Side story Savier

480 66 2
                                    

Savier merebahkan tubuhnya dengan malas di kursi ruang tamu. Sesekali matanya melirik kearah telepon yang tersimpan apik dimeja sebelahnya. Anak itu sedang menunggu dering telepon itu.

"Ma, kok papa belum nelpon ya?" Tanya Savier kepada sang mama yang sedang sibuk menonton.

Shilla menoleh, dia tersenyum lembut pada sang anak.

"Mungkin sinyalnya jelek." Jawabnya.

Savier memajukan bibirnya, dia kesal. Papanya ini jarang pulang. Tapi berjanji akan menelponnya dua hari sekali dan setiap hari Minggu siang. Namun sampai jam 4 sore papanya belum menelpon sama sekali.

"Memangnya papa kerja di hutan ma? Kok bisa jelek sinyalnya?"

Shilla menatap sedih sang anak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika sang anak tau jika ayahnya memiliki anak lain diluar sana.

"Mungkin lagi sibuk kerja." Shilla mencari alasan lain.

"Tapi Daddy Romeo rajin pulang tuh, kok papa jarang?"

"Savier masak kue aja yuk sama mama?" Shilla mencari alternatif lain.

Savier cemberut, namun tak ayal kepalanya mengangguk.

Malam harinya, Savier sedang asik menonton tayangan kartun di TV. Mulutnya sibuk mengunyah sedangkan matanya menatap serius kearah layar yang menampilkan gambar itu. Anak itu sudah melupakan pasal papanya.

Kring kring kring

Bunyi telepon mengganggu Savier. Anak itu berdecak kesal sambil menghampiri telepon yang masih berdering dengan nyaring itu.

"Apa?!" Sewotnya setelah menempelkan telepon itu di telinganya.

Savier menghentakkan kakinya kesal saat tidak mendengar jawaban dari sebrang sana.

"Ihh.... Kalau mau iseng jangan kesini dong. Savier lagi nonton jadi keganggu tau!" Omelnya.

Terdengar suara tawa yang tak asing dari sebrang sana.

"Jadi papa ganggu nih?"

Savier langsung terbelalak.

"Papa?! Ini papa?!" Teriaknya heboh.

"Iya, sayang. Savier lagi nonton ya?"

"Iya. Abisnya vier kesal nunggu papa nelpon dari siang tadi. Jadinya Savier diajak bikin kue sama mama."

Terdengar helaan nafas Leon dari sebrang sana.

"Maafin papa ya nak?"

Savier menjadi bingung, kenapa papanya meminta maaf hanya karena terlambat menelpon?

"Papa gak usah minta maaf sama vier. Papa pasti lagi sibuk ya disana?"

Savier semakin dibuat bingung saat mendengar suara isakan dari Leon.

"Pa? Papa nangis? Papa sakit ya?" Savier bertanya dengan cemas.

"Enggak, sayang. Papa cuma rindu Savier sama mama."

Savier mengangguk, "kalau kangen cepat pulang pa, vier selalu nunggu kepulangan papa."

Disisi lain, Leon mati-matian menahan isakan nya. Dia menjauhkan ponselnya dari wajahnya.

Leon sangat mencintai keluarganya. Melebihi apapun. Oleh karena itu Leon sangat memikirkan perasaan shilla dan Savier. Dia tidak mau menyakiti kedua harta berharganya dengan kenyataan yang bisa menghancurkan perasaan mereka berdua.

Namun pertanyaannya, sampai kapan? Sampai kapan dia menyembunyikan kebejatannya? Leon ingin tiap hari berjumpa dengan Savier. Berkumpul dengan keluarganya disana. Bermain dengan anak-anak yang lain.

"Pa? Papa masih disana? Papa dengerin vier ngomong gak?" Suara Savier menarik kesadaran Leon.

Pria itu mengatur suaranya terlebih dahulu. Dia menghirup udara disekitarnya dan menghembusnya dengan pelan.

"Papa dengar, sayang. Hari ini vier ngapain aja?" Leon terus mencari topik agar dia bisa terus mendengar suara sang anak.

Terdengar Savier menceritakan kesehariannya dengan semangat. Anak itu benar-benar menceritakan semuanya dari pagi hingga malam.

Leon mendengarkan dengan seksama. Dia sesekali tertawa mendengar cerita yang disampaikan oleh sang anak.

"Terus kucingnya dirawat sama Agel. Dikasih nama Caroline. Tapi akhirnya dipanggil oli."

"Kok jadi oli?"

Terdengar tawa renyah milih Savier. Tawa yang terdengar candu bagi Leon.

"Soalnya Jevan gak bisa sebutnya. Babeh aja sampai cape ngajarin Jevan nyebut nama Caroline."

Leon ikut tertawa. Dia semakin merindukan keluarganya yang berada disana. Tapi dia tidak bisa meninggalkan Arkan. Karena anak itu sedang sakit dari tadi pagi. Oleh karena itu dia telat menelpon Savier. Leon sibuk merawat Arkan.

"Sapi!! Jevan mo ladi kuena! Kata mama suluh minta ke sapi!"

Leon tentu kenal dengan suara cadel ini. Leon dibuat terkekeh kecil, anak itu masih belum lancar berbicara rupanya.

"Bentar jev, aku lagi telponan sama papa!" Suara teriakan Savier terdengar jelas.

"Papa?"

"Iya! Jevan mau bicara sama papa?"

"Mau!"

Terdengar bunyi grasak-grusuk dari sebrang sana sebelum akhirnya suara Jevan mengalun ke gendang telinga Leon.

"Halo papa, ini Jevan. Anakna Daddy lomeo sama mommy Mila! Papa masih inget Jevan kan?"

Leon terkekeh kecil, "masih dong. Jevan ngapain keluar rumah malem-malem?"

"Jevan mo minta kue ladi. Soalna kuena udah abis sama Daddy. Jevan belum puas makanna."

Pekikan gemas Savier terdengar sampai ke telinga Leon. Leon yakin jika anaknya itu sedang menciumi pipi Jevan karena gemas.

"Jevan gak takut gendut gara-gara malam jam segini?" Tanya Leon.

"Emmm.... Nda, kata babeh gapapa dendut yang penting lucu."

Jawaban polos Jevan mengundang tawa Leon. Farel.... Pria itu selalu mengajarkan hal aneh pada Jevan.

"Jevan! Ayo pulang!" Suara teriakan Romeo terdengar.

"Eh Jevan udah dipanggil, Jevan pelgi dulu. Dadah papa. Sapi, kuena mana?"

"Dimeja, ambil aja semuanya."

"Makasih, sapii...."

Leon tersenyum. Rasanya dia ingin segera pulang. Dia rindu bermain dengan anak-anak. Mengobrol dengan kawan-kawannya yang lain.

"Papa, vier tutup ya? Udah ngantuk."

Sebenarnya Leon belum puas mengobrol dengan sang anak. Namun dia tidak bisa egois.

"Yaudah, tidur yang nyenyak ya anak papa. Mimpi indah. Love you..."

"Love you too, papa."

See you....

JASA [TAMAT]Where stories live. Discover now