11. Digging Deeper

11K 1.1K 19
                                    

Hujan beserta petir memeriahkan langit malam ini. Kirana berkutat di dapur memasak mie instan yang sepertinya cocok dimakan di suasana hujan ini.

Sementara itu, Javas berada di sebelahnya karena takut dengan suara petir memekakan telinga.

Sore tadi Saka sudah berangkat. Katanya sih ada urusan pekerjaan di Bali. Mendadak memang, sebab ini malam libur. Kirana tidak tahu seberapa mendesak pekerjaannya.

Sebagai seseorang yang menikmati bekerja, Kirana tidak akan keberatan menggunakan hari liburnya satu kali dalam sebulan untuk menyempurnakan pekerjaan. Toh, ia juga hidup sendiri. Meski hari libur juga sangat ia nikmati dan tunggu-tunggu untuk bersantai.

Ia pikir, Saka juga sangat berkomitmen dengan pekerjaannya meski harus meninggalkan anak dan istri di rumah.

Itu pemikiran Kirana yang memposisikan diri sebagai seseorang yang bekerja. Namun sejak Saka pergi sore tadi, Kirana mencoba untuk melihatnya dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga.

Bukankah terlalu mendadak untuk pergi urusan pekerjaan di hari libur begini? Apa tidak ada orang lain yang bisa pergi. Misal orang yang masih single?

Mungkin jika dirinya adalah Kiara, akan bertanya-tanya begitu sambil memberi banyak wejangan agar Saka merawat dirinya sendiri selama di tempat orang.

"Ma," panggil Javas.

Lamunan Kirana buyar, ia baru sadar kalau air rebusan mie meluap dari panci dan mie yang ia rebus jadi terlalu matang.

Wanita itu hendak membuangnya saja dan memasak yang baru, tapi kemudian ia menatap Javas.

Membuang makanan bisa menjadi contoh buruk bagi bocah itu. Bagaimana kalau nanti ia juga mengadu pada papanya? Kirana tidak masalah sebenarnya, tapi saat ini ia ada di posisi Kiara.

Alih-alih membuang mie yang lembek itu, ia pun memasukkan bumbu. Terpaksa kenikmatan mie kala hujan jadi berkurang.

"Mama, Javas kepengen sosis gulung mie yang pernah mama buat itu." Javas mengungkap keinginannya.

Sebuah permintaan yang cukup sulit diwujudkan oleh Kirana. Masak mie instan saja ia payah, bagaimana mau membuat kreasinya?

Ini lebih sulit daripada permintaan untuk punya adik. Kalau itu, Kirana bisa saja dengan nekat mengajak Saka dan membiarkan lelaki itu yang bekerja.

Ah... mengapa wanita itu malah berpikir aneh-aneh begitu. Kirana pun menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Pikiran liarnya sungguh berbahaya. Untung saja tidak ada Saka di rumah.

"Nanti, cari resep dulu," ujar Kirana. Perkataannya memberikan secercah harapan bagi bocah itu.

Javas tersenyum lebar hingga pipinya membentuk dua bolongan nan imut. Bisa Kirana prediksikan bahwa bocah itu akan menjadi sosok rupawan di masa depan.

"Javas," panggil Kirana.

Mereka sudah duduk di meja makan. Kirana meletakkan mie gagal buatannya ke dalam mangkuk kecil milik Javas. Sementara dirinya akan makan langsung dari panci agar lebih nikmat.

Anak itu menatap mata Kirana.

"Nanti kalau udah besar Javas mau nggak jadi artis?" Tanya wanita itu.

Jiwa-jiwa pencari bakatnya meronta. Meski sekarang tidak lagi bekerja sebagai orang yang men -casting calon bintang, tapi ia masih punya mata elang untuk melihat potensi pada diri seseorang. Iya, Javas sangat berpotensi.

"Artis itu apa?" Tanya bocah itu dengan polos. Kemudian memakan mie aneh itu tanpa banyak protes.

Kirana lupa, kalau Javas bukanlah anak sepuluh tahun yang sudah tahu banyak hal. Bocah itu baru berusia lima tahun meski cara bicaranya lugas seperti sudah cukup besar.

Different (Complete ✓)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora