22. Unresolved

10.6K 1.1K 20
                                    

"Papa, dingin," ujar Javas. Tubuhnya basah karena habis mandi.

"Iya, sini." Saka segera melilitkan handuk ke sekujur tubuh Javas dan menggendongnya.

"Papa Javas mau kayak Superman," pinta anak lima tahun itu.

Tentu Saka terkekeh dan mengangkat putranya seperti Superman yang sedang terbang di angkasa.

"Syuuu...!" Bahkan Saka membuat efek suara secara manual.

Satria yang baru masuk rumah ikut terkekeh melihat hal itu. Tapi kemudian cemberut karena putranya, Tara ingin jadi Superman juga.

"Aku mau, Yah!" Pintanya.

Jadi di ruang keluarga ada dua Superman terbang saling berkejaran. Javas yang terlilit handuk, serta Tara yang sudah wangi dengan bedak terbalur tidak rata di wajahnya.

"Udah, Javas pakai baju dulu. Nanti main sama Mas Tara lagi." Saka menurunkan putranya agar jalan sendiri menuju kamar. Tara juga mengikuti, dan Saka berada di sisi mereka.

"Pakde, nanti beliin es krim ya?" Itu Tara yang meminta.

"Iya, siap." Lelaki itu menyanggupi. Ia membuka pintu kamar dan mendapati Kiara duduk di pinggir kasur sambil menatap tepat di matanya.

"Saka," gumam wanita itu sebelum matanya tertutup dan tubuhnya melemah.

"Kia!" Seru Saka. Ia dengan cepat bergerak dan menahan tubuh Kiara agar tidak jatuh ke lantai.

Javas dan Tara yang melihat itu berlari memanggil orang-orang.

"Ayah! Bude pingsan!" Lapornya.

Sementara itu Javas berlari keluar dengan handuk yang melilit tubuhnya. Ia mendatangi sang eyang dengan air mata berlinang.

"Hue... mama...!" Tangisnya pecah.

...

"Aaa!!!"

Kirana menjerit sekuat tenaga. Tubuhnya terjatuh. Rasanya seperti saat ia di dalam lift waktu itu.

Buk!

Ia pun menubruk dasar lantai yang dingin dan keras. Anehnya, tubuh wanita itu tidak merasa sakit.

Napasnya memburu begitu ia berusaha bangun. Matanya memindai sekeliling dan yang ia dapati hanya kelam.

Tempatnya saat ini seperti sebuah lorong. Ketika ia membuat langkah, gema dari tapaknya terdengar begitu jelas.

Jauh di ujung sana, setitik cahaya terlihat. Maka Kirana berlari sekuat tenaga menuju cahaya tersebut. Namun ia tidak kunjung mendekat ke cahaya.

Wanita itu tidak menyerah, ia terus berlari bahkan sampai terjatuh akibat lantai basah nan licin.

Napasnya tersengal. Sesak karena sedikit oksigen yang dapat ia hirup untu pasokan paru-parunya.

Waktu berlalu dan cahaya itu kini tepat di depannya.

Ia tidak tahu apa yang akan dihadapi begitu masuk ke dalam cahaya. Tapi tidak ada jalan lain. Ia sudah jauh berlari hanya untuk mencapai ujung lorong panjang.

Wanita menarik napas dalam-dalam. Ia menutup mata rapat lalu melangkahkan kakinya memasuki cahaya tersebut.

Sayup-sayup ia mendengar namanya dipanggil.

"Kirana!"

Semakin lama suara itu jelas terdengar dan mata Kirana terbuka.

Cahaya menyilaukan menyambut netranya. Ia menyipitkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

Different (Complete ✓)Where stories live. Discover now