Prolog

6.4K 498 19
                                    

"Abang, Langit capek," bisiknya seraya mendongak menatap sang abang yang langsung menghentikan langkahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Abang, Langit capek," bisiknya seraya mendongak menatap sang abang yang langsung menghentikan langkahnya.

"Mau digendong?"

Anak laki-laki berlesung pipi itu langsung mengangguk antusias seraya tersenyum ceria. "Mau! Tapi, Abang ndak capek ya?"

Raut wajahnya berubah seketika, kembali wajahnya menunduk. Menatap kaki mungilnya yang terbalut sendal jepit.

"Hei, Abang 'kan kuat. Nggak capek kok. Lagian kamu itu ringan, ayo naik!"

Dengan ragu-ragu Langit pun menaiki punggung tegap tersebut. Mengalungkan kedua tangan mungilnya di leher serta menyandarkan kepalanya dipundak sang abang.

"Hali ini panas banget ya, Bang. Matahalinya dali tadi ndak mau sembunyi," gerutunya dengan bibir yang dikerucutkan kesal. Sesekali ia mengusap peluh dari wajah Angkasa yang begitu fokus dengan langkah kakinya.

"Nggak panas kok, sedikit gerah aja," celetuk Angkasa terkekeh geli saat mendengar decakan dari adiknya.

"Ih, sama aja!"

Keduanya kembali terdiam, berjalan menyusuri jalanan kota ditemani dengan bisingnya suara kendaraan dan teriknya matahari yang tidak membuat Angkasa mengeluh kelelahan. Ia sudah biasa, berbeda dengan Langit yang memang mudah lelah.

Saat melewati sebuah taman, tidak sengaja mata bulat Langit menatap sebuah pemandangan yang selalu ia impikan.

"Abang, kita kapan kayak meleka. Langit pengen." Tangan mungilnya menunjuk sebuah keluarga yang terlihat bahagia tengah saling melemparkan candaan.

"Langit penasalan lasanya gimana."

Angkasa hanya terdiam, menatap nanar pemandangan tersebut.

"Langit, 'kan ada Abang. Ja--"

"Tapi Langit mau kayak meleka Bang," selanya cepat dengan suara bergetar.

"Mau es krim?" tanya Angkasa mencoba mengalihkan pembicaraan yang untungnya langsung bisa membuat sang adik mengangguk antusias.

"Mau, mau! Lasa coklat ya Bang."

Mendengar itu, membuat Angkasa tersenyum tipis. Meskipun dibalik senyumnya, terdapat berbagai macam beban serta pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban.

Disaat anak seusianya tengah sibuk menghabiskan waktu bermain, ia justru memilih bekerja dan memikirkan bagaimana cara untuk menyenangkan sang adik.

"Oke, kita beli es krim sekarang!" seru Angkasa seraya mempercepat langkahnya menuju penjual es krim di dekat taman tersebut.

"Maafin Langit ya, Bang," lontar anak kecil itu tiba-tiba dan dibalas anggukan oleh Angkasa. "Langit ndak mau kok kayak meleka, ada Abang aja Langit udah senang. Jadi, Abang halus janji jagain Langit dan telus sama Langit. Ndak boleh kemana-mana!"

"Iya, Abang janji," jawab Angkasa seraya mencium pipi Langit sekilas. Ia tahu ada luka serta kebohongan dari ucapan adiknya barusan, terlihat dari tatapan matanya yang terus tertuju pada keluarga bahagia itu.

Langit tidak mau membuat abangnya sedih. Sebaliknya, Angkasa justru merasa semakin gagal saat tak bisa mewujudkan impian adik kecilnya akan sebuah hangatnya keluarga.

 Sebaliknya, Angkasa justru merasa semakin gagal saat tak bisa mewujudkan impian adik kecilnya akan sebuah hangatnya keluarga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat datang di cerita Langit Angkasa❤

Semoga suka dengan cerita ini, jangan lupa buat follow akun author ya pren, vote dan komen juga yaaa

Tertanda,

Secrettaa

Langit Angkasa [SELESAI]Where stories live. Discover now