Kiara & Saka: Bagian 12 - End

2.5K 111 28
                                    

Bagian 12: Be Happy – End


Suara teriakan dan dumalan khas anak-anak memenuhi halaman belakang rumah Saka dan Kiara. Suasananya begitu hidup ketika tiga anak lelaki saling mengejar. Sementara satu remaja lelaki, si sulung dalam keluarga menonton tingkah adik-adiknya sambil tertawa senang.

Di dalam rumah, lewat pintu geser kaca, Saka mengawasi mereka. Lelaki itu menyunggingkan senyum tatkala Jevin berhasil menangkap Jiyad yang bergerak cepat menghindarinya.

Tahun-tahun pahit sudah berlalu. Saka bersyukur keluarganya masih utuh. Bahkan berkembang cukup pesat. Tadinya, ia dan Kiara memiliki Javas. Setelah kejadian mengerikan waktu itu, mereka diberi anugerah lain. Si kembar Jovan dan Jevin hadir untuk menjadi pelipur lara.

Dua tahun kemudian, Jiyad juga lahir, menyempurnakan keluarga Saka dan Kiara.

Jika ditanya apakah kehidupannya sekarang bahagia? Tentu saja Saka dan Kiara bisa dengan percaya diri mengatakan 'iya'. Segala kesalahpahaman mereka selama ini juga sudah jelas. Perasaan keduanya terhadap masing-masing juga sudah bisa diekspresikan dengan lugas.

"Ada Mas Javas, Pa. Nanti kalau adik jatuh, pasti langsung ditolong masnya," kata Kiara, menghampiri meja makan sambil membawa dua cangkir teh hangat.

Siapa sangka kalau sekarang mereka bisa bersantai di Minggu pagi seperti ini. Anak-anak sudah mulai besar dan mereka tidak lagi rewel seperti dulu. Namun, Saka masih saja sering khawatir dengan si bungsu yang tampak lebih lemah dari kakak-kakaknya. Maklum, dulu Jiyad lahir dalam kondisi prematur.

"Cuma lihatin aja dari jauh kok," balas Saka. Ia menerima satu cangkir teh hangat yang wanginya begitu nikmat.

Kini, giliran Kiara yang memandang keluar jendela. Atensinya tertuju pada sosok Javas, sang sulung. Remaja enam belas tahun itu sedang tertawa lebar akibat tingkah adik kembarnya, Jovan dan Jevin yang sengaja menjatuhkan diri di atas tumpukan daun kering agar si bungsu Jiyad terhibur. Dulu, Kiara pikir putranya itu akan sulit bisa kembali ceria. Namun, masa-masa itu akhirnya bisa terlewati dengan baik.

Di tempatnya duduk, tepat di sebelah Saka, Kiara tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

"Nanti kalau anak-anak semuanya sudah dewasa, sepi lagi dong." Kiara tidak bisa membayangkan betapa senyapnya rumah mereka jika anak-anak dewasa nanti.

"Nggak apa-apa, kita kan bisa jadi berduaan terus." Saka terkekeh.

Kiara menghela napas. Ingatannya kembali ketika ia baru saja sadar dari keanehan tidak masuk akal yang terjadi antara dirinya dan sang saudara kembar. Saat itu, Kiara bingung dengan berbagai perubahan dalam diri Saka dan Javas.

Saka bisa dengan lugas mengatakan apa yang ia rasa. Sementara Javas yang ceria berubah murung akibat kejadian mengerikan yang menimpanya gara-gara Sarah. Bahkan mengingat nama itu saja berhasil membuat Kiara bergidik ngeri.

Berbeda sekali dengan Saka. Lelaki itu malah sama sekali tidak ingin mendengar nama tersebut. Seolah kenangan indahnya bersama wanita itu terhapus bersih begitu saja. Ruang maaf dalam hati Saka telah tertutup.

"Papa!" Tiba-tiba Jiyad menangis karena lutut Jovan sedikit berdarah akibat lecet.

"Tuh, anak papa nangis tuh," ujar Kiara.

Saka mengecup gemas bibir sang istri sebelum berlari kecil untuk menghampiri anak-anak di luar sana. Lelaki tersebut begitu cekatan dalam menghentikan tangis bungsu mereka. Ia juga akhirnya ikut bermain bersama mereka, tertawa riang tanpa beban. Tampak bahagia dan itu pun menular pada diri Kiara yang hanya menonton dari dalam rumah.

***

Kilas Balik 

"Mama! Hu... hu... mama!" Suara tangis Javas begitu nyaring di tengah malam. Kiara dan Saka yang baru tertidur setelah berusaha menidurkannya kembali membuka mata.

Different (Complete ✓)Where stories live. Discover now