5. Kelas Jurnalistik

67 15 22
                                    

Hidup bukan hanya soal cinta
Hidup juga tentang rasa syukur dari hal-hal baik yang datang padamu

Masuk semester baru, tepatnya semester empat. Seharusnya Dira bersemangat, tapi belum apa-apa ia sudah kurang gairah hidup hanya gara-gara gagal dalam urusan percintaan. Meskipun kehadirannya di kelas saat ini belum terlambat, tapi belajar di kelas pun sebenarnya ia tidak ada niat. Dira merasa sedang terjebak di zona percintaannya yang rumit. Arkan sialan memang, batin Dira.

Berbeda jauh dengan Sifa, sahabat Dira yang sekarang ini tengah berbicara terus-menerus dengan semangat berapi-api yang membahas tentang target-targetnya untuk dapat semakin mengembangkan kualitas dirinya. Sifa menganggap semester baru layaknya tahun baru. Di mana dia harus selalu membuka lembaran baru dalam hidupnya.

Target emasnya itu kurang lebih seperti nilai indeks prestasi harus lebih tinggi dari sebelumnya, bisa naik tingkat jabatan di organisasi, bisa memberi kontribusi untuk kampus, bisa dapat juara lomba debat tahun ini, dan masih banyak lagi. Sifa menuliskan semua target emas itu di dalam buku list perkembangan hidupnya yang selalu ia bawa. Seambisius itu pribadinya. Dira bahkan heran kenapa Sifa mau bersahabat dengan manusia malas sepertinya. Boro-boro Dira punya target, kepikiran untuk ikut organisasi saja tidak. Ikutan kompetisi juga kalau ada mood, itu pun bahkan selalu tidak pernah dapat juara.

"Target lo apa, Dir!? Pasti punya dong... pasti bikin dong... cerita dong cerita! Biar kita bisa aminin bareng-bareng target kita!" tanya Sifa menggebu-gebu kepada Dira yang sedang bersandar dagu, bengong.

"Target gue keluar dari zona percintaan yang rumit, Sif. Gimana ya?" jawab Dira tidak antusias.

"Ya elah Dir... Dir... cinta-cintaan mulu lo pikiran dah. Itu mah bisa sambil jalan kalik! Selow laahh..."

"Ya lo sambil jalan bisa dan selalu ada orang yang mau deketin lo. Lah gue, mau jalan, mau lari, mau ngesot, tetep nggak ada yang tertarik. Secara... lo cantik, pinter, berprestasi. Nah gue, udah otak pas-pasan, muka pas-pasan, ikutan lomba kayak lo nggak pernah dapet juara pula, dan terakhir selalu aja gue gagal dalam percintaan. Hilang semangat hidup gue. Mau jadi Lumina aja. Masuk negeri dongeng putri duyung yang bisa ngelakuin segala hal ajaib di dalam laut. Tenggelam sekalian!"

"Kok gitu sih ngomongnya.... Dir, lo nggak harus terlalu kaku dan terpaku dengan urusan percintaan lo yang menurut lo rumit itu. Gini deh Dir, kalau kata Pak Habibie deh ya, belajarlah mengucap syukur dari hal-hal baik di hidupmu dan belajarlah menjadi pribadi yang kuat dengan hal-hal buruk di hidupmu. Jadi ayolah, buat banyak target yang inspiratif buat diri lo.

Hidup lo itu bukan cuma tentang naksir cowok, baper, galau, atau pacaran. Tapi, lo juga mesti punya banyak amunisi ilmu untuk masa depan yang lebih baik. Punya prestasi misalnya. Atau minimal-minimal IP lo nggak anjlok deh. Ayo Dir, sama-sama gue! Semua nasib sial lo nggak akan berubah jadi lebih baik kalau bukan diri lo sendiri yang berniat mengubahnya. Come on!"

Dira terdiam dalam beberapa saat meresapi setiap kata yang keluar dari mulut emas Sifa. Sekarang Dira kembali yakin kalau Sifa benar-benar sahabat terbaiknya. Tiba-tiba suara tawa keras dua orang laki-laki yang baru saja masuk kelas merusak momen perenungan Dira. Bibir Dira sedikit menganga kaget ketika tahu siapa dua manusia berisik itu. Sifa juga melihat ke arah yang sama. Bedanya, Sifa disapa salah satu laki-laki itu, Dira tidak.

"Eh Sifa! Nggak nyangka bakal sekelas!" seru Panji, senior satu tahun lebih tua dari Dira dan Sifa.

Lelaki itu mengajak Sifa bertos ria dan Sifa membalasnya dengan sumringah. Sementara lelaki yang satunya lagi, yang sempat menatap Dira beberapa detik lalu kini mengalihkan pandangan untuk ikut bertos ria dengan Sifa. Sementara Dira hanya terkikuk-kikuk di tengah-tengah antara posisi mereka berada.

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang