Chapter 6

914 116 4
                                    

Singto tertawa geli melihat wajah serius bercampur penasaran yang ditunjukkan oleh Krist.
"Saya bercanda soal itu. Kamu harus lihat ekspresi kamu barusan. Setengah melongo gitu kayak nggak nyangka. Hahaha..." Krist memelototi Singto, tidak tersentuh sedikitpun dengan candaan atau tawa yang keluar dari mulut bosnya.

"Nggak lucu tau, Pak. Saya lagi serius, Bapak bercanda. Tau ah gelap!" Lantas Krist melenggang pergi sambil mengerucutkan bibirnya.

"Dasar bos gila! Gue serius, dia bercanda. Mana bercandanya ngeselin banget lagi," gerutu Krist. Dari belakang, Singto menyusul langkah Krist, dan setelah berhasil dia menautkan jarinya ke dalam sela-sela jemari Krist, lalu menggenggamnya erat.

"Jangan ngambek dong. Saya cuma bercanda. Sekali-kali saya mau bercandain kamu." Krist mengabaikan ucapan Singto, tapi tidak sedikitpun tangannya berontak ingin dilepas. Ya, ampun. kenapa tangannya segenit ini bersedia digenggam Singto? Seharusnya dia jual mahal sedikit, bukan jual murah kayak baju obralan!

"Alasan kakak saya diusir tadi karena hal lain. Kamu mau tau nggak?" Krist tetap mengabaikan. Akibat diam-diam emasnya ini, Singto menahan tangannya sampai langkah mereka terhenti. Singto memutar tubuh Krist sampai mereka berhadapan.

"Jadi ceritanya kamu ngambek nih?" Krist tetap diam membisu. Mulutnya tertutup rapat, dan iris cokelatnya mengikuti pergerakan mata Singto yang ada di depannya.

"Saya minta maaf ya. Nggak lagi-lagi bercanda kayak gitu. Mau kan maafin saya?" Krist masih tetap diam.

"Krist, kalo kamu marah ya silahkan tapi jawab apa kek. Jangan mogok ngomong gini. Seenggaknya kalo kamu bilang kamu ngambek saya tau. Kalo begini..."

"Selamat, Anda masuk jebakan Kitman! Krist Batman!" potong Krist sambil tertawa puas.

"Kena deh!" Singto speechless. Dia sudah percaya Krist ngambek dan ternyata itu semua hanya akal-akalan Krist?? Bunuh gue aja, bunuh! teriak Singto dalam hatinya.

"Gimana rasanya kena jebakan Kitman, Pak?" Krist mengepal tangannya, terulur ke depan pada Singto seolah-olah kepalan tangannya adalah microphone.

"Ceritain dong sensasinya, Pak." Singto mengabaikan Krist, meninggalkannya dengan rasa kesal yang masih menempel sampai ubun-ubun.

"Yeyeye, lalala, Pak Singtar ngambek nih. cihuy!" ledek Krist menyusul Singto dari belakang. For God's Sake! Bisa nggak sih Krist bersikap lebih normal? Tadi di depan keluarganya diam-diam kalem, sekarang mulai bertingkah aneh lagi. Singto tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Krist yang mengekorinya dari belakang langsung menabrak punggungnya. Singto berbalik badan, sedangkan Krist mundur selangkah sambil cengengesan.

"Bercanda kamu bener-bener..."

"Eh-eh kok gitu sih? Loh, kok marah? Jangan gitu Pak Singtar," potong Krist bersenandung kecil dengan cengiran pamungkasnya. Singto ngelus dada seperti biasa. Sungguh, Krist benar-benar menguji kesabarannya.

"Senyum dong, Pak. Naning ninang ningnung." Krist menggerakkan kedua tangannya ke depan wajah Singto, menampilkan wajah konyol demi menggoda Singto.

"Terserah kamu aja. Saya pusing lihat kamu mirip ulat bulu," kata Singto menyerah. Dia memilih melenggang pergi daripada meladeni kegilaan Krist yang tiada habisnya. Krist menyusul langkah Singto, memeluk lengannya sambil berkata, "Pak, kalo masih ngambek nggak saya kasih jatah loh!" Singto mendelik tajam. Krist langsung meralat,

"Jatah main seoak bola, Pak. Emangnya mau jatah apa lagi? Masih marah aja pikirannya udah jauh kayak ke bulan."

"Iya, terserah kamu aja."

"Kiwkiw. Ganteng. Kalo ngambek pertanda minta diseriusin nih," goda Krist seraya mencolek dagu Singto layaknya sabun colek.

"Colek-colek lagi, saya cium." Krist mengabaikan peringatan itu, dia malah makin gencar colek-colek dagunya Singto. Dalam hitungan detik, Singto menghentikan langkah dan melirik tajam setajam tikungan gebetan dipepet yang lain.

The Devil's Secrets [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang