Chapter 24

606 86 14
                                    

Pikiran Krist dipenuhi tanda tanya mengenai ucapan Namtan kemarin. Ada banyak kata 'benarkah' yang muncul dalam benaknya. Apakah Namtan hanya menggertaknya, atau mengatakan yang sesungguhnya. Semua itu hanyalah Namtan yang tahu dan tentunya waktu yang bisa memberi jawaban terbaiknya.

Bahkan setelah duduk bersampingan dengan Singto yang dijemputnya bersama sopir, dia tidak berani menanyakan apa-apa. Mungkin waktunya belum tepat mengingat Singto baru saja pulang.

"Kamu diam aja. Kenapa? Mikirin apa, sih?" tanya Singto.

Sejak tiba di Bangkok dia menyadari ekspresi Krist tidak seceria biasanya. Seperti ada yang dipikirkan oleh pacarnya. Pertanyaannya sekarang bahkan diabaikan. Krist tetap diam tak bersuara.

"Krist? Kamu dengar saya nggak?"

Krist tersentak.

"A-ah, i-iya?"

Singto mengusap kepala Krist dan membelainya dengan lembut.

"Kamu mikirin apa sih? Kok diam aja?"

Krist menggeleng cepat menolak menjawab meskipun hatinya ingin mengetahui kebenaran hal-hal yang dibeberkan Namtan padanya. Ah, lain kali aja. Mungkin besok bisa ditanya. Batinnya mencoba menenangkan.

"Yakin?"

Krist memeluk Singto dari samping sekaligus menyandarkan kepalanya di pundak Singto.

"Yakin. Saya kangen sama Pak Singto. Welcome home, Boss."

"Saya lebih kangen sama kamu, Krist. Kita harus nonton film bareng karena kemarin kamu bilang mau nonton film."

Krist mengangguk, membiarkan dirinya larut dalam kehangatan dari sentuhan tangan Singto yang mengusap punggungnya. Dia mengabaikan semua ucapan Namtan karena dia percaya dengan Singto. Selama satu setengah jam akhirnya mobil yang dikemudikan Pak Mamat memasuki rumah mewah yang diberikan Parama. Dalam kebingungan yang melanda Singto, ada suara Krist yang terdengar.

"Pak Rama bilang kita harus balik ke sini. Besok dia mau ketemu sama Pak Singto," jelas Krist, yang kini menyisiri rambut Singto dengan jemarinya.

"Kamu ketemu Papa? Kok nggak bilang?"

"Pak Singto terlalu sibuk sampai lupa kabarin selama dua hari. Jadi waktu kita teleponan cuma ngobrol seadanya," jawab Krist.

Kemudian tangannya berpindah menuju pipi Singto yang dingin karena AC.

"Udah jangan mikirin apa-apa karena yang penting akhirnya Pak Singto bisa tinggal di rumah ini. Soalnya saya perhatiin Pak Singto nggak bisa tidur tenang selama di penthouse."

"Kalau gitu besok saya ketemu Papa. Makasih, ya, sebelumnya. Kamu benar-benar full of surprise."

Singto mendaratkan kecupan singkat di kening Krist. Sebenarnya ingin mencium bibirnya tapi mengingat dia masih duduk di jok belakang dan jadi tontonan Pak Mamat yang mulai cekikikan di depan, maka niat itu harus diurungkan dulu.

Tidak ingin terlalu lama di dalam mobil, Singto dan Krist keluar, kemudian saling bergandengan tangan. Pak Mamat mengeluarkan koper Singto dengan senyum bahagia karena Singto lebih banyak senyum dari biasanya. Sebelum masuk, Krist kelupaan tasnya yang ada di dalam mobil sehingga meminta Singto masuk ke dalam lebih dulu.

"Heran, ada aja yang ketinggalan!" protesnya pada tas yang sudah diselempangkan.

Barulah Krist menyusul Singto yang berada di dalam rumah. Langkah kaki Krist harus berhenti sebelum sempat mendekati Singto. Matanya menangkap seorang perempuan memeluk Singto dengan mesra. Tak hanya sebatas memeluk karena perempuan itu mendaratkan kecupan singkat di bibir Singto seolah hal itu sudah biasa dilakukan.

The Devil's Secrets [Tamat]Where stories live. Discover now