Bonus: With Conditions

11.6K 1K 9
                                    

Mulut Kenzo sampai menganga lebar. Ia merasa telinganya perlu dikorek setelah mendengar jawaban aneh dari Kirana.

"Lo denger nggak? Gue bilanya, iya." Ulang wanita itu lagi.

Tangan Kenzo menempel di pipinya. Lalu menepuk kedua pipi itu dengan keras hingga ia mengaduh kesakitan.

"Bukan mimpi ternyata," gumam lelaki itu.

Kirana yang melihat hanya bisa memutar bola matanya. Ia kemudian bersedekap.

"Gue tarik lagi kata-kata gue kalau gitu."

"Jangan! Kalau udah bilang iya, ya berarti mau." Tukas Kenzo.

Senyum lelaki itu kemudian merekah lebar. Ia merentangkan tangan dan berjalan mendekati Kirana hendak memeluknya.

Sayang, wanita itu langsung mendorong dada Kenzo dengan keras. Menolak untuk dipeluk.

"Kenapa lagi calon istri?" Tanya lelaki itu.

Terlihat Kirana bergidik ngeri. Ia berjalan menuju bangku taman di komplek apartemennya.

"Tapi ada syarat dan ketentuannya," ujar wanita itu.

Seharusnya Kenzo bisa menebak kalau tidak akan semudah itu meluluhkan hati Kirana.

Ini ajakan ke lima kali Kenzo. Segala kalimat ia susun untuk melamar teman karibnya sejak lama itu. Namun selalu berbuah penolakan.

Kenzo sampai kenyang dikatai gila, sinting, sakit jiwa, sakit mental, dan sebagainya. Tapi lelaki itu pantang menyerah demi mengejar cintanya.

Kini, wanita tersebut setuju. Tentu dengan berbagai syarat yang tidak bisa Kenzo tebak apa saja isinya.

Lelaki itu ikut duduk di sebelah Kirana. Ia menatap profil samping wanita tersebut yang selalu tampak cantik di matanya.

"Lo nggak mau tanya, kenapa akhirnya gue setuju?" Tanya Kirana. Ia menoleh, menatap Kenzo tepat di mata.

"Kenapa?"

Lelaki itu sudah seperti tersihir oleh ucapan sang pujaan hati. Maka jangan heran kalau ia selalu menjalankan apa pun permintaan Kirana.

Memang, Kenzo sering mendumal, tapi itu hanya untuk mencairkan suasana. Aslinya, ia ikhlas lahir batin disuruh apa saja. Kecuali disuruh mati. Ia tidak sampai berpikir segila itu. Sebagai otaknya masih berpikir secara rasional meski sudah menjadi budak cinta akut.

"Gue pikir, lo not bad. Dari segi finansial, mantaplah. Tampang juga lumayan, terus lo juga teman yang seru. Jadi nggak ada salahnya gue bisa temenan sama lo seumur hidup. Kan jadi nggak ngebosenin." Kirana membeberkan alasannya.

"Itu pertimbangan lo?"

Kirana mengangguk yakin. Ia tersenyum kecil.

"Sama... gue inget kata-kata lo waktu gue koma. Lo bilang gue segalanya buat lo. Lo satu-satunya orang yang selalu ada di samping gue."

Tiba-tiba Kenzo jadi merasa malu. Ia menyugar rambutnya. Setelah itu ikut tersenyum kecil dan hangat ke arah Kirana.

"Terus syaratnya apa?" Tanya Kenzo.

"Gue nggak mau bikin pesta. Gue mau kita nikah biasa aja. Kalau bisa di KUA aja cukup. Gue nggak suka perayaan. Uang pestanya bisa kita donasikan ke pantinya bunda. Kemarin, Satria sempat cerita, katanya mereka mau renovasi panti. Tapi dananya belum memadai." Tutur Kirana.

"No problem. Itu lebih bagus kayaknya. Doa anak-anak di panti bisa bikin rumah tangga kita lebih berkah nantinya." Tanggap Kenzo. Lelaki itu sama sekali tidak keberatan.

"Gue juga mau tetap kerja. Gue nggak mau foya-foya pakai duit lo. Duit dari lo bisa gue pakai buat keperluan rumah tangga." Lanjut Kirana.

"Setuju."

"Gue nggak mau langsung punya anak. I mean, gue belum siap. Itu tanggung jawabnya gede banget dan gue agak trauma masalah begitu. You know masalah gue dan Kiara apa kan?"

"Oke, masuk akal."

"Gue nggak mau tinggal di rumah orang tua lo. Gila aja gue harus serumah sama dua ibu mertua."

Kali ini Kenzo terkekeh. Ia sendiri tidak habis pikir, bagaimana bisa maminya tinggal dengan istri kedua sang papi. Bahkan mereka itu sudah seperti bestie. Padahal dulu, mami sempat marah besar ketika papi menikah lagi.

"Gue nggak mau lo jadi kayak bokap lo. Cukup gue doang yang lo jadiin teman hidup. Jangan ajak-ajak cewek lain lagi."

"Jangan khawatir, Kir. Gue juga nggak mau jadi Kenzo geprek di tangan lo."

Membayangkan murkanya Kirana saja sudah sangat menakutkan. Kenzo mana berani berbuat macam-macam begitu.

"Gue juga nggak mau ada bulan madu. Kerjaan gue penting banget dan nggak worth it ditinggalin demi liburan berkedok bulan madu itu. Toh kita nggak berencana punya anak dalam waktu dekat."

Meski agak kecewa, tapi Kenzo hanya bisa menuruti saja.

"Habis nikah, kita pisah ranjang." Kirana melanjutkan.

"Kenapa?"

"Gue nggak mau punya anak dalam waktu dekat."

"Tapi kan ada cara lain buat mencegah?"

"Iya, tapi gue juga perlu biasain diri buat nerima lo jadi suami. Nggak bisa gue tiba-tiba tidur dikelonin sama lo."

Wanita itu kembali bergidik ngeri membayangkannya.

Jika Kenzo memandang Kirana sebagai seorang wanita, maka tidak untuk wanita itu pada Kenzo. Setidaknya belum. Sampai detik ini, Kirana masih menganggap Kenzo teman baiknya. Bahkan sudah seperti saudara sendiri.

Bukankah aneh jika saudara malah melakukan hal intim seperti pasangan pada umumnya?

Oleh sebab itu, Kirana masih butuh waktu.

Walau berat hati, Kenzo juga tidak mau memaksa. Pada akhirnya, lelaki itu menyetujui semua syarat dari Kirana.

"Berarti deal kan?"

Kirana mengulurkan tangannya. Mengajak Kenzo berjabat tangan.

"Oke, deal." Lelaki itu membalas jabat tangan sang sahabat sekaligus calon istrinya.

Begitulah kesepakatan menikah yang lebih seperti kesepakatan kerjasama dibuat.

Bagi Kenzo, setidaknya untuk awal mula, Kirana adalah miliknya secara resmi.

Cuma mau bilang, sabar ya Kenzo!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Cuma mau bilang, sabar ya Kenzo!

Different (Complete ✓)Where stories live. Discover now