit di tengah-tengah antara ia dan Haru. Sebelum bom itu jatuh, Grealio melihat jelas senyuman miring pria Ilario itu.















DUAR!














Bom besar menghancurkan seluruh kawasan rumah pria Irahara itu. Ledakan yang tidak main-main besarnya, menghancurkan seluruh kawasan sampai tidak tersisa satupun.

Lucire dalam radius 50 meter, langsung pergi dengan helikopter menghampiri rumah kawasan itu. Tangannya terus bergetar memikirkan rencana yang di buat Tuannya beberapa jam lalu sebelum kemari.

Sementara Haru tergeletak di lorong bawah tanah dengan memeluk submissive-nya. Luka membaret banyak bertebaran di tubuhnya hingga mencecerkan darah.

Pria Ilario itu melirik Doyoung dalam pelukannya dengan mata sayu. Tangannya langsung mengeluarkan sebuah suntikan berisi cairan antibodi berwarna cokelat.

Setelah menyuntikannya, Haru pelan-pelan bangkit meskipun merasakan hantaman kuat di kepalanya. Dia berdiri, dengan menggendong Doyoung bridal, pergi menelusuri lorong, meninggalkan Grealio yang sudah tergeletak mengenaskan.

Di setiap langkahnya, Haru menyeret kakinya, berjalan ke lorong dengan langkah berat. Sesekali dia menekan sisi perutnya yang kembali merasakan sakit karena kembali terbuka jahitannya.

Haru melirik Doyoung yang semakin membaik. Tidak lagi bibirnya pink keputihan, tidak ada lagi deru nafas yang susah, tidak ada lagi ringisan sakit juga batuk darah. Kini.. submissive-nya benar-benar bebas dari virus.

Ketika sudah keluar dari lorong, dokter perempuan muda itu langsung membawa Doyoung ke atas rollbad. Sedangkan Haru langsung di tangani Lucire, masuk ke dalam mobil.

Ketika sudah berada di mobil, Haru melirik seorang anak kecil yang duduk di sebelahnya. Anak perempuan berwajah bule itu menatap Haru dengan tatapan cemas.

Tangan Haru terulur, mengusap pelan rambut anak perempuan itu.

"You're... a savior. Thank you."

[✓] THE DEVIL MAFIA (DE' ILARIO SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang