6. Perkara sederhana

51 15 4
                                    

Menyayangi bukan sekadar tentang peluk,
tapi juga tentang menjaga hati.

"Dava!" panggil Dira yang berhasil menangkap Dava. "Iseng banget sih! Tas akuuu."

Dava menyerahkannya saja setelah mereka sudah cukup jauh dari kelas mereka terutama jauh dari pandangan Panji dan Sifa. Ia sengaja menarik paksa Dira bersamanya dengan membawa tas Dira karena suatu alasan. Dira mencangklong tasnya di punggung sambil cemberut. Baru saja Dira hendak pergi meninggalkan Dava setelah mendapatkan tasnya, pergelangan tangan Dira digenggam oleh Dava, lantas ditariklah Dira kembali menghadapnya.

"Eh, malah pergi. Aku mau ngomong!" cegat Dava.

"Mau ngomong doang aja ngebawa aku sampai sejauh ini sih. Ribet!" sewot Dira, keburu kesal karena masih ngos-ngosan mengejar Dava.

"Biar nggak digodain Panji sama Sifa lah cuy!"

Mendengar itu Dira sepakat dalam hatinya.

"Heh, kamu percaya kebetulan?" tanya Dava sambil berkacak pinggang.

Dira bergeming sejenak saat menatap Dava yang mempertanyakan hal itu dengan serius. Dira menduga kalau kebetulan yang Dava maksud adalah pertemuan mereka lagi dengan kejadian-kejadian tak terduga yang membuat mereka harus kembali terhubung. Dira tentu sempat mempertanyakan itu juga dalam kepalanya.

"Hah heh hah heh, aku punya nama kalik!"

"Baiklah Dira, kamu percaya kebetulan?"

"Kamu lagi nyindir kita?" tebak Dira.

"Enggak. Lagi nyindir Pak Trisno," sewot Dava balik, sementara Dira memutar bola mata kesal. "Ya iyalah nyindir kita, pakai tanya lagi." Dava menjitak perempuan itu karena gemas.

"Sakit ih!" semprot Dira sambil memukul bahu Dava, membalas. "Emang kenapa sama kebetulan? Kamu merasa kembalinya pertemuan kita pasti ada maksud dan tujuan gitu?"

"Mungkin."

"Menurut aku sih Tuhan bermaksud kasih aku kesempatan."

"Buat?"

"Aku sempat mikir. Mungkin ini kesempatan aku buat baikan sama kamu."

"Aku sih ogah."

"Ih!" kesal Dira. "Giliran aku udah niat, kamunya nggak mau."

"Buktikan dong kalau kamu emang niat. Nggak cuma omong doang!" songong Dava sambil menyentil jidat Dira.

"Oh, oke! Nantangin nih?" mantap Dira, merasa tertantang

Dava hanya mengedikkan kedua bahu sambil tersenyum, menandakan bahwa ya begitu lah.

"Eh iya, by the way aku minta nomor kamu gih buat komunikasi kalau mau ngerjain tugas," pinta Dira, mengalihkan pembicaraan.

"Emm... aku aja yang minta nomor kamu. Nanti aku yang hubungi kamu duluan," balas Dava sembari menyerahkan ponselnya kepada Dira untuk mengisi nomor telepon.

Dira turuti saja maunya. Saat baru menyalakan layar ponsel Dava, terpampang wallpaper dengan foto Dava bersama perempuan yang menurutnya sangat cantik entah siapa dan terlihat mesra. Dira pikir mungkin pacarnya. Dava menyadari Dira begitu mengamati foto dirinya dengan seorang perempuan di layar ponselnya.

"Itu almarhum kakakku," jelas Dava tanpa diminta.

Dira otomatis menatap Dava dengan iba, namun lelaki itu hanya tersenyum tipis.

"Cantik," balas Dira dengan pujian dan senyum hangat.

Dava tidak merespon apa-apa. Ia hanya diam memandangi Dira yang sedang membuat kontak baru untuk nomornya di ponsel Dava.

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Where stories live. Discover now