Spesial: Mama and Mami

11.4K 1K 27
                                    

Begitu membuka matanya di pagi hari, Javas langsung sibuk sendiri di dalam kamarnya. Remaja empat belas tahun itu membuka pintu lemarinya dan mengeluarkan sebuah ring dan beberapa benang sulam dengan berbagai warna.

Ia pun duduk bersila di depan lemari. Kemudian mulai melanjutkan sulaman pada kain yang telah digambari bunga dengan pensil.

"Mas!"

Pintu kamar menjeblak. Dua anak lelaki berusia delapan tahun masuk sambil berlarian.

"Ssstt!!" Javas meletakkan telunjuk di depan bibirnya. Meminta adik kembarnya agar tidak ribut di pagi buta.

"Epin, tutup pintunya." Opan berbisik.

Opan dan Epin. Begitulah nama panggilan yang dibuat oleh Javas saat dua adiknya masih balita. Sebab mereka waktu itu botak dan mirip sekali dengan tokoh kembar dalam animasi dari negeri jiran.

Sebenarnya si kembar punya nama yang bagus, Jovan dan Jevin. Tapi gara-gara Javas, saudara-saudara mereka yang lain jadi terbiasa memanggil keduanya Opan dan Epin.

"Kenapa harus aku sih?" Protes Epin.

"Kamu yang paling muda," balas Opan.

Dua anak itu ribut sendiri meski bicaranya berbisik-bisik. Javas sampai hampir hilang kesabaran sebelum adik bungsu nan imut mereka ikut masuk kamar.

"Adek, tutup pintunya." Titah Epin.

Adek yang berusia lima tahun itu menurut. Lalu menutup pintu dengan keras hingga menimbulkan bunyi berdebam.

Javas memejamkan matanya. Berusaha sabar menghadapi para adik. Rencananya bisa gagal kalau para bocah ikut-ikutan.

Kemudian pintu kamar kembali menjeblak saat si bungsu duduk diantara si kembar.

"Kalian lagi apa? Nggak lagi bikin rencana jahilin Gita kan?"

Kali ini anak perempuan seusia si kembar yang masuk. Rambut panjangnya dikepang dua dan pipinya gembul, lucu.

"Gita, tutup pintu kamarnya mas. Terus duduk di sini," kali ini Javas memberi perintah.

Gadis kecil bernama Gita itu menurut. Ia bergabung bersama saudara-saudara lainnya. Duduk di lantai kamar menghadap Javas yang sibuk dengan benang dan jarum.

"Itu jadi buat mama sama mami? Kenapa nggak beli aja sih, Mas. Biar nggak repot. Belum tentu juga hasilnya bagus." Komentar Gita.

Satu kepangan Gita ditarik oleh Epin. Gadis kecil itu mengaduh namun langsung membalas dengan mendorong Epin hingga tersungkur di lantai.

"Kalau kalian nggak bisa diam, mas ikat ya," ancam Javas dengan galak. Ketengangan yang ia butuhkan untuk konsentrasi jadi terganggu akibat ulah Gita dan Jevin.

"Sstt!" Jovan berpindah posisi. Jadi duduk di antara Gita dan Jevin. Memisahkan mereka agar tidak berulah lagi.

"Mas, mau coba dong," pinta Jevin kemudian.

Karena sudah bisa memprediksi keadaan, Javas telah menyiapkan tiga ring dan sapu tangan lainnya.

"Ini, kalian bikin juga. Mas udah gambar bunganya."

"Adek gimana?"

Jiyad si bungsu juga ingin ikut menyulam.

"Adek lihat aja. Nanti mas bikin dua buat adek kasih ke mama sama mami. Masing-masing dua sapu tangan ya."

"Iya mas," ucap para adik dengan serentak.

Sebentar lagi hari ibu. Javas ingin memberi hadiah spesial untuk mama dan maminya. Ia pun berpikir untuk memberi sapu tangan dengan sulaman tangan seperti yang pernah ia lihat sebelumnya. Sapu tangan buatan neneknya dulu.

Para bocah dengan tenang mengerjakan. Mereka berusaha membuat sulaman yang rapi dan bagus.

"Dengan kita buat begini, hadiahnya jadi jauh lebih berarti." Javas menjelaskan.

Sebagai yang tertua, remaja itu memang berusaha bijak dan menjadi contoh untuk para adik. Adik-adik pun dengan sendirinya selalu patuh.

Berhubung gambar bunganya kecil, pekerjaan mereka cepat selesai. Javas mengumpulkan sapu tangan dan melipatnya rapi. Setelah itu dimasukkan dalam dua kotak berbeda. Satu kotak berpita dengan gambaf krisan, satu lagi dengan gambar mawar. Sesuai lambang bunga para ibu mereka.

"Anak-anak!"

Seruan itu membuat mereka segera keluar kamar Javas. Menuju ruang makan sambil masing-masing membawa dua kotak kecil.

...

Kirana dan Kiara tampak sibuk di dapur. Kirana bertugas menyiapkan minuman, sementara Kiara yang menyiapkan makanan untuk sarapan.

Pagi ini suasana rumah cukup kondusif. Anak-anak langsung ke kamar Javas begitu bangun tidur. Sementara para ayah sejak kemarin belum pulang dari pergi memancing bersama bapak-bapak komplek.

Menjelang akhir tahun, Kirana bersama keluarga kecilnya sengaja mengunjungi sang kembaran. Ia ingin menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Anak-anak!" Panggil Kirana.

Setelah itu mereka berlarian keluar kamar sambil membawa dua kotak kecil di masing-masing tangan.

"Selamat hari ibu!" Seru Jevin dengan nyaring. Lalu berlarian memeluk Kiara dan memberi satu kotak. Lalu beralih memeluk Kirana dan memberi kotak lainnya.

Anak-anak lain juga melakukan hal serupa. Itu membuat Kirana dan Kiara terharu. Apalagi setelah membuka isi kotak.

"Ini ide siapa?" Tanya Kirana.

"Mas Javas!" Seru Jiyad, si bungsu pasangan Kiara dan Saka. Menunjuk kakak sulungnya.

Kiara tersenyum dan mendekati si sulung. Memeluknya erat sambil mengucapkan, "terima kasih ya, Mas."

Javas yang tingginya sudah sedikit melebihi sang mama membalas pelukan itu.

"Group hug!" Seru Kirana.

Mereka pun saling berpelukan bersama.

"Ada apa ini?" Tanya Kenzo yang baru masuk rumah lewat pintu samping di susul Saka.

"Group hug, Papa." Jelas Gita, putri semata wayang Kirana dan Kenzo.

Kenzo pun ikut mendekat, pun dengan Saka yang lebih dulu memeluk istri serta anak-anaknya di sisi lain lingkaran.

Akhir tahun yang begitu hangat. Waktu yang selalu disyukuri oleh Kirana karena ia bisa hidup dalam keluarga seperti ini. Pun dengan Kiara yang bahagia bersama keluarga lengkapnya.

Spesial chapter ini tadinya mau dipublish waktu hari ibu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Spesial chapter ini tadinya mau dipublish waktu hari ibu. Tapi karena kendala, jadi tertunda. Nggak apa-apalah ya, tiap hari juga bisa jadi hari ibu kok. 😊

Different (Complete ✓)Where stories live. Discover now