Chapter 8

881 97 4
                                    

Dinginnya malam ini cukup menusuk kulit. Beberapa orang memutuskan pulang ke rumah, sementara yang lainnya masih di luar.

Singto belum kembali setelah pulang kerja dikarenakan sedang berkumpul dengan kedua sahabatnya. Sambil menikmati live music, Singto meneguk segelas bir bersama Oak, dan Tew.

"Gue denger dari Tay, lo punya gebetan baru. Ceritain dong." Oak membuka obrolan. Sejak lima belas menit lalu mereka hanya menikmati suguhan lagu yang dinyanyikan penyanyi bar, belum sempat membicarakan apa-apa. Lihat kan, mulut embernya Tay bahkan bisa nyebar sampai ke telinga sahabatnya.

"Namanya Krist. Dia anak buah gue di kantor," serobot Tew.

"Serius? Cowo? Tumben Singto nggak gebet model? Udah bosen sama model-model papan atas?" tanya Oak makin penasaran. Semua orang yang mengenal Singto pasti hafal kalau Singto hanya ngegebet perempuan sekelas model-model papan atas. Cantik, tinggi, langsing, ya mirip boneka Barbie keluaran pabrik lah. Tipe-tipe anggun nan berkelas. Krist sangatlah jauh dari tipenya, bahkan mendekati saja tidak karena Singto menyukai orang kalem dan tenang. Tew mengangkat bahu.

"Krist ini badannya bagus kok, mungkin servicenya lebih enak dari gebetan-gebetan Singto yang dulu." Singto risih mendengar Tew mengomentari Krist seperti itu.

"Nggak usah bahas hal mesum kaya gitu. Gue nggak suka."

"Sori deh, Bro. Gue kan cuma mau bilang gitu aja," ucap Tew merasa bersalah.

"Kalo gitu kita harus rayain hal ini karena akhirnya Singto punya gebetan baru." Oak menaikkan gelas birnya-berusaha mencairkan suasana ketika Singto mulai protes soal hal sebelumnya.

"Yuk, ah!" Mereka bertiga bersulang, mendentingkan gelas masing-masing sambil berkata 'cheers'. Setelah meneguk bir sampai setengah gelas, Oak kembali bersuara.

"Eh, Sing. Gue denger Namtan udah pulang. Lo belum ketemu dia?" Spontan gelas yang dipegang Singto terhenti di udara beberapa saat ketika akan diteguknya lagi. Lalu tanpa menjawab, dia meneguk habis birnya. Tew segera menyadari perubahan ekspresi Singto dan kemudian menendang kaki Oak dari bawah meja, memberi kode melalui mata untuk tidak membahas soal nama yang disebutnya barusan. Untungnya Oak paham.

"Eh, Sing. Kapan-kapan kenalin sama Krist dong. Gue mau lihat Krist kayak gimana. Nanti gue ajak pacar gue sekalian." Oak mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Lo mau ngajak janda kesayangan lo gitu? Aduh, tobat kenapa, Oak. Demen amat sih sama janda," sela Tew geleng-geleng kepala. Kalau Singto suka model, Tew suka karyawan baru, maka Oak suka sama janda baru cerai. Semua orang sampai hafal sudah ada berapa banyak janda yang dipacari sama Oak.

"Janda itu amazing tau. Gue suka janda karena mereka bisa manjain gue," jelas Oak.

"Daripada jadi tukang incer karyawan baru kayak lo, Tew. Hobinya seks di kantor lagi," sindir Oak sekenanya.

"Sialan!" Obrolan mereka terpaksa berhenti sesaat menyadari Singto tidak ikut nimbrung atau menimpali seperti biasa. Tew memelototi Oak. Akibat ulahnya mungkin Singto memikirkan satu nama itu.

"Eh, Sing..."

"Gue balik duluan," potong Singto cepat seraya mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan seratus di atas meja.

"Loh, kok lo balik?" tanya Tew. Sayangnya pertanyaannya hanya angin lalu karena Singto sudah pergi lebih dulu. Pandangan tajamnya langsung tertuju pada Oak.

"Lo sih bahas-bahas Namtan! Bikin mood dia rusak aja lo!" "Ya habis gimana, gue kan cuma mau bilang Namtan udah di sini. Cepat atau lambat mereka pasti ketemu."

"Udah deh, lo diem aja. Mending telepon janda lo tuh!"

.

.

The Devil's Secrets [Tamat]Where stories live. Discover now