33. Perpisahan

31 11 4
                                    

Jangan lupa VOTE / Komen YA! :)

----------------------------------------------

Patah hati terhebat adalah

ketika orang yang kita cintai memilih pamit untuk pergi darimu.

Seperti yang sudah Dira janjikan pada Dava beberapa pekan lalu kalau kapan-kapan ia akan mencoba untuk menjenguk mama Dava di RSJU. Hari inilah tepatnya. Mamanya sedang berdiam diri di taman. Dava datang dengan sebuket bunga mawar putih yang Dava beli untuk mengganti bunga yang layu. Dava meminta Dira yang menyerahkan bunganya.

"Sore Ma...Dava bawa temen nih Ma. Teman yang Dava cerita ke Mama beberapa waktu lalu. Ingat kan Ma?" ucap Dava pada mamanya yang selalu suka berdiam diri di taman setiap jam besuk.

"Halo Tante... saya Dira. Ini ada bunga buat Tante," ucap Dira girang lalu menyerahkan bunganya pada mama Dava.

Brigita menerima bunga dari Dira lalu tersenyum untuk dirinya sendiri. Lantas kemudian mamanya mengamati air muka Dira yang girang. Oleh mama Dava, diambilnya setangkai mawar putih dari buket bunga tersebut, lalu diberikannya pada Dira. Dava terkejut dengan respon mamanya. Dira tersenyum, menerima, dan berucap terima kasih.

"Cantik," begitu kata mamanya saat menatap Dira.

"Tante juga cantik. Saya senang bisa ketemu Tante."

Mama Dava tidak menjawab, hanya saja mama Dava menyilakan rambut Dira ke belakang telinga dan menatapnya lama. Tiba-tiba bayangan Tasya muncul dalam kepalanya, memori-memori tentang anak perempuannya itu keroyokan mengisi pikiran Brigita berulang-ulang bergantian dengan rupa Dira sehingga ia kehilangan fokus antara perbedaan Dira dan Tasya. Wajah antara Dira dan Tasya bertukar-tukar dalam pandangannya.

"Tasya, Tasya, Tasya, Tasya!" ucap Brigita berulang-ulang dengan heboh dan berteriak-teriak sambil mengguncang-guncangkan tubuh Dira.

"Ini Dira Ma, teman Dava, Bukan Kak Tasya," Dava mencoba melerai dan menenangkan mamanya dengan buru-buru.

"Tasya di mana?! Tasya di mana! Tasyaaaa... Mama mau ketemu Tasyaa... Tasya!" selain menjerit-jerit tak karuan, Brigita lalu menangis teringat bagaimana kondisi Tasya yang mati bunuh diri karena overdosis dan terdapat begitu banyak bekas suntikan di nadinya.

Rasa bersalah dalam dadanya muncul kembali. Bayangan tentang Tasya tak terbendung. Brigita kembali merasa tidak terima dengan kematian anak perempuannya Tasya. Dava menenangkan dan memeluk mamanya erat. Delusi mamanya meraung mengelilingi isi pikirannya, membuat amukan mamanya kembali dan melempar mawar putih itu ke tanah. Mama Dava terus berteriak-teriak memanggili nama Tasya. Dira menjauhinya beberapa langkah karena panik, lalu buru-buru diminta Dava untuk memanggil suster agar diberi obat suntik penenang.

Setelah disuntikkan obat penenang oleh suster, polah gerak Brigita melemas, lalu lama-lama tertidur. Oleh suster, Brigita dibawa ke dalam kamar inap bersama sebuket mawar putih yang tadi dilempar. Selesai menenangkan mamanya, Dava beralih pergi membiarkan mamanya beristirahat. Air mata menggenang di antara pelupuk mata Dava. Digenggamnya tangan Dira, lalu diajaknya pergi dari tempat itu. Hati Dira begitu iba melihatnya. Satu mawar putih di tangannya masih Dira bawa. Dalam hatinya Dira merasa bersalah, merasa apa jangan-jangan kedatangannya seolah menggambarkan bayangan kakak Dava yang telah meninggal dunia. Dira jadi berpikir bahwa seharusnya dia tidak menjenguknya.

"Maafin aku, Dav," kata Dira saat mereka sampai di parkiran motor.

"Maaf untuk apa? Kamu nggak salah. Mamaku masih belum bisa terima," jawab Dava tidak menyalahkan.

"Tapi karena ngelihat aku Mamamu jadi kambuh lagi kan?"

"Enggak, bukan karena kamu. Mamaku emang sering ngamuk-ngamuk kayak gitu kalau keingat peristiwa kakakku dan sosoknya."

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang