37. Prom Night

42 8 11
                                    

Jangan lupa vote dan komen!! :)

----------------------------------------------

Terkadang lisan terlalu takut untuk menyampaikan isi hati.

Maka menuliskan adalah cara terbaik menyampaikan kebenaran hati.

Dari kejauhan Dava melihat Dira sedang duduk sendirian di lembah kampus dekat patung gajah. Dava mendekatinya dan duduk di sampingnya. Seketika Dira mendengar seorang lelaki berdehem di sebelah kanannya. Saat Dira menoleh, ia mendapati Dava menatap matanya. Dira terkejut dan sempat memalingkan wajah sejenak.

"Hai Dir," sapa Dava sambil menatapnya yang tidak menatap Dava. "Kamu kelihatan bahagia." Dira masih belum menjawab.

"Kamu juga," balas Dira sambil menatap Dava berani.

"Nggak sama Arkan?"

"Nggak wajib kan ke mana-mana aku harus sama dia."

Dira menatap Dava lekat-lekat, begitu pula sebaliknya.

"Gimana kuliah kamu Dav? Lancar?" tanya Dira, ramah, dan mengalihkan topik.

"Lancar," jawab Dava menatap Dira dengan air muka senang dan ramah. "Lagi garap skripsi sih. Doakan ya, aku lulus tepat waktu. Bisa membahagiakan orang tua selagi masih ada. Keluarga kamu apa kabar?"

"Pasti aku doain. Baik. Sehat. Orang tua kamu gimana?"

"Sama. Baik, sehat. Syukurnya Mama juga udah boleh pulang ke rumah."

"Ohh ya? Syukurlah... ikut seneng. Kondisinya sendiri gimana?

"Kondisinya udah mulai stabil dan bisa sedikit merespon orang lain. Tapi ya masih ada jadwal buat cek up. Mama nggak boleh lepas obat dulu sampai Mama benar-benar menemukan kesadarannya secara penuh."

"Jadi itu yang ngebuat kamu selama ini bahagia?"

"Selama ini?"

"Ya... aku memperhatikan kamu tiap kita ketemu. Kamu terlihat lebih bahagia daripada sebelumnya."

"Makasih loh udah diperhatiin. Aku juga lihat kamu kayak gitu. Kamu... masih single?"

Dira tersenyum untuk dirinya sendiri, "Masih."

"Kenapa?"

"Belum move on," jawab Dira tanpa menatap Dava. Dava tersenyum untuk dirinya sendiri, sementara Dira melanjutkan perkataannya dengan pertanyaan. "Kamu?"

"Sama."

"Kenapa?"

"Belum ada lagi yang bisa bikin aku nyaman. Semoga emang nggak ada lagi selain kamu."

Dira memberi Dava sedikit senyuman, begitu pun sebaliknya, lantas keduanya saling memalingkan wajah ke depan.

"Kalau aku wisuda, kamu masih mau datang nggak? Papaku akan sangat senang bertemu kamu. Sungguh."

"Aku usahakan."

"Makasih."

"Sama-sama."

"Aku punya sesuatu buat kamu, Dir."

"Apa?"

Dava mengeluarkan sebuah amplop berwarna merah darah untuk Dira, perempuan itu menerimanya.

"Jangan baca sekarang. Nanti aja kalau udah di rumah," perintah Dava.

"Oke," jawab Dira singkat, lantas memasukkan suratnya ke dalam tas.

"Aku harap kamu berkenan membalas surat itu.."

"Oke. Aku usahakan, tapi aku nggak janji."

"Ya udah," jawab Dava sambil mengulurkan tangan yang dibalas langsung oleh Dira. "Aku pamit duluan."

"Iya," jawab Dira singkat dan melemparinya sebuah senyuman yang juga dibalas senyuman.

...

Dira merebahkan diri di kamar sambil membuka amplopnya. Dira mengeluarkan isinya. Bukan cuma surat yang ada di dalam amplop, tapi juga pin merpati milik mama Dava, foto dirinya dan Dava di konser Kunto Aji. Melihat pin itu, Dira jadi teringat tentang pesan mama Dava untuk anaknya. Dira membuka suratnya dan membacanya dengan hati bergetar.

Untuk : Dira Ayanatalia

Dari : Dava Al Hafid

Dira, maafkan aku. Maafkan aku dengan harga diriku yang begitu tinggi. Tujuan utama aku menuliskan ini hanya untuk menyampaikan kata maaf dan berharap kamu memaafkannya. Aku telah membuatmu jatuh cinta, tapi di saat yang sama, aku menghancurkannya. Aku menyakitimu. Aku membuatmu tidak bahagia dengan kepergianku. Ada alasan yang harus kusampaikan padamu supaya kamu mengerti kenapa aku memintamu merelakan kepergianku. Aku menulis surat ini untukmu agar kamu bisa merenungkannya dulu. Agar tidak ada perdebatan di antara kita.

Alasan yang pertama, mentalku belum siap. Kedua, kamu benar. Aku malu dengan kondisi keluargaku yang buruk dan karena aku rapuh. Ketiga, aku tidak ingin kamu menerima pahit-pahitnya hidupku. Aku ingin menata diriku dulu agar ketika bersamamu, nantinya hidup kita jadi lebih baik. Prioritas laki-laki dan perempuan itu berbeda Dir. Banyak lelaki selalu menempatkan prioritas terbaiknya di akhir. Kamu mau tahu apa prioritasku?

Pertama, belajar yang rajin sampai lulus cumlaude. Kedua, membahagiakan orang tuaku. Ketiga, kerja yang mapan. Keempat melamar orang yang aku sayang, yang aku cinta. Kamu tentu tahu siapa orang yang ingin aku lamar. Itu mengapa aku butuh waktu. Aku tidak mau menerima kamu dengan kondisiku yang serba berantakan. Paling tidak aku harus menata hidupku dulu sebelum menata masa depanku. Itu tanggung jawab seorang lelaki, Dir.

Aku tidak mengikatmu awalnya karena aku merasa belum tentu bisa mewujudkan cinta yang selama ini kita bangun. Tapi setelah dipikir-pikir, tidak mengikatmu justru bisa menjadi bumerang bagi diriku sendiri. Aku ingin mengikatmu. Kuberikan pin merpati dari mamaku untukmu sebagai tanda kesungguhanku. Terima kasih telah sempat membaca surat ini. Semoga hidupmu selalu bahagia. Aku tidak tahu sejak kapan perasaanku dengan kamu mulai berubah. Pastinya, foto di konser Kunto Aji itu diambil saat aku sudah mulai memiliki perasaan lebih padamu, Dira.

Rupanya Dava lebih dulu memulai perasaan cintanya pada Dira. Setelah membaca surat dari Dava, Dira menjadi lebih tenang dan lebih mengerti. Dira simpan surat, foto, dan pin itu di rak laci nakasnya yang berada di samping kasur. Dira akan membalas surat itu besok. Malam ini sudah terlalu larut dan lelah menghadiri acara prom night yang begitu seru.

-------------------------------------------

Jangan lupa vote dan komen!! :)


Merayakan Cinta ✔ [NEW]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu