Chapter 19

606 86 5
                                    

Dengan tenangnya Krist merapikan beberapa pakaian yang sudah dipilah ke dalam koper bergambar kura-kura kesayangannya. Dia ingin mengambil sebagian celana dalam, boxer, dan pakaian lainnya. Bosnya sudah membelikan yang baru tetapi Krist tetap menyukai barang-barang lama. Soalnya dia tipe yang kalau sudah nyaman dengan barang lama, maka akan dipakai terus sampai benar- benar rusak.

Krist tidak sempat melihat ponsel karena dia mengaktifkan mode silent dan mematikan getar sehingga tidak dapat mendengar telepon masuk. Terlalu sibuk merapikan barang, Krist sampai tidak sadar di belakangnya sudah ada Om-nya berdiri di ambang pintu yang terbuka sambil menyeringai kecil.

"My little Krist," sapanya pelan.

Telinga yang mendengar sapaan itu membuat tubuh Krist membeku. Tangannya gemetaran.

"Ke mana pacar kamu, Kit? Namanya Singto Prachaya Ruangroj, kan? Putranya Parama Otwaphan Ruangroj dan Kapook Phatchara Ruangroj."

Merasa suara itu semakin mendekat, Krist mencoba menggerakkan tubuhnya yang kaku. Dia tidak ingin melihat apalagi sampai disentun Om-nya. Dia tidak mau seperti dulu. Dengan mengumpulkan seluruh tenaganya Krist berdiri dan mundur beberapa langkah. Andai saja dia tidak bangun mungkin Om-nya sudah memeluknya dari belakang karena pria itu hanya tinggal beberapa langkah menghampirinya.
Om-nya tersenyum seperti dulu menyebabkan Krist mengingat kembali kenangan-kenangan pahitnya tentang pria itu.

"Nggak ada yang boleh memiliki kamu selain saya. Siapapun itu termasuk Singto. Kamu cuma milik saya, Krist. Papamu nitipin kamu ke saya." ucap pria itu dengan senyum menakutkan khas-nya.

"Gila! Om udah gila!" balas Krist akhirnya mulai bersuara. Dia mengambil senter yang berada tak jauh darinya.

"Kenapa megang senter? Kamu ingin lebih terang dari lampu kamar ini?"

"Cukup. Kalau Om mendekat, saya nggak segan-segan pukul Om dengan senter ini." Krist mengeratkan genggamannya pada pegangan senter. Hatinya sudah tak sanggup melihat Om-nya.

"Pergi. Tolong berhenti."

Pria itu tertawa keras.

"Haha! Pergi ke mana, Krist? Atas ranjang? Kamu kangen melakukan itu dengan saya?"

Air mata yang menumpuk di pelupuk mata Krist jatuh membasahi pipinya yang kering. Pertanyaan itu melukai hatinya dan membuat otaknya tak berhenti menampilkan kekejian Om-nya dalam benaknya. Ya, Tuhan... tolong utus siapapun untuk menolongnya. Dia tidak bisa. Dia terlalu takut.

"Saya bukan boneka, Om. Saya nggak takut sama semua ancaman, Om."

Krist mencoba tegar dan kuat. Tetapi siapapun yang mendengarnya bicara pasti tahu jika dia sangat ketakutan dalam getar suara yang begitu jelas. Tentu Om-nya orang yang paling tahu akan ketakutannya.

"Kamu yakin? Kalau saya bilang akan bunuh pacar kamu seandainya kamu menolak keinginan saya, apa kamu masih sok berani menantang saya?"

Krist terdiam. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi tetapi Om-nya sungguh bukan manusia penakut yang tidak akan menepati omongannya.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? Kakinya mulai lemas, kakinya seakan tak kuat menahan tubuhnya. 

"Kamu takut? Ayolah main sebentar aja. Pacar kamu nggak akan tau." Pria itu semakin maju ke depan.

Krist bergerak mundur ke belakang, masih memegang senter dengan kuat sambil menggeleng tak berdaya. Semakin lama mundurnya mencapai akhir. Tubuh Krist menabrak dinding. Tanpa pikir panjang Krist membuka jendela yang berada di belakangnya. Jendela itu terbuka lebar dan bisa saja Krist melompat tapi mengingat dirinya berada at lantai dua rasanya terlalu bodoh jika benar-benar nekat melakukannya

The Devil's Secrets [Tamat]Where stories live. Discover now