Chapter 22

565 66 11
                                    

Disclaimer!!
Aku publish wattpad lagi bukan karena ga menghargai Abang yang lagi ibadah ya... Berhubung agama ku dan Abang juga sama jadi ga mungkin aku ga menghargai agamaku sendiri...

Tujuan publish karena lagi kangen banget sama Abang dan aku juga pengen ngobatin kalian yang udah kangen sama Abang lewat tulisanku...

So, selamat membaca!!✨

.

.

"Asyik!"

Moji mencium pipi Singto dan memeluknya dengan erat. Pandangannya tertuju pada sang ibu yang berdiri di samping.

"Mama, aku mau Papanya diganti. Lebih baik Om Singto aja jadi Papaku."

Namtan memelototi putrinya.

"Moji jangan bilang kayak gitu."

Moji cemberut, kemudian mengadu pada laki-laki yang masih menggendongnya.

"Om, masa Mama melototin aku. Galak banget. Moji takut." Singto melirik Namtan.

"Kamu nggak perlu melototin dia kayak gitu. Moji nggak bermaksud apa-apa."

Kimberly yang mengamati pemandangan itu langsung berkomentar.

"Kok gue kayak ngelihat keluarga beneran sih? Aduh..."

Dia sebagai sosok 'mak comblang' antara Singto dan Namtan masih tetap mendukung keduanya meskipun takdir memisahkan. Namtan hanya tersenyum malu sementara Singto sibuk mengusap punggung Moji yang terlihat nyaman berada dalam dekapannya.

"Kita siap-siap sekarang, yuk! Kalau kelamaan kasihan kalian," ajak Kimberly, yang kemudian memberi kode kepada para asistennya untuk menyiapkan semua peralatan untuk pemotretan mereka.

Moji turun setelah dibujuk Namtan. Gadis kecil itu pergi bermain dengan asisten yang diperintahkan menjaganya agar Singto dan Namtan dapat fokus dengan pemotretan mereka. Keduanya diarahkan sang fotografer mengenai gaya apa yang cocok untuk menghiasi majalah khusus gaun ciptaan Kimberly edisi terbaru.

Dari sekian banyak gaya, ada satu gaya yang dirasa tepat mengawali pemotretan mereka. Singto merangkul pinggang ramping Namtan, sementara Namtan menaikan satu tangannya di pundak Singto. Satu tangan mereka yang bebas menyatu dalam genggaman sambil menatap mata masing-masing. Sang fotografer segera mengabadikan momen tersebut dalam potret berulang kali dari sudut yang berbeda. Kimberly senyam-senyum sendiri mengamati keduanya.

"Aduh... tatapan kalian masih sama aja. Kelihatan masih saling cinta!" teriak Kimberly bersemangat.

Singto merasa bersalah sudah melakukan hal ini. Andai saja tidak ada Moji mungkin dia sudah menolak mentah-mentah permintaan Kimberly. Ah, gadis kecil itu. Sungguh, kenapa dia harus bersedia segala? Ini benar-benar penyesalan terbesarnya.

Setelah cukup lama beradegan mesra akhirnya pemotretan keduanya selesai. Dari tatap-tatapan, berpegangan tangan, pelukan sampai Namtan mencium pipi Singto sudah diabadikan dalam frame. Kini tiba saatnya mereka berfoto bertiga bersama Moji. Seperti potret keluarga bahagia-begitulah yang terlihat-ada tawa dan senyum yang diperlihatkan di depan kamera meskipun hanya pura-pura demi gambar yang bagus.

Selesai dengan pemotretan Kimberly sudah meminta asistennya menyiapkan makanan. Bersama dengan Moji yang enggan turun dari pangkuannya, Singto makan sambil menyuapi Moji. Beberapa asisten Kimberly yang melihat kedekatan itu tak luput dari kegiatan menggosip ria dengan mengatakan Moji terlihat seperti anak kandung Singto.

"Moji, turun. Kamu makan sendiri. Om Singto kasihan harus nyuapin kamu juga," bujuk Namtan dengan nada kesal.

Moji menggeleng kuat. "Nggak mau. Moji nggak pernah disuapin Papa. Jadi Moji mau disuapin Om Singto."

The Devil's Secrets [Tamat]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon