✩07. Beban Keluarga✩

90 39 97
                                    

Langit di luar rumah Erina, mulai menggelap. Cahaya matahari terus menghilang digantikan oleh bintang yang berkelap-kelip. Tepat saat jarum jam menunjuk ke arah pukul 7 kurang. Erina tengah sibuk membantu sang Ibu untuk menyiapkan malan malam. Dia tak sendiri membantu sang Ibu---kakaknya---Elisa juga ikut membantu.

Erina mengambil 4 piring, lalu menyimpannya di atas meja. Sembari membereskan piring di ruang makan, Erina bersenandung memikirkan perawatan kulit yang akan dia dapatkan. Terkadang, dia mencuri-curi pandang pada Elisa. Gadis yang lebih tua dari usia Erina itu, tampak sibuk membawa makanan dari dapur.

Setelah menyiapkan makan malam, Erina dan kakaknya duduk di kursi. Mereka menunggu Ayah dan Ibu untuk makan bersama. Tak butuh waktu lama, untuk menunggu sang Ibu datang dari dapur. Berbeda lagi dengan sang Ayah, yang baru pulang bekerja.

"Ma, Elisa boleh minta uang buat praktik?" tanya Elisa.

Hanya dengan beberapa ucap kata saja, Elisa berhasil mendapatkan beberapa lembar uang. Erina yang melihat hal itu, jelas merasa iri. Dia iseng berkata, "Uang buat Erina mana, Ma? Masa Kakak mulu yang dikasih."

Ibu Erina mengernyitkan alis, dia kemudian membalas, "Ini uang buat praktik kuliah, bukan buat main-main."

"Erina juga butuh uang," balas Erina.

"Emangnya kamu mau pake buat apa uangnya? Buat jajan? Gak takut apa itu perut tambah berlemak?" canda Elisa.

Erina mendengkus, dia menjawab, "Erina mau beli skincare! Biar muka Erina glowing mulus kayak artis!"

Seketika juga, Elisa tertawa bersama sang Ibu. Erina mengerutkan kening, dia mengulang, "Erina serius! Erina gak mau terus-terusan dihina jelek! Erina juga mau perawatan kayak temen-temen Erina yang lain."

Ibu Erina menggeleng-gelengkan kepala. Dia membalas, "Pencuci muka kamu 'kan masih ada. Bedak bayi juga belum habis. Gak usah kecentilan, pake aja yang ada."

"Ma!! Gak bisa gitu dong. Erina udah gede, skincare Erina juga harus nambah. Mama emang gak malu punya anak jelek?" tanya Erina.

"Gak perlu beli skincare. Kamu cukup gunain alat dan bahan alami buat perawatan. Biasanya 'kan gitu," balas sang Ibu.

Erina mengeluh, "Tapi semua itu gak berguna Ma! Semuanya gak ada hasilnya! Wajah Erina masih jelek."

"Itu mah udah dari sananya," celetuk Elisa.

"Kak Elisa!" rengek Erina. Rasanya Erina ingin memukul sang Kakak. Bisa-bisanya bibir wanita itu tak disaring, dan mengatakan kalimat jujur.

"Erina mohon Ma, Erina bener-bener butuh skincare. Erina malu, gak punya wajah mulus kayak temen-temen Erina," ujar Erina.

Tanpa mempedulikan keinginan anaknya, Ibu Erina malah fokus menuangkan air minum ke gelas. Erina tak menyerah, dia tak bisa kalah dari sang Kakak yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. "Ma! Erina mohon! Kalo muka Erina terus-terusan jelek, Erina gak bisa pergi ke sekolah! Erina malu!"

Ibu Erina mendengkus, dia mengingatkan, "Mama gak punya uang Erina. Kenapa kamu gak ngerti juga?"

"Tapi tadi buat Kak Elis---"

"Elisa udah kuliah, dia butuh uang buat bayar kuliahannya."

"Sekarang, uang Mama digunain buat bayar rentenir yang nagih utang. Mama beneran gak punya uang, kamu pikir harga skincare itu murah?" tanya sang Ibu.

Erina mencibir, "Giliran Kak Elisa minta uang buat skincare sama make up, Mama selalu kasih dia uang."

"Siapa bilang gitu? Elisa punya uang hasil beasiswanya sendiri. Dia gak pernah minta uang buat beli skincarenya. Makannya belajar yang giat, biat dapet beasiswa juga."

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now