Rival 29

19.9K 1.9K 83
                                    

Keesokan paginya Haechan sudah tidak bersedih lagi. Iya, setelah kejadian itu Haechan menangis histeris. Hatinya benar-benar sakit seperti di remas kuat.

Dari sepulang apartemen Mark, Haechan mengurung diri sampai malam, pagi baru keluar. Haechan memakai bedak tipis agar tidak terlalu terlihat mata nya yang membengkak.

Haechan benci mengakui ini, tapi Haechan sudah sadar jika ia telah mencintai Mark. Mau menghilangkan perasaan ini tapi hatinya menolak keras, tidak seperti logikanya yang terus-terusan membenci Mark yang teganya mempunyai kekasih saat akan bertunangan dengan nya.

Di kelas Haechan sendiri, ia datang sangat pagi. Tidak mau terlalu rarut dalam kesedihan dan sakit hatinya, Haechan berusaha seceria mungkin. Tapi keceriaan nya hilang karna nama Haechan terukir di meja bekas Mark yang sekarang jadi mejanya juga.

"Bangsat! Segala nulis nama gue!" Haechan ambil pulpen di tas lalu menggosok kasar ke namanya di meja.

"Mark berengsek! Mati aja lo! Udah bikin gue cinta tapi dia malah nyakitin gue. ARGH!!" Haechan buang pulpen yang sudah rusak. Nafasnya memburu karna emosi.

Kepala Haechan di jatuhkan ke mejanya. Haechan sekuat tenaga tidak menangis. Mau bercerita pada dua teman nya, nanti yang ada ia di ejek habis-habisan. Haechan kan malu sok-sokan bilang tidak akan pernah mencintai Mark tapi sekarang dia merasakan nya.

"Ke kantin aja lah." Haechan berjalan keluar kelas. Sepi juga di dalam tidak ada orang.

Haechan membeli roti tawar dan susu kotak rasa strawberry.

"Makasih, bi."

Ibu penjual tersenyum. Haechan duduk di salah satu kursi sambil menikmati roti tawar yang tidak ada apa-apanya di banding roti buatan mae nya.

Ngomong-ngomong perusahaan keluarganya sudah membaik. Johnny juga tidak melembur lagi dan Ten tidak harus menemani Johnny di kantor lagi.

Roti sisa setengah lagi tapi di rebut oleh Hyunjin yang baru datang ke sekolah, dia masih memakai tas nya.

"Rusuh lo, datang-datang ngambil roti gue."

Hyunjin memberi cengiran nya dan melahap sekaligus roti sisa Haechan.

Mata Hyunjin menatap ke mata Haechan. Tatapan Hyunjin sangat tajam, Haechan jadi ngeri sendiri.

"Ngeliatin gue nya ga sampe segitunya, dower!" Jeno memanggil Hyunjin membleh kalau Haechan dower. Hyunjin it's okay jika Haechan yang manggilnya dower. Lah Jeno, tidak bisa di terima!

"Habis nangis lo?"

Sontak Haechan menatap Hyunjin dengan melolot ke Hyunjin.

Hyunjin menutup mata bulat Haechan.

"Ga usah melotot juga, biasa aja."

Haechan melepas tangan Hyunjin, ia mencoba bersikap biasa saja agar tidak terlihat gugup di depan Hyunjin. Tapi Hyunjin tipe laki-laki yang sangat peka dalam situasi.

"Ga usah gugup gitu, gue cuman nebak doang, kalo emang bener lo nangis juga bukan urusan gue." Hyunjin itu peka, penyayang, baik, tapi tidak terlalu peduli dalam urusan orang lain.

"Jangan bilang kesiapa-siapa kalo gue nangis! Apalagi ke si Jenong." Jenong itu panggilan spesial untuk Jeno dari Haechan.

Hyunjin memberi jempol nya.

"Btw, Jeongin sama gue udah hampir mau pacaran, Chan." Hyunjin bercerita tentang laki-laki lucu mirip kucing itu. Yang Jeongin, namanya.

"Bagus dong. Nanti kalo udah pacaran jangan lupa traktir gue ya."

Rival [Markhyuck] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang