✩35. Beauty ✩

45 18 4
                                    

Dengan tangan yang bergetar, dan bola mata berair. Erina mendekatkan ponselnya ke telinga. Dalam hitungan detik, sudut bibirnya naik ke atas, mendengar suara Nicholas yang masuk ke kupingnya. Nicholas menyapa, dan memberitahu, "Erina, gue minta maaf, karena gue gak bisa nemenin atau bahkan liat lo tampil."

"Pesan ini, udah gue jadwalin sejak gue sakit. Karena setiap hari, gue selalu mimpi kalo pas hari ulang tahun sekolah, gue pasti gak bakal bisa pergi ke sekolah."

"Entah apa, masalah yang bakal gue hadepin. Tapi yang pasti, gue bakal sibuk dan gak sempet ngasih lo kabar."

"Jadi, sebelum itu terjadi. Gue sengaja ngejadwalin pesan ini. Takut-takut mimpi ini bakal kejadian."

"Lo gak boleh ngundurin diri lagi dari drama musikal ini. Karena ini, bukan hanya penampilan lo sendiri. Temen-temen klub juga, berusaha keras latihan cuman buat drama ini. Mereka pengen tampil, jadi lo gak boleh kabur lagi."

Erina memegang erat ponselnya. Setetes air mata jatuh ke pipinya. Sementara sudut bibirnya terangkat ke atas. Nicholas memang benar, seharusnya Erina tak egois. Semua teman-temannya menunggu penampilan ini. Dia harus tampil bersama mereka.

Nicholas memberitahu," Erina, lo mau tau ramalan gue tentang lo?"

"Mau tau gak?"

"Enggak," jawab Erina.

"Pokoknya mau atau enggak pasti bakal gue kasih tau."

"Pas perayaan ulang tahun sekolah, gue liat balerina gue tampil cantik dan anggun di panggung sekolah kita."

"Semua mata tertuju pada lo. Penonton bersorak seneng, pas penampilan kalian udah selesai."

"Kalo pun gue gak bisa liat penampilan lo secara langsung, gue seneng bisa liat lo di mimpi gue."

"Semangat, gak usah mikirin gue. Gue tau, gue emang ngangenin dan nambah beban pikiran."

"Chill aja, lo pasti bisa."

"Bye bye."

Setelah mendengar pesan dari Nicholas. Erina langsung memasukan ponselnya ke saku. Dia menyeret tangan Febri. lalu mengajak, "Ayo! Febri! Kita siap-siap sekarang juga!"

Seandainya saja, semua berjalan baik-baik saja seperti yang dikatakan Nicholas. Mungkin, Erina tak akan merasa cemas. Namun, sekarang Erina kebingungan, mencari orang untuk merias wajahnya. Apalagi jam untuk tampil tinggal beberapa menit lagi.

"Febri, gue lupa ... gue gak bisa pake make up," kata Erina.

Febri dan Naya membawa Erina ke meja rias. Mereka mulai mengambil alat-alat kecantikan, kemudian menunjukannya ke arah Erina. "Lo gak perlu khawatir, kita semua bakal bantuin lo dandan."

Perkataan Febri membuat Erina sedikit tenang. Hanya saja, ketika mata Erina melihat ke arah jam dinding. Gadis itu langsung kehilangan rasa percaya dirinya lagi. "Emangnya kalian bisa ngerias wajah gue dalam hitungan menit? Kita bentar lagi mau tampil, tapi wajah gue pasti sulit buat dirias."

Febri dan Naya terdiam, memikirkan kata-kata Erina. Mereka juga tak percaya diri, bisa merias cepat wajah Erina. Terlebih lagi, kemampuan merias wajah mereka terbilang masih pemula. "Kita harus minta bantuan yang lainnya."

"Enggak perlu, biar gue aja yang dandanin Erina," tawar Sabrina yang berjalan terpincang-pincang ke arah Erina. Gadis itu tersenyum, dia membawa sebuah kotak berisi alat kecantikan miliknya.

Tawaran Sabrina dibalas sikap dingin Febri. Gadis itu menatap sinis ke arah Sabrina. Dia tak percaya, Sabrina datang untuk membantu Erina. Terlebih lagi, gadis itu pernah mencoba membuat anggota klub membenci Erina.

Naya berkata, "Ide bagus! Sabrina pinter banget ngerias wajah! Dia pasti bisa bantuin kita!"

Febri tersenyum kecut. "Gue gak percaya sama Sabrina. Mungkin aja, dia cuma mau ngerjain Erina lagi."

"Denger ini Sabrina, kita semua gak punya waktu lagi buat tampil. Jadi, jangan buat gue emosi, dan pergi pacaran aja sama si Arga sana," usir Febri.

Tanpa mendengar ucapan Febri, Sabrina berjalan ke arah Erina. Dia menaruh kotak kecantikannya di meja rias. Sebelum berucap, "Gue gak bisa pergi gitu aja. Sejak dulu, gue selalu mau ikut serta dalam kegiatan drama musikal."

"Gue tau gue salah. Tapi gue bener-bener mau bantuin Erina."

"Beri gue kesempatan satu kali ini aja."

"Seenggaknya, karena gue gak bisa jadi Putri bulan. Gue mau jadi penata rias pemeran Putri bulan."

"Percuma aja, kalo gue berniat ngehancurin penampilan kalian. Lagi pula, itu gak ada gunanya. Gue juga takut kena azab lagi," jelas Sabrina.

"Oke, gue kasih lo kesempatan. Tapi, kita semua bakal ngawasin riasan yang lo pakein ke Erina. Takutnya lo masukin sesuatu ke sana," tuduh Febri.

"Terserah kalian," kata Sabrina memilih untuk tak peduli.

Erina terdiam, membiarkan Sabrina mulai merias wajahnya sesuka hati. Dia menatap cermin, melihat bagaimana jari jemari Sabrina begitu mahir memainkan alat kecantikan. Pensil alis, bedak, lipstik, dan beberapa alat yang tak Erina ketahui namanya apa, berhasil menyentuh permukaan kulit wajah Erina.

Sentuhan terakhir, adalah lipstik berwarna merah, semerah buah ceri. Bola mata Erina membulat, melihat bayangan seorang gadis cantik di balik cermin. Semua bekas jerawat dan mata pandanya menghilang. Digantikan wajah mulus, dengan mata yang dipenuhi binar bahagia.

"Cantik. Pas perayaan ulang tahun sekolah, gue liat balerina gue tampil cantik dan anggun di panggung sekolah kita."

Ucapan Nicholas tiba-tiba muncul di otak Erina. Kini, Erina tak membutuhkan kamera berfilter untuk membuatnya cantik. Gadis itu tersenyum manis, lalu melirik ke arah Sabrina. "Makasih banyak."

Semua orang terdiam, mematung melihat perubahan pada wajah Erina. Jika Sabrina dihias, mungkin mereka tak terlalu terkejut, karena biasa melihat Sabrina berdandan. Namun, Erina? Semuanya baru melihat gadis itu memakai hiasan wajah. "Lo cantik banget Erina," puji Febri.

Febri juga memuji keahlian Sabrina. "Lo juga hebat. Udah mau bantuin kita semua di sini."

Setelah selesai berdandan, semua orang bersiap tampil. Berbeda lagi dengan Sabrina yang memilih menonton di belakang panggung. Padahal dirinya tak bisa tampil sebagai pemeran utama, tapi Sabrina cukup bahagia mendengarkan pujian teman-temannya; mengenai bakat merias wajah miliknya.

Tirai dibuka, menandakan awal mula drama. Para penonton dibuat kagum, melihat para pemain drama yang begitu mendalami perannya. Apalagi mendengar nyanyian dan tarian kompak dari anggota klub teater. Semua mata tertuju ke arah panggung, lebih tepatnya menuju sang Pemeran utama. Gadis cantik, yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah pemain.

Semua siswa tak mengenali, siapa pemeran utama cantik yang tampil di panggung. Ada yang mengira itu Sabrina, atau artis yang disewa klub teater. Namun, dugaan mereka meleset jauh, setelah berakhirnya drama. Mereka tak menyangka, Erina yang terlihat, tiba-tiba bisa menampilkan penampilan memukau di depan semua orang.

Setelah penampilannya selesai, Erina bernapas lega. Dia berniat berjalan ke arah Sabrina, yang sedang merapikan alat kecantikannya. Namun, langkah Erina berhenti saat di hadapannya tiba-tiba muncul Arga. Cowok itu mematung, tak percaya jika gadis di hadapannya adalah Erina, mantannya yang jelek. "Erina?"

Tanpa mempedulikan Arga, Erina berjalan lagi ke depan. Dia mengabaikan semua panggilan dari Arga.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now