7 • Lampu merah

1.2K 215 16
                                    

"Ibu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ibu ... Ibu tau 'kan teman-teman sekelas Jingga yang baru?" celetuk Jingga seraya menatap penuh binar sang ibu yang fokus menyetir. Namun, tetap membalas celetukan sang anak.

"Tau, 'kan Ibu tadi sempat liat. Kamu suka nggak sekolah di sana?" ujar wanita yang bernama Raini itu balik bertanya.

Spontan Jingga mengangguk antusias. "Suka banget, apalagi ada yang mirip sama Abang Revan."

Jingga seperti lupa bagaimana awalnya ia sangat tidak menginginkan sekolah. Dan itu membuat Raini lega, setidaknya Jingga nya bisa kembali tertawa dengan begitu ceria. Dibanding sekolah lamanya yang hanya meninggalkan banyak luka untuk putri kecilnya.

Jingga memang sempat mogok tidak mau sekolah, dan setelah cukup sabar bertanya. Raini pun menemukan titik terang bahwa anaknya selalu dijahili teman-teman sekelasnya bahkan sampai ada yang menyakitinya, meskipun tanpa sengaja.

Sekarang, Jingga mungkin tidak akan pernah merasakan kejahilan pada dirinya lagi. Karena ia sudah menemukan tempat baru, suasana baru dan teman-teman baru pula.

"Mata sama senyumnya mirip loh Bu, sama Abang!"

"Oh ya?" Raini masih fokus menyetir, dan saat lampu merah bernyala, otomatis mobilnya berhenti seperti kendaraan lainnya.

"Iya, Bu! Dia juga ada adik, tapi Jingga masih malu mau main sama mereka. Terus ya Bu, sebelum Jingga mau masuk ke kelas pas istirahat, Jingga nggak sengaja liat mereka digangguin kayak Jingga di sekolah lama kemarin."

Spontan Raini menoleh, "Anak-anak yang ketemu kita di luar kelas itu ya?"

Jingga mengangguk, "Iya Bu, mereka digangguin. Jingga liat adiknya nangis. Menurut Ibu, Jingga jahat nggak?"

Pertanyaan Jingga barusan, berhasil membuat Raini mengerutkan dahi kebingungan. "Kenapa Jingga nanya gitu, Jingga 'kan anak Ibu yang baik."

Yang disebut baik, justru malah menampilkan wajah sendu penuh rasa sesal.

"Jingga nggak bantuin mereka, Jingga cuma liat aja, Bu."

Raini tersenyum, sebelah tangannya menyentuh wajah sang anak dan menyuruhnya agar mendongak.

"Jingga, semua hal itu pasti ada alasannya 'kan? Dan Jingga nggak jahat kok karena nggak bantuin mereka. Jingga juga pernah diposisi itu dan saat ini, Jingga masih proses buat sembuh. Biar nggak takut lagi. Nanti, kalo Jingga nya Ibu yang cantik udah sembuh dan nggak takut lagi, baru bantu orang lain ya," nasehatnya yang didengarkan baik oleh Jingga tanpa menyela.

"Berarti Jingga harus sembuh dan berani dulu ya, Bu. Biar bisa bantu mereka besok-besok kalo diganggu lagi?"

"Iya, Jingga," jawab Raini seraya mengangguk dan baru saja ia mengalihkan tatapan, pemandangan di samping mobilnya entah kenapa membuat hatinya berdesir pilu.

Ketika matanya tak sengaja melihat pemandangan yang mungkin memang sudah sering dia dan orang lain lihat, tapi kali ini Raini merasakan hal berbeda jauh dari sebelumnya.

Langit Angkasa [SELESAI]Where stories live. Discover now