18. Perkara Hati (1)

32 10 2
                                    

Jangan lupa VOTE / Komen YA!

------------------------------------

Menolak perasaan bukan berarti tidak menyukai.

Terkadang perasaan hanya lebih baik untuk disimpan sendiri.


Arkan terdiam merenung, meski di hadapannya ada Indi yang sedang bercerita tentang masalah-masalahnya yang membuat ia bingung dan harus memutuskan pilihan yang mana. Indi berbicara tanpa jeda kepada Arkan semuanya, sementara pikiran Arkan tidak kepada Indi, melainkan kepada Dira. Minggu lalu Dira izin tidak bisa bertemu dengannya di hari sakral mereka untuk mengerjakan tugas bersama Dava dan survei lokasi wisata candi, beberapa menit lalu Dira mengabari kalau minggu besok dia tidak bisa menemui Arkan lagi karena mamanya membutuhkan bantuan Dira. Hal yang serupa terjadi lagi kepadanya, Minggu depannya Dira tidak bisa lagi, alasannya akan mengerjakan tugas bersama Dava untuk wawancara kegiatan UKM dan organisasi di kampus.

Masa tiga minggu Arkan tidak bertemu dengan Dira. Lelaki bernama Dava itu benar-benar membuatnya kesal. Seolah tidak ada hari lain untuk bisa mengerjakan tugas kelompok mereka dengan harus menganggu waktu mainnya dengan Dira. Tanpa sadar, nama Arkan dipanggil oleh Indi berkali-kali, tapi tidak menyahut.

"ARKAN!" bentak Indi akhirnya sambil menggebrak meja, emosi sampai beberapa orang di kantin memperhatikan mereka berdua.

"Eh iya Dir, kenapa?" jawab Arkan, salah menyebut nama.

Indi mendelik kesal. Amarahnya tidak bisa ia bendung lagi.

"Aku kecewa sama kamu. Di saat aku ada masalah kamu nggak pernah mau denger. Kamu maunya apa sih? Dira terus yang kamu pikirin! Kamu cintanya sama aku atau sama Dira?!" tegas Indi. "Aku udah mulai semakin ragu sama kamu. Udahlah, mendingan kita putus aja!" ancam Indi pura-pura.

"Maaf Ndi, aku nggak bisa menjadi orang baik buat kamu," jawab Arkan tulus.

"Udah, gitu aja?"

"Maaf Ndi...."

Indi berpura-pura pergi meninggalkan Arkan agar dikejar, tapi rupanya Arkan tetap diam duduk di sana dan tidak sedikit pun bangkit untuk mengejar. Bahkan saat Indi menoleh ke arahnya lelaki itu beranjak pergi berlawanan arah. Indi kecewa, benar-benar kecewa. Arkan tidak peduli dengannya. Hancur sudah hatinya. Melihat Arkan bersikap abai, keputusannya untuk putus dengan Arkan ia nyatakan sebagai kebenaran. Bukan pura-pura.

...

Arkan mencari lelaki bernama Dava itu tanpa sepengetahuan Dira tentu saja. Ia marah, kesal, dan tidak bisa menahan diri untuk melabraknya. Dava benar-benar mengganggu pertemuannya dengan Dira. Ia menjelajahi fakultas Dira untuk mencari lelaki itu sampai dapat sambil bertanya-tanya dengan anak-anak kampus sekitar yang program studinya sama. Sebab nama Dava sempat populer di kalangan prodi mereka, jadi begitu mudah Arkan menemukannya. Lelaki itu sedang duduk sendirian di kantin sambil bermain ponsel dan sesekali meneguk es teh yang hampir habis sambil menunggu Dira.

Tak sengaja ujung mata Dava melihat ada seorang lelaki datang menghampirinya. Dava lantas melihat siapa yang datang kepadanya. Setelah sadar, Dava memutar bola matanya malas. Dava menyakukan ponselnya, lalu bertanya baik-baik kepada Arkan.

"Ngapain lo ke sini?"

Tiba-tiba Arkan menarik kerah kemeja Dava dengan tenaga sehingga membuat Dava terkejut dan harus berdiri. Ia menghentakkan tangan Arkan kesal.

"Apaan sih, santai dong!" tegas Dava.

Bukannya menjawab, Arkan justru mendorong kedua pundak Dava. Orang-orang di sekitar menjadikan mereka pusat perhatian.

Merayakan Cinta ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang