35. Tentang Kekasih Sifa

45 12 8
                                    

Jangan lupa VOTE / Komen YA! TERIMA KASIH! :)

----------------------------------------------------------------

Dava membentur-benturkan tinjuannya ke tembok toilet kamarnya sampai jarinya terluka. Belum puas, ia menyayat lengannya sendiri. Setelah kejadian perpisahan itu, Dava yang kacau setelah tahu Dira ternyata mencintainya. Dira berharap padanya, tapi Dava belum siap. Masih banyak hal yang belum sembuh dari dirinya. Masih banyak hal yang harus diselesaikan olehnya, termasuk kesembuhan ibunya. Dava berteriak kesakitan, lalu menangisi keadaannya. Kenapa ia menjadi seegois ini. Ketika Dira sudah membuka pintu hatinya, kenapa ia malah menutup pintu hatinya. Namun, bagaimana? Dava juga tidak ingin Dira menjadi susah karenanya. Meskipun Dira rela, tapi di mana harga dirinya sebagai lelaki yang membiarkan Dira juga merasakan pahit kehidupannya. Dava tidak bisa.

Seketika Dava mendengar pintu toiletnya dibuka dan muncullah papanya. Dia terkejut melihat Dava berdarah-darah dan terluka tangannya. Papanya mendekat dan dengan sigap membersihkan luka Dava.

"Kamu kenapa Dava astaga? Apa yang kamu lakukan?!" tanya papanya panik sampai beristighfar berkali-kali. Tanpa basa-basi, Dava memeluk papanya. Papanya memeluk balik. "Ada apa? Ceritakan..."

"Aku jahat Pa sama Dira. Aku jahat. Tapi Dava nggak bisa Pa."

"Jahat kenapa? Nggak bisa apa?" papanya mencoba menenangkan. "Bersihkan lukamu dulu. Ayo, papa bantu. Sekalian mengobati luka kamu."

Setelah membersihkan darah yang keluar, papanya mengeringkan air dengan tisu kering yang bersih, kemudian diberilah betadine pada sebuah kapas yang kemudian diletakkan pada luka-luka itu, baru ditutup menggunakan perban. Purnama membawa Dava menuju kamar dengan memapah tubuh Dava yang lemas. Keduanya duduk di tepi ranjang kamar Dava.

"Dava jahat Pa."

"Apa yang kamu lakukan sama Dira, Nak? Apa?" tanya papanya.

"Dira tahu kita saling mencintai, tapi aku nggak bisa sama-sama Dira terus Pa. Aku memilih berpisah. Aku belum siap Pa dengan keadaanku yang masih sakit seperti ini. Dava nggak mau repotin Dira, tapi karena hal itu Dava menyakiti hati Dira."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Kondisi Dava, kondisi mama, kondisi keluarga kita. Berat hati rasanya Dava harus membawa Dira menerima pahit-pahitnya hidup Dava Pa. Dava cuma ingin membuat Dira bahagia. Bukan malah mengurusi Dava yang sakit mental ini. Bahkan saat mama melihat Dira, mama masih mengira Dira itu Tasya. Dava nggak bisa Pa, apa Dava salah?"

Purnama diam merenungkan perkataan Dava yang menyinggung kehidupan mereka. Papanya jadi merasa bersalah. Karena kelakukannya dahulu, keluarga mereka jadi berantakan.

"Maafkan Papa, Nak. Semua gara-gara Papa. Coba kalau—"

"Pa! ini Kesalahan kita bersama. Bukan salah Papa sendirian. Kita semua lalai atas terjadinya kematian Kak Tasya. Dava cuma tanya, apa Dava salah meninggalkan Dira? Meminta Dira untuk ikhlas?"

"Kamu tahu kan, Papa bukan pakar cinta yang hebat. Papa orang yang gagal dalam urusan cinta. Kenapa kamu yakin tanya ke Papa?"

"Kalau Papa gagal, Papa nggak mungkin masih bertahan di sini buat Dava, buat mama juga. Itu bukti cinta Papa masih ada untuk kita."

"Baik. Sebelumnya Papa tanya, kamu nyaman nggak sama Dira? Kamu bener cinta nggak sama dia?"

"Nyaman banget Pa. Cinta banget juga. Nggak pernah Dava senyaman ini deket sama peremepuan."

"Kalau begitu, sebaiknya... kamu jangan benar-benar meninggalkan dia. Dia perempuan yang baik Nak. Tulus. Setidaknya kamu sapa dia. Jangan bersikap seolah kamu nggak kenal sama dia. Bagaimana pun juga dia satu-satunya perempuan yang nerima keadaan kamu kan?"

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Where stories live. Discover now