8. Pertemuan

43 13 2
                                    

Jika ingin memahami, maka buka ruang hati
Nanti juga mengerti

"Mana sih temenmu yang namanya Sifa Sifa itu... nggak dateng-dateng," protes Arkan yang sudah bosan menunggu hampir setengah jam, tapi penasaran karena begitu sering Dira ceritakan padanya.

Dira yang mendengar celotehan Arkan spontan terbahak.

"Sabar Ar... macet, macet. Jalan Kaliurang biasa," jelas Dira.

Arkan tidak merespon apa-apa. Ia kembali sibuk memakan french fries-nya, sementara Dira sibuk bermain mobile legend di ponselnya sambil memakan ice cream cone choco top kesukaannya setiap nongkrong di McDonald's. Merasa diabaikan, Arkan merebut ponsel Dira lalu menutup aplikasi game di layar ponsel Dira. Dira memukul-mukul bahu Arkan kesal padahal pertandingan game-nya sedang berlangsung. Dira berusaha merebut kembali tapi Arkan melarangnya.

"Ada orang di sini... ajak ngomong kek, malah main mobile legend. Bodo amat afk," kata Arkan emosi, lalu meletakkan ponsel Dira ke saku jaketnya yang jauh dari jangkauan Dira.

Dira berdecak kesal karena posisinya tadi sedang bermain ranked mode. Malas merespon Arkan, Dira memilih untuk memakan ice cream-nya dengan emosi. Arkan gemas melihat Dira yang gampang emosi kalau permainan game-nya diganggu. Sisi lain Arkan juga kesal diabaikan.

"Jangan kayak bocah deh, game doang aja ngambek," kata Arkan.

Lelaki itu menatap Dira dengan dalam. Dira yang tak sanggup menatap Arkan lebih lama, langsung mengalihkan pandangan ke kanan.

"Kamu kenapa Dir?" tanya Arkan heran.

"Apanya yang kenapa?" tanya Dira balik, bingung.

"Mukamu tegang banget kayaknya."

"Enggak. Biasa aja," kata Dira yang lagi-lagi tak berani menatap Arkan.

Arkan skeptis, tapi ia juga tidak menggubrisnya lagi. Tak lama dari perbincangan itu, sosok yang ditunggu-tunggu pun hadir. Suara perempuan yang Dira kenal memanggilnya. Otomatis Dira menoleh ke sumber suara dan sosok Sifa buru-buru menghampirinya, lalu duduk di hadapan Dira. Perempuan itu selalu terlihat cantik, elegan, dan feminim seperti biasanya. Ia mengenakan dress pendek ungu tua dan sepatu flat-nya yang senada dengan bajunya. Sifa selalu membuat gaya rambutnya yang lurus tergerai dan membuat kelabang tengah sedikit. Ia langsung melihat ke arah Arkan, lalu tersenyum ramah untuknya. Arkan membalas respon ramah yang sama.

"Sorry ya telat lama banget. Tadi gue naik Grab, di jalan macet banget. Eh, jadi... ini sahabat lo yang namanya Arkan itu, Dir?" tanya Sifa sumringah.

"Yap! Ar," Dira menoleh kepada Arkan dan Sifa bergantian. "Kenalin, ini Sifa sahabat gue yang-"

Ucapan Dira dipotong oleh Arkan.

"Yang paling nomor satu, paling lengket, paling dewasa, paling bawel, tapi Dira sayang banget."

Mendengar itu, Sifa tidak menyangka kalau Dira sering bercerita duluan tentang dirinya kepada Arkan. Entah disuruh Arkan atau kemauan Dira sendiri.

"Yap!" Dira tersenyum sambil bertepuk tangan untuk Arkan yang masih ingat kata-katanya. "Ayok salaman."

Arkan dan Sifa pun bersalaman seperti apa yang Dira mau sambil saling menyebut nama masing-masing.

"Dira sering cerita tentang kamu," kata Arkan.

"Aib-aib gue nih pasti yang Dira ceritain," kelakar Sifa.

"Enak aja! Gue jarang gibah kalik," timpal Dira, tidak terima.

"Nggak kok... baik-baik. Aku aja sampai penasaran," timpal Arkan, jujur.

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora