Chapter 38

846 86 25
                                    

Beberapa minggu kemudian...

Kontrak kerja Krist berakhir hari ini. Dia mengatakan pada Tew untuk tidak memperpanjang masa percobaannya. Bukan dia tidak ingin bekerja lagi, tetapi Singto yang memintanya berhenti karena pernikahan mereka akan diselenggarakan dua minggu lagi. Setelah menikah dia akan mengurus kepindahannya ke New York. Krist mengamati rekan-rekan kerjanya seperti Prem dan Knot yang tengah menyanyikan lagu untuknya di tempat karaoke. Bersama Jhon, Tew, dan Danai, dia menghabiskan waktu bersama dalam farewell party.

"Yah... kantor bakal sepi banget deh nggak ada lo." Jhon berucap dengan wajah sedih.

Prem menyahuti dengan suara nyaringnya. "Bilang aja sepi karena nggak ada yang bisa lo jadiin gosip, Jhon!"

"Kantor beneran sepi tanpa kamu, Krist. Semoga pernikahan kamu dan Pak Singto berjalan lancar," timpal Danai.

"Bilang aja sepi nggak ada yang bisa dilihat lagi, Pak. Padahal saya nggak kalah oke dari Krist," serobot Knot.

Prem yang sudah berhenti menyanyi sedari tadi ikut tertawa bersama yang lain. Kemudian Prem duduk di samping Krist dan Knot.

"Ya, ampun... sedih banget Krist udah nggak kerja lagi. Gue beneran kehilangan teman ceriwis kayak dia." Prem menitikkan air mata.

"Gue pasti bakal kangen banget sama lo," ucapnya lirih.

Kalimat itu membawa Prem memeluk Krist. Begitu pula dengan Knot. Mereka bertiga berpelukan sambil menangis bersama. Jhon, Danai, dan Tew yang melihat pertemanan ketiga lelaki itu ikut sedih. Untuk beberapa menit mereka membiarkan ketiganya menangis, lalu Krist melepas pelukan karena ingat harus pulang.

"Udah yuk balik. Nanti singanya Krist ngamuk tuh kalau dia belum pulang," kata Tew.

"Yuk!" sahut Prem.

Krist bangun dari duduknya. Tangannya merogoh ponsel di dalam tas namun, dia tidak dapat menemukan ponselnya hingga terpaksa mengeluarkan isi tasnya.

"Kenapa, Krist?" tanya Danai.

"Hape saya hilang, Pak. Nggak ada di tas," jawab Krist panik.

"Lho, bukannya lo charger di meja kantor? Udah lo cabut belum waktu ke sini?" sambung Prem.

Krist menepuk keningnya. "Astaganaga! Belum! Sial. Pantes aja nggak ada."

Krist segera memasukkan semua barang-barangnya dibantu Prem dan Knot.

"Ya udah deh ke kantor dulu baru balik."

"Gue antar aja, Krist. Soalnya rumah gue rutenya searah sama kantor," tawar Prem.

Tanpa banyak bicara Krist langsung bergegas pergi bersama Prem setelah pamit dan membayar semua tagihan karaoke. Beruntung saja jarak antara tempat karaoke dan kantornya hanya menghabiskan waktu dua puluh menit.

.

.

Setibanya di kantor Krist menaiki lift ke atas sendirian. Untung saja lampu masih nyala meskipun waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Bulu kuduknya berdiri saat berada di lift. Entah karena sudah beberapa kali pulang malam atau Krist sudah tidak sepanik dulu waktu naik ke lantai atas sendirian. Krist mengambil ponselnya yang berada di atas meja kerja.

"Dasar hape kurang ajar! Kenapa mesti ninggalin diri sih di sini? Gue kan males ya bolak-balik kantor!" cerocosnya pada ponsel yang baru saja dimasukkan ke dalam tas.

"Jadi kebiasaan calon istri saya itu ngomong sama barang."

Krist terlonjak kaget. "Eh, copot! Copot! Astaga!"

The Devil's Secrets [Tamat]Where stories live. Discover now