13. Gara-Gara Tiket Konser

35 13 5
                                    

Kalau sudah sangat bahagia kadang jadi lupa sekitar
Sampai menjadi pusat perhatian pun tidak sadar

"Tugas lo sama Dava gimana Dir? Lancar?"

"Lancar kok, lo gimana?"

"Oh, wow bagus deh kalau lancar. Kelompok gue sih masih lumayan susah. Pada egois sendiri-sendiri gitu. Ngeselin sih. Lo nggak ribut-ribut tuh sama Dava?"

"Ehee.. nyindir amat Mbak. Ya agak ribut dikit."

"Bisa dimasukin ke daftar gebetan baru nggak?"

"Apaan sih. Nggak akan!"

Sifa hanya tertawa saja. Mahasiswa mulai berdatangan masuk kelas begitu pun dengan Dira dan Sifa. Mereka memilih bangku barisan tengah. Pak Trisno juga baru saja masuk kelas meskipun jam mata kuliah belum dimulai. Setelah menunggu semua mahasiswa masuk kelas, Pak Trisno menginstruksikan kepada mahasiswa untuk duduk sesuai kelompok yang minggu lalu sudah dibentuk oleh Pak Trisno.

Duduknya harus urut dari depan ke kanan, dari nomor kelompok 1 sampai 10. Perintah ini harus dilaksanakan setiap mata kuliah Pak Trisno. Itu artinya Dira harus duduk bersebalahan dengan Dava setiap hari Senin mata kuliah jurnalistik. Sifa hanya menertawai penderitaannya sambil berucap sabar. Hal itu sungguh menjengkelkan.

"Apes banget dah," celetuk Dava pada diri sendiri setelah duduk di samping Dira.

"Kamu kira aku seneng gitu? Apes juga aku," protes Dira.

"Ngomongnya kayak gitu sok-sokan mau baikan," sindir Dava, lalu tertawa meledek.

"Kata-katamu nyebelin sih. Jadi menusuk jantung ini."

Dava tertawa, lalu menjitak kepala Dira gemas.

"Lebay!"

"Sakit ah! Kenapa sih sukanya jitak?"

"Ya terus maunya digimanain? Diginiin?" tanya Dava yang kemudian mengusap lembut puncak kepala Dira. Detik itu juga Dira merasa jengah, lalu menepis tangan Dava. Sementara Dava hanya tertawa geli melihat ekspresi Dira yang malu-malu.

"Dira... Dira... bikin gemes aja," jujur Dava, lalu mengabaikan Dira dengan memperhatikan ucapan Pak Trisno.

Sesuai kesepakatan minggu lalu, Pak Trisno akan menanyakan proses diskusi setiap kelompok sebagai nilai tambahan keaktifan mahasiswa. Pak Trisno sangat adil dalam membuat penilaian. Pak Trisno mendesak mahasiswa untuk jujur perkara keaktifan dalam mengerjakan tugas. Beliau memulainya dari kelompok satu. Mahasiswa yang belum kedapatan bagian laporan, disuruh berdiskusi, tapi yang ada sebagian malah memanfaatkan untuk ngobrol karena sudah merasa mantap dengan apa yang akan dilaporkan.

"Mama, papa kamu dokter ya Dir?" tanya Dava membuka percakapan.

"Iya. Lihat foto di ruang tamu ya?" tebak Dira yang langsung direspon senyum.

"Dokter apa?"

"Dokter cinta," kelakar Dira yang membuat Dava otomatis tertawa.

"Mama, mama, mama tolonglah aku yang sedang bingung, kurasakan virus-virus cinta, ku butuh dokter cinta," Dava bernyanyi reff lagu Dokter Cinta yang otomatis membuat Dira tertawa terhibur.

"Udah ah, serius... dokter apa?" tanya Dava ulang.

"Kedua orang tuaku dokter anak," jelas Dira, sementara Dava termenung. "Kenapa?"

"Enggak, penasaran aja. Kamu sendiri kenapa nggak ngikutin jejak orang tua kamu?"

"Ehehehe... aku anak IPS Dav. Aku mah murid biasa-biasa aja. Yang pinter itu kakakku. Dia lanjutin profesi dokter S2 di kedokteran UI."

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Where stories live. Discover now