4. Pesawat Kertas

76 15 16
                                    

Pertemuan adalah awal dari sebuah kisah
Sebagian hanya untuk sementara, sebagian memang untuk selamanya

Angin laut menyapu helai-helai rambut Dira yang sengaja ia gerai. Perempuan itu tengah duduk di atas batu karang yang cukup tinggi sambil memejamkan mata. Hari sudah semakin sore dan pantai pun sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berwisata di sana, sebagian orang menepi di warung-warung kecil jauh dari tepi pantai. Tapi Dira tak kunjung ingin beranjak pulang. Dira seringkali menghabiskan waktunya sendiri di pantai ketika ia butuh melepaskan segala masalah dan penat dalam kepalanya. Pantai yang paling sering Dira kunjungi berlokasi di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Selain karena Dira ingin menutup liburan semester ganjilnya di sini, ia juga punya tujuan lain yang menjadi hobinya, yaitu menulis keresahan. Setiap keresahan yang ditulisnya akan ia tulis di kertas, lalu dilipatnya menjadi origami pesawat. Setelah itu ia akan menerbangkannya ke udara agar ia sedikit lega dengan segala tekanan-tekanan masalah yang menghimpit seluruh batin dan raganya.

Puas memejamkan mata untuk mengumpulkan mood, Dira kembali membuka mata, lalu tersenyum untuk dirinya sendiri. Ia mengeluarkan dua benda dalam ranselnya. Buku dan pena. Seperti tujuannya pertama kali, menuliskan keresahan. Menulis adalah media paling utama buat dirinya ketika dilanda emosi dalam bentuk apapun. Entah itu hanya satu kalimat, satu paragraf, atau sampai berlembar-lembar. Berapa kata yang tertulis di kertas, itu sudah cukup mengurangi beban di hatinya. Dira mulai menulis.

Aku seringkali bertanya. Bagaimana cara cinta bekerja? Apakah ketika dua orang saling menyayangi itu cukup untuk saling mencintai? Jika iya, apakah dia mencintaiku juga? Mengapa tidak pernah ada alasan pasti tiap kali aku mencoba mencari. Apakah dia menyadari? Apakah dia tidak pernah berpikiran kalau akan ada ritme detak tak wajar yang lahir setelah sering bersama-sama, bertahun-tahun lamanya. Mengapa dia bisa terlihat begitu biasa sementara aku tidak bisa.

Dira mencukupkan isi tulisannya kali ini. Perempuan itu merobek kertasnya dengan cukup rapi dari buku catatannya, kemudian melipatnya menjadi pesawat kertas. Ia sudah siap untuk menerbangkannya ke udara. Dira tidak lupa meletakkan rasa cemas dan sedihnya ikut bersama. Usai melipat berbentuk pesawat, Dira berdiri, membuat ancang-ancang dari tempatnya untuk menerbangkan pesawatnya dengan sekuat tenaga.

Ekspetasinya, pesawat kertas itu akan meluncur mulus melesat tinggi ke udara dengan indah walaupun akhirnya akan jatuh ke bawah laut perlahan dan hanyut karena itu cuma pesawat kertas. Kenyataannya mengecewakan. Seperti rasa kecewanya kepada Arkan sahabatnya yang tak pernah menyadari letak besar rasa hatinya pada lelaki itu. Pesawat kertas itu sempat terbang. Bukan mengarah jauh ke atas, tapi justru lalu terjun ke bawah dan mendarat entah ke mana.

Dira berjaga jarak dengan pinggiran batu karang yang landai agar tidak jatuh terpeleset. Oleh karenanya dia tidak mampu tahu ke mana pesawatnya mendarat. Perempuan itu mendengus kesal karena gagal menerbangkan dengan keren. Hidup memang tidak sesuai ekspetasi. Tapi Dira membiarkan saja. Hal terpenting buatnya adalah perasaan itu sudah sedikit mampu ia bebaskan. Setidaknya begitu.

Tanpa Dira sadari sama sekali bahwa pesawat kertas itu menimpuk kepala seorang lelaki yang berdiri sendiri di bawah batu karang sambil berkacak pinggang. Lelaki itu memungutnya dengan air muka yang sungut dan kening berkerut. Ia membuka lipatannya, kemudian membaca isi tulisannya. Setelah sudah, ia mengembalikannya lagi menjadi pesawat kertas.

Ia bertanya-tanya dalam hati dari mana pesawat kertas ini terbang? Ia merasa yakin kalau masih ada manusia lain di sekitarnya selain dirinya di sini sekarang. Dira bahkan juga tidak menyadari kalau lelaki itu berhasil menemukan sosoknya dari bawah saat lelaki itu berusaha mencari siapa pelaku yang telah menimpuk keningnya dengan pesawat kertas.

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Where stories live. Discover now