Chapter 17

705 99 16
                                    

Kejadian tadi siang membuat Krist tidak bicara sepatah kata pun. Singto semakin khawatir. ada berbagai macam pertanyaan bermunculan di kepalanya, tapi dia tidak mau menduga-duga sebelum Krist menceritakan siapa orang itu sebenarnya. Singto mendekati Krist yang terduduk di sofa kamar utama.

"Kamu mogok ngomong nih? Saya penasaran yang tadi siapa. Boleh saya tahu?" tanya SIngto mencoba membujuk. Sedetik kemudian dia berubah pikiran. Mungkin tidak tepat langsung menanyakan hal itu.

"Kalau kamu siap kamu boleh cerita. Tapi sekarang kita makan dulu ya? Saya udah buatin makanan. Kamu pasti laper kan?"

Krist tidak mejawab. Tidak ada yang bisa Singto lakukan karena dia tidak ingin memaksa Krist kalau lelaki manis itu belum bersedia cerita. Dia bangun dari duduknya, lalu mengecup singkat pucuk kepala Krist.

"Saya ada di luar kalau kam butuh saya."

Baru beberapa langkah sebelum mencapai pintu kamar Singto mendengar suara Krist.

"Dia yang merawat saya setelah ayah dan kakak saya meninggal."

Singto menoleh ke belakang, melihat Krist menunduk dengan tangan mengepal di atas paha. Tangannya gemetaran seperti sebelumnya. Dengan cepat Singto duduk kembali di tempatnya, dan menggenggam tangan Krist.

"Kakak kamu? Atau, siapa?"

Krist menggeleng.

"Saya takut...." Suaranya bergetar dengan tangisnya pecah.

"Takut kenapa? Dia kasar sama kamu?"

Krist menggeleng.

"Terus kenapa Krist? Tolong cerita sama saya. Biar saya tau kenapa kamu begini," bujuk Singto memohon. Dia memegang kedua sisi pundak Krist, memutar sedikit agar Krist menyamping padanya. Setelah itu dia menggenggam tangan Krist dengan erat. "Kamu percaya sama saya, kan?"

Krist menatap mata Singto sebentar. Kepalanya mengangguk seiring air mata yang terus jatuh dari pelupuk mata.

"Saya ga tau dia udah keluar dari penjara makanya saya bilang takut" cerita Krist akhirnya.

"Penjara? Jangan-jangan dia suka mukulin kamu makanya kamu takut lihat dia?" tebak Singto makin tidak sabar.

"Waktu ayah dan kakak saya meninggal, umur saya masih tujuh tahun. Ibu saya udah meninggal lebih dulu. Jadi setelah semua keluarga saya nggak ada, dia yang ngurus saya. Dia adiknya Papa sekaligus wali saya. Dia yang membiayai semua keperluan saya," lanjut Krist. Air matanya semakin jatuh setetes demi setetes.

Singto sigap menyeka air mata Krist dengan ibu jarinya.

"Tapi perlakuan dia ke kamu nggak baik?"

"Dia ga cuma kasar, dia memperkosa saya dari kecil. Dia melakukan itu semua sampai saya SMA," aku Krist dengan tanggis yang pecah.

Singto syok. Dia kehabisan kata-kata menggambarkan kekejian Om-nya Krist.

"Om kamu ngelakuin itu semua ke kamu? Apa dia dipenjara juga karena hal itu?"

Krist mengangguk pelan.

"Kalau saya nolak, saya dipukul sampai lebam. Ayahnya New yang bantu laporin tindakan Om saya, makanya dia di penjara. Tapi saya nggak tau dia udah keluar. Saya takut..."

Krist menggenggam tangan Singto dengan erat demi menyalurkan ketakutannya.

Singto tidak habis pikir seseorang yang seharusnya menjaga malah menjadi sosok keji. Dia tidak bisa membayangkan kehidupan Krist selama bertahun-tahun dalam bayang-bayang kebejatan Om-nya. Luka yang diterima Krist bukan sebatas luka sakit ditinggalkan, tapi luka psikis yang membuatnya dihantui rasa takut setiap kali melihat Om-nya.

The Devil's Secrets [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang